Surat yang dikirim pada Selasa, (6/5/2025) itu berkaitan dengan permohonan pembatalan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung tingkat Peninjauan Kembali (PK) dengan Nomor Reg. No. 656 PK/Pdt./2023.
Koordinator YBIL, Doni Rochatta, menegaskan bahwa yayasan tidak pernah melakukan penjualan lahan kepada pihak manapun, termasuk kepada PT Bumi Persada Langgeng yang saat ini mengklaim sebagai pemilik lahan tersebut.
“Kami tidak pernah melepas lahan atau tanah itu kepada siapapun karena itu hak dari pendiri Yayasan, yakni Bapak Tomi Suharto. Jadi melalui pengacara YBIL, paling lama besok akan menggugat hasil keputusannya,” ujar Doni.
Ia juga mengungkapkan bahwa dokumen asli kepemilikan lahan sebelumnya dipegang oleh Safei, yang merupakan mantan Wakil Ketua YBIL. Hingga kini, menurut Doni, dokumen tersebut belum dikembalikan ke yayasan.
“Mungkin Safei yang melakukannya karena sampai sekarang ia tidak memberikan dokumen aslinya ke Yayasan dan kita juga melaporkan Safei ke Polda,” tambahnya.
Doni menyatakan pihaknya baru mengetahui klaim PT Bumi Persada Langgeng setelah adanya pemasangan plang di area lahan tersebut.
“Kita tidak tahu lahan itu dikuasai PT Bumi Persada Langgeng. Kita tahunya saat ada plang di lahan kita,” katanya.
Lebih lanjut, Doni menegaskan bahwa tidak pernah ada proses mediasi ataupun komunikasi resmi antara YBIL dan PT Bumi Persada Langgeng.
“Kita gak tahu tentang mereka, gak pernah ketemu atau mediasi karena kita tidak pernah menjual,” tegasnya.
Senada dengan Doni, Bidang Pengawasan Lahan YBIL, Mursidi Musni, menyatakan bahwa pihak yayasan juga akan melaporkan Safei ke Polda Lampung dan melakukan gugatan terhadap PT Bumi Persada Langgeng.
“Kemarin kan PT Bumi Persada Langgeng menang ikrah melawan masyarakat, bukan dengan kami Yayasan Bhakti IMI Lampung. Jadi kami melakukan pengiriman surat ke PN untuk pembatalan eksekusi dan juga penggugatan karena kita tidak pernah mengenal atau menjual kepada PT Bumi Persada Langgeng,” tandas Mursidi.
YBIL berharap pengadilan mempertimbangkan permohonan tersebut dan menghentikan proses eksekusi sampai ada kejelasan hukum dan kepastian kepemilikan lahan yang sah. (umpujayataruna/zefrisman/inilampung)