INILAMPUNGCOM --- Skandal akademik dalam menghasilkan karya ilmiah guru besar alias plagiat dan perjokian di Universitas Lampung (Unila) menjadi perbincangan publik.
Hari ini, Jum’at (30/5/2025) pagi beredar kabar, Prof. Dr. Ir. Lusmelia Afriani, Rektor Unila, terancam dicopot.
Bahkan, menurut informasi ---Kemendiktisaintek telah menyiapkan Plt Rektor Unila, yaitu Prof. Dr. Sri Suning Kusumawardani, ST, MT,
Senin (2/6/2025) pekan depan Lusmelia Afriani--- kabarnya akan --- dipanggil Kemendiktisaintek untuk menjalani “pemeriksaan khusus”.
Bagaimana sebenarnya skandal pelanggaran integritas akademik yang “mendadak” terangkat kepermukaan dan langsung meruntuhkan nama besar Unila –yang dipastikan akan “memakan korban”- tersebut?
Guru Besar Ilmu Hukum FH Unila, Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA, Kamis (29/5/2025) malam, bicara blak-blakan dalam wawancara khusus dengan inilampung.com.
Berikut petikannya:
Sebagai Guru Besar sekaligus Ketua Satuan Pengendali Internal Unila, tentu Prof mengetahui masalah pelanggaran integritas akademik berkaitan dengan plagiat dan perjokian. Pertanyaannya; mengapa baru terangkat saat ini?
Saran saya, sebaiknya hal ini ditanyakan langsung kepada Irjen Kemendiktisaintek sekaligus Ketua Dewan Pengawas Unila.
Ada informasi, bahwa kasus ini pernah diperiksa Irjen Kemendiktisaintek beberapa tahun lalu, benar begitu?
Makanya saya sarankan tadi, sebaiknya tanyakan langsung ke Irjen. Karena peristiwa hukum berupa pemeriksaan kepada pihak-pihak yang diduga terlibat itu memang sudah pernah dilakukan oleh Tim Irjen Kemendiktisaintek pada tahun 2023 lalu.
Nah, siapa yang melapor ke Irjen dan apa hasil pemeriksaan Tim Irjen saat itu?
Atas laporan masyarakat tentunya, yang diterima oleh Irjen. Dan ditindaklanjuti dengan menurunkan tim ke Unila. Pada bulan Maret 2023 pemeriksaan dilakukan selama 14 hari kerja. Sepengetahuan saya, Irjen telah mengeluarkan rekomendasi atau keputusannya sebagai hasil pemeriksaan saat itu.
Bisa tahu, apa hasil atau rekomendasi Tim Irjen saat itu?
Saya tidak tahu persis isinya. Yang pasti, rekomendasi Tim Irjen tersebut telah disampaikan ke Menteri.
Lalu kenapa sekarang skandal pelanggaran integritas akademik ini sepertinya didaur ulang pemeriksaannya?
Itu juga yang menjadi pertanyaan saya. Mengapa kok Kemendiktisaintek di tahun 2025 ini justru melayangkan surat ke Senat Universitas untuk membentuk tim guna memeriksa pelanggaran integritas akademik kepada pihak-pihak yang dulu pernah diperiksa.
Dan karena itu Senat Universitas membentuk tim pemeriksa baru, bagaimana menurut Prof langkah yang dilakukan Senat Universitas tersebut?
Menurut saya, Senat Universitas justru melakukan blunder, karena membentuk tim pemeriksa baru. Padahal, dalam Senat sudah ada Komisi Etik yang secara legal formal ada SK-nya dan diakui oleh seluruh anggota.
Konkritnya, Senat Universitas salah mengambil langkah dalam pembentukan tim pemeriksa baru ini, begitu ya Prof?
Iya, bisa dibilang begitu. Dengan kata lain, pembentukan tim pemeriksa baru ini menunjukkan kalau Ketua dan Sekretaris Senat melupakan prinsip kelembagaan Senat Universitas adalah kolektif kolegial. Apalagi, pembentukan tim pemeriksa baru itu tanpa persetujuan anggota dan tanpa rapat Senat.
Ada rumor berkembang, bahwa tim pemeriksa baru bentukan Senat Universitas “diarahkan” untuk melokalisir persoalan pelanggaran integritas akademik, bagaimana menurut Prof?
Rumor yang berkembang itu sama dengan penilaian saya. Jadi menurut saya, pembentukan tim pemeriksa baru oleh Senat Universitas merupakan pengkondisian untuk melokalisir persoalan. Dan ini justru sangat berbahaya.
Maksudnya melokalisir persoalan tersebut amat berbahaya itu bagaimana?
Karena pelanggaran integritas akademik ini kan persoalan yang amat mendasar, menyangkut marwah sebuah Perguruan Tinggi. Yaitu rubuhnya integritas akademik akibat tangan kotor oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Harapan Prof atas peristiwa yang merubuhkan integritas akademik di Unila ini apa?
Kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi civitas akademika dan pimpinan Unila harus benar-benar berjanji mengikuti semua pembelajaran atas peristiwa ini sebagaimana integritas itu telah ditanamkan oleh Rektor Unila terdahulu yang bernama Prof. Dr. Ir. Sitanala Arsyad, dan yang amat terpelajar Prof. H. Abdul Kadir Muhammad, SH, Guru Besar yang amat berintegritas di FH Unila, juga yang amat terpelajar Prof. Dr. SSP Panjaitan, di FEB Unila.
Menurut Prof, apa sanksi bagi pelaku plagiat atau perjokian dalam skandal akademik yang amat memalukan bagi Unila ini?
Jika artikel plagiat itu terbukti dari penelitian fiktif dan atau dibuatkan oleh RP dan artikel tersebut digunakan untuk kenaikan pangkat fugsional, baik sebagai Guru Besar/Profesor atau Lektor Kepala, maka minimal hukumannya pembatalan kenaikan pangkatnya, dan diturunkan penilaian angka kreditnya ke posisi awal.
Tidak sampai pemberhentian ya?
Bisa sampai ke pemberhentian atas jabatan tambahan dari dosen yang bersangkutan. Karena ini menyangkut integritas yang menjadi marwah Perguruan Tinggi. Lihat saja kasus Bahlil Lahadalia, kan jadi contoh itu. (kgm-1/inilampung)