Cari Berita

Breaking News

Analisis Berita: PT Wahana Raharja dalam Pusaran 2 Perkara

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Jumat, 27 Juni 2025

Gubernur Lampung Arinal Djunaidi melantik pengurus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Wahana Raharja dan PT. Lampung Jasa Utama (LJU) Periode 2023-2028


(Bagian III)

 

Ternyata arahan Gubernur –saat itu Sjachroedin ZP- dalam surat tertanggal 24 Januari 2006 menyahuti surat direksi Wahana Raharja 6 Januari 2006 dan hasil rapat Badan Pengawas tanggal 18 Januari 2006, tidak dipatuhi. 


Terbukti, 14 bulan kemudian, yaitu tanggal 23 Maret 2007, direksi Wahana Raharja kembali menyurati Gubernur dengan nomor: 590/166/WR.2/2007 tentang Persetujuan Pengembalian Sertifikat/Lahan Warga Rejomulyo. Adanya surat tersebut membuktikan bahwa lahan yang selama ini dikelola sebagai penambangan pasir, bukanlah milik BUMD Pemprov Lampung itu.


Atas surat direksi Wahana Raharja, Gubernur Sjachroedin ZP melalui surat nomor: 500/0779/04/2007 tanggal 11 April 2007menyatakan, pada prinsipnya dapat menyetujui rencana mengembalikan sertifikat/lahan milik warga Rejomulyo sebanyak 97 KK yang menuntut pembayaran kompensasi terhadap lahan seluas kurang lebih 47 hektar. 


Selesaikah persoalannya? Ternyata tidak. Justru makin “mbulet”. Berputar-putar tiada kejelasan. Berbagai lembaga pemerintahan pun ikut sibuk. Mulai dari DPRD Lampung Timur dan tentu saja Pemkab Lampung Timur. Upaya mediasi digelar berkali-kali. Dari tahun ke tahun. Namun selalu saja menemui jalan buntu.


Yang sulit ditutupi, berbagai praktik berindikasi manipulatif menghiasi secara terang benderang dalam perkara “pencaplokan” tanah warga Rejomulyo oleh PT Wahana Raharja selama ini. Ironisnya, dalam situasi yang masih “mengambang”, telah terjadi penjualan atas lahan seluas 97 hektar oleh oknum direksi BUMD milik Pemprov Lampung itu kepada seorang pengusaha bernama S. Meski dari harga Rp 3 miliar baru dibayar Rp 900 juta, namun dugaan kuat telah terjadi penjualan “aset negara” secara tidak sah dan terindikasi perbuatan melawan hukum (PMH),tampak sangat nyata.


Padahal, Kepala BPN Lampung Timur, Joni Imron, melalui surat bernomor: UP.04.05/1075-18.07/XI/2022 tanggal 29 November 2022 ditujukan kepada Kepala Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, menegaskan bahwa tidak terdapat catatan peralihan dan sertifikat tersebut terdaftar atas nama sebagaimana yang terlampir.Surat itu menegaskan bahwa pemilik lahan tetap warga Rejomulyo sesuai sertifikat yang sah alias tidak ada perubahan menjadi milik PT Wahana Raharja.


Perlu Audit Forensik

Lalu apa sanksinya jika direksi PT Wahana Raharja melakukan PMH –baik menjual lahan yang “dirasa” sebagai milik perusahaan dan atau penghilangan aset perusahaan-? Guru Besar FH Unila, Prof. Hamzah, SH, MH, PIA, menyatakan jika direksi terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (PMH), seperti penggelapan atau penjualan aset secara tidak sah yang merugikan BUMD dan/atau masyarakat, mereka bertanggungjawab secara pribadi dan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana maupun perdata.


“Aturannya jelas, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor: 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan Perseroan Terbatas mengatur tanggung jawab direksi,” kata Prof. Hamzah, beberapa waktu lalu.


Guna membuat pusaran perkara di Wahana Raharja ini terang benderang, menurut Prof. Hamzah, Pemprov Lampung harus mengambil langkah tegas dan serius. Yaitu segera melakukan audit forensik terhadap pengelolaan aset, keuangan, dan seluruh dokumen kepemilikan lahan BUMD itu, khususnya terkait lahan di Rejomulyo, Pasir Sakti. 


“Audit ini harus melibatkan auditor independen yang kompeten untuk memastikan objektivitas. Pastikan transparansi penuh dalam proses audit ini. Jika hasilnya ditemukan pelanggaran hukum, maka pemprov harus secara proaktif berkoordinasi dengan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menyerahkan semua data dan temuan awal dari internal pemprov atau BUMD. Jangan ada intervensi, serahkan semuanya sesuai proses hukum,” tuturnya.


Bagi Prof. Hamzah, sebuah perilaku penyimpangan atas aset daerah atau pun penggelapan mengatasnamakan BUMD harus diselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Karena hanya dengan penegakan supremasi hukum itulah kehidupan BUMD milik Pemprov Lampung akan membaik ke depannya.


“Jadi, dalam konteks ini, Gubernur harus bersikap tegas, yaitu menyerahkan ke proses hukum semua penyimpangan yang merugikan daerah. Tanpa ketegasan semacam itu, jangan harap BUMD akan bisa mewujudkan apa yang menjadi harapan. Bahkan akan semakin menjadi-jadi praktik menggerogoti aset daerah dari pintu BUMD, dan tentu kita semua tidak menginginkan hal itu terusterjadi,” tuturnya lagi.


Kini, “bola liar” PT Wahana Raharja sepenuhnya ada ditangan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal. Jika ia ewuh-pekewuh untuk bertindak tegas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, maka BUMD itu hanya akan menjadi “tempat bancakan” sekelompok orang, dan perlahan tapi pasti makin habislah aset Pemprov Lampung. (habis/kgm-1/inilampung)

LIPSUS