Cari Berita

Breaking News

Urusan Pangan Lampung Masih “Tergagap”

Dibaca : 0
 
Editor: Rizal
Minggu, 04 Mei 2025

 

Petani Padi di Sawah (ist/inilampung)

INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Misi pertama yang diemban Gubernur Rahmat Mirzani Djausal dan Wagub Jihan Nurlela dalam kepemimpinannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, mandiri, dan inovatif, dimana point keduanya berupa target Lampung menjadi lumbung pangan nasional.


Bakalkah terwujud target menjadikan Lampung sebagai lumbung pangan nasional hingga 2029 mendatang? Tiada yang tidak mungkin bila diseriusi. Meski fakta yang ada saat ini, urusan pangan masih dalam posisi “tergagap”. Demikian kesimpulan bila mengacu pada LKPJ Kepala Daerah Tahun 2024 khusus Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (KPTPH).


Pada program koordinasi dan sinkronisasi dalam rangka penyediaan infrastruktur logistik misalnya, dinas pimpinan Bany Ispriyanto itu terjerat dalam permasalahan: Belum memadainya dukungan dana dan keterbatasan SDM dalam penyelenggaraan kegiatan sumberdaya, pemantauan ketersediaan dan akses pangan, baik provinsi maupun kabupaten/kota, utamanya dalam pengumpulan data, validasi/verifikasi, dan menggali data/informasi detail terkait prospek pengembangan komoditas pangan potensial wilayah melalui analisis kelayakan ekonomi.


Sedangkan dalam program penyediaan pangan berbasis sumber daya lokal, dihadapkan pada persoalan: pelaku usaha pembuatan Beras Siger masih banyak yang belum diusahakan dengan modern dan profesional, sehingga sulit untuk menentukan penerima manfaat hibah mesin yang layak. 


Diketahuinya permasalahan tersebut setelah Dinas KPTPH melaksanakan bimtek pengembangan dan peningkatan kemampuan pemanfaatan pangan lokal yang diikuti 40 peserta bertempat di UMKM Berkah Jamur “Gress”, Desa Giriklopo Mulyo, Kecamatan Sekampung, Lampung Timur.


Sementara bertambahnya cadangan pangan pemerintah (CPP) di tahun 2024 sebanyak 33 ton dalam upaya menjaga cadangan pangan pemerintah, baik jumlah maupun mutu, menghadapi permasalahan adanya penyesuaian harga pembelian yang harus disesuaikan dan berakibat pada menurunnya jumlah quantum CPP. Dinas KPTPH berharap, Pemprov Lampung dapat menambah jumlah CPPD. 


Diketahui pula pada tahun 2024 Dinas KPTPH melaksanakan kegiatan pemantauan/pengawasan keamanan segar dengan uji cepat (rapid test klit) dengan 75 sampel dari 10 komoditi sayur dan buah-buahan di 9 daerah. Program bagus ini memiliki permasalahan: ketersediaan anggaran yang masih sangat terbatas, sehingga pengawasan keamanan PSAT kurang proporsional.


7 Tantangan Serius

Untuk mewujudkan Lampung menjadi lumbung pangan nasional, menurut data yang dipaparkan pada Rancangan Awal RPJMD 2025-2029 & RKPD 2026, memang tidak mudah. Setidaknya ada 7 tantangan serius yang ada didepan mata. Apa saja tantangan tersebut?


1. Turunnya laju pertumbuhan sub sektor tanaman pangan dari 2,31 persen pada tahun 2022 menjadi -2,97 persen di tahun 2023. Hortikultura menurun dari 3,38 persen di 2022 menjadi 1,66 persen di 2023, dan peternakan dari 7,79 persen pada 2022 berada di posisi 7,01 persen di 2023.


2. Prevalensi ketidakcukupan pangan Provinsi Lampung cenderung fluktuatif; tahun 2021 sebesar 10,25 persen, tahun 2022 sebesar 14,63 persen, dan tahun 2023 sebesar 8,81 persen. Di 2023 lebih tinggi dari Nasional sebesar 8,53 persen, namun lebih baik dari rata-rata Sumatera sebesar 9,86 persen.


3. Skor pola pangan harapan (PPH) Provinsi Lampung tahun 2023 sebesar 92,4 persen, masih berada dibawah skor PPH Nasional sebesar 94,1 persen, meskipun berada diatas rata-rata skor PPH Sumatera sebesar 90,14 persen.


4. Masih rendahnya nilai tukar petani (NTP) Provinsi Lampung jika dibandingkan dengan Sumatera dan Nasional. Tahun 2023, NTP Lampung 109,36 persen, Sumatera 122,52 persen, dan Nasional 112,46 persen.


5. Masih terbatasnya hilirisasi produk hasil pertanian dan masih rendahnya harga di tingkat petani.


6. Terbatasnya akses permodalan di tingkat petani dan dukungan sarana prasarana pertanian (dalam arti luas).


7. Mayoritas petani didominasi oleh petani gurem dan penggunaan teknologi pertanian yang masih terbatas. (fjr/inilampung)

LIPSUS