Cari Berita

Breaking News

Personil Komite Advokasi Daerah Anti KorupsiTernyata Kaum Pengusaha

Dibaca : 0
 
Editor: Rizal
Selasa, 06 Mei 2025

Dedy Hermawan, Akademisi UNILA (ist/inilampung)

 

INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Terungkap sudah teka-teki siapa personil dari “lembaga anti korupsi” bentukan Pemprov Lampung yang dinamai Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi. Ternyata, isinya para kaum pengusaha, baik yang menjadi pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) maupun dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).


Mengacu pada Lampiran Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/188/IV.01/HK/2024 tentang Pembentukan Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi yang ditandatangani Arinal Djunaidi selaku Gubernur Lampung tanggal 16 Februari 2024, begitulah faktanya. 


Posisi Ketua Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi ditempati oleh Ketua Umum KADIN Lampung. Wakil Ketua I dijabat Sekretaris KADIN Lampung. Wakil Ketua II adalah Bidang Hukum dan Perundang-Undangan KADIN Lampung. Wakil Ketua III diduduki Bidang Usaha KADIN Lampung.


Jabatan Sekretaris Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi dipegang oleh Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) HIPMI Lampung. Wakil Sekretaris I adalah Sekretaris BPD HIPMI Lampung. Wakil Sekretaris II ditempati Bidang Hukum BPD HIPMI Lampung. Wakil Sekretaris III dipercayakan pada Bidang Usaha BPD HIPMI Lampung.


Komposisi personil Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi ini dilengkapi dengan anggota, yaitu unsur Inspektorat Provinsi Lampung, unsur Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung, unsur Biro Perekonomian Setdaprov Lampung, staf Sekretariat KADIN Lampung, dan staf Sekretariat BPD HIPMI Lampung.


Sedangkan bertindak sebagai pembina adalah Gubernur Lampung, pengarah Sekdaprov Lampung, dan penasihat Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setdaprov Lampung.


Pengawasan dipercayakan pada Inspektur Provinsi Lampung, dan Koordinator I dijabat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, serta Koordinator II adalah Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Lampung.


Apa tugas Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi ini? Menurut Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/188/IV.01/HK/2024 tertanggal 16 Februari 2024, setidaknya ada 4 tugasnya, yaitu:


1. Sebagai fasilitator dan media komunikasi serta dialog antara masyarakat pelaku usaha dengan Pemprov Lampung tentang isu-isu strategis yang ada di Provinsi Lampung.


2. Membahas kendala-kendala proses bisnis dan memberikan rekomendasi dan solusi terkait pencegahan korupsi.


3. Melakukan sosialisasi regulasi terkait korporasi, pelayanan publik, dan tindak pidana korupsi.


4. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Gubernur Lampung melalui Sekretaris Daerah Provinsi Lampung.


Kewenangan yang diberikan Pemprov Lampung kepada Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi ini adalah memberikan informasi terkait dengan kendala-kendala proses bisnis yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi, dan memberikan usulan rekomendasi yang berhubungan dengan pencegahan tindak pidana korupsi kepada Inspektorat Provinsi Lampung.


Yang patut menjadi catatan, masa tugas Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Provinsi Lampung tersebut selama 5 tahun sejak keputusan ditetapkan. Dan biaya yang dikeluarkan akibat ditetapkannya keputusan mengenai pembentukan Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi ini dibebankan kepada APBD Provinsi Lampung dan atau sumber pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.  


Lalu apa saja yang telah dilakukan oleh Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi selama ini? 


Sayangnya, hingga berita ini ditayangkan, belum didapat penjelasan dari pihak-pihak terkait.


Sebelumnya diberitakan, keberadaan Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi ini mendapat perhatian khusus dari 2 pengamat politik pemerintahan, yaitu Gunawan Handoko dari PUSKAP Wilayah Lampung, dan Dr. Dedi Hermawan dari Fisip Unila.


“Jujur, saya baru tahu dan dengar sekarang ini. Kalau memang resmi dibentuk melalui Keputusan Gubernur, harusnya ya jelas dong apa saja yang sudah dilakukan. Kita patut pertanyakan ‘apa duduk-duduk’ komite itu kaitannya dengan pencegahan korupsi dan rekomendasinya apa saja. Keterbukaan harus dilakukan, karena sebagai lembaga resmi bentukan pemprov, tentu ada anggaran pemerintah yang diterima,” kata Gunawan Handoko melalui pesan WhatsApp.


Ia berharap, Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi dapat menyampaikan secara terbuka apa saja yang telah dilakukannya selama ini, mengingat persoalan tindak pidana korupsi cukup serius untuk dicegah sejak dini.


Apa Gubernur Tahu

Sementara Dr. Dedi Hermawan menilai, dengan posisi Lampung sebagai provinsi 10 besar kasus korupsinya, dimana peran Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi selama ini, dan apa yang telah dikontribusikan.


“Kita jadi patut untuk bertanya-tanya soal keberadaan Komite itu. Siapa saja personal dan mewakili unsur apa, bagaimana proses pembentukannya, apa yang melatarbelakangi dan tujuannya. Apakah Gubernur Mirza juga telah mengetahui keberadaan Komite ini, pun adakah agenda Gubernur bersama Komite tersebut,” beber Dedi Hermawan yang juga dikenal sebagai penggiat Ruang Demokrasi (RuDem).


Menurut dosen Fisip Unila itu, sepanjang pernyataan-pernyataan publiknya di berbagai forum, sepertinya Gubernur Mirza tidak pernah mengucapkan hal-hal terkait adanya Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi ini.


“Tampaknya publik atau bahkan Gubernur Mirza belum banyak mendapat informasi terkait eksistensi dan peran Komite ini, utamanya dalam pencegahan praktik korupsi di lingkungan pemerintahan di Provinsi Lampung,” kata Dedi seraya menyayangkan apabila Komite ini tidak diberdayakan atau memberdayakan diri untuk bersama Gubernur menjalankan program pencegahan korupsi.


Menurutnya, status 10 besar sebagai provinsi terkorup hendaknya menjadi momentum bagi Gubernur Mirza bersama Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi untuk menyusun agenda pencegahan korupsi.


“Hadirkan dan wujudkan visi Provinsi Lampung sebagai zona hijau dari praktik korupsi. Rakyat menanti apa agenda bersama Gubernur dan Komite ini untuk mewujudkan visi tersebut,” tutur Dedi Hermawan.


Rugikan Negara 207 M

Sebagaimana diketahui, berdasarkan data Direktori Putusan Tipikor Mahkamah Agung (MA) RI, dari tahun 2020 hingga 2024 di Provinsi Lampung telah terjadi 151 kasus korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 207.593.412.073,19, dan menurut BPKP Perwakilan Provinsi Lampung dengan kondisi itu Provinsi Lampung menempati peringkat ke-10 sebagai provinsi dengan kasus korupsi terbanyak se-Indonesia.


Adapun ke-151 kasus korupsi itu menyebar pada 15 kabupaten/kota se-Lampung. Secara kuantitas, Lampung Timur menempati posisi teratas dengan 21 kasus, diikuti Lampung Utara 19 kasus, Bandar Lampung 15 kasus, Way Kanan 13 kasus, Tanggamus dan Pesawaran sama-sama 12 kasus, Tulang Bawang 10 kasus, Lampung Selatan dan Mesuji sama-sama 9 kasus, Lampung Tengah 8 kasus, Pesisir Barat 6 kasus, Lampung Barat 5 kasus, sedangkan Pringsewu, Metro, dan Tulang Bawang Barat masing-masing 4 kasus.


Sementara, kerugian negara terbesar terjadi diKabupaten Lampung Utara dengan nilai Rp 88.131.402.135,62, diikuti Kota Bandar Lampung dengan angka Rp 57.058.100.047,43, dan Tulang Bawang Rp 11.958.937,442,27. (fjr/inilampung)

LIPSUS