Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal diharapkan sejumlah kalangan perlu turun, mengurai kasus PT Wahana Raharja, terkait kepemilikan lahan rakyat di Lampung Timur (dok.inilampung)
INILAMPUNGCOM ---- Ditengah lilitan kabar dugaan penjualan lahan milik warga Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur, seluas 97 hektar, BUMD Pemprov Lampung PT Wahana Raharja (WR) terancam likuidasi.
Diketahui, kasus dugaan penjualan secara tidak sah dan atau penggelapan sertifikat dan lahan seluas 97 hektar milik warga Rejomulyo itu kini mulai ditelisik oleh APH. Sementara, tidak satu pun pengurus PT Wahana Raharja yang mau memberikan penjelasan. Termasuk dugaan pengangkatan atau pergantian pengurus yang diduga tidak sah, karena ditetapkan tanpa melalui RUPSLB.
Sulpakar yang disebut-sebut saat ini sebagai komisaris utama PT WR, memilih bungkam. Sedangkan Yondri yang dikabarkan menjabat direktur operasional –dan menurut kabar merupakan orang kepercayaan pimpinan DPRD Lampung- sampai saat ini belum berhasil dimintai konfirmasi.
Terlepas dari persoalan yang menjurus ke arah tindak pidana itu, selama 5 tahun belakang ternyata PT WR diketahui secara berturut-turut mengalami kerugian yang sangat signifikan. Fakta ini terungkap dalam buku Rancangan Awal RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029.
Berikut datanya: Pada tahun 2018, kerugian yang dialami BUMD itu mencapai angka Rp 2,59 miliar, di tahun 2019 kerugiannya Rp 1,56 miliar, pada tahun 2020 besar ruginya mencapai nominal Rp 2,21 miliar, di 2021 naik jumlah kerugiannya menjadi Rp 2,51 miliar, dan pada tahun 2022 mengalami kerugian Rp 1,88 miliar.
Pada tahun 2023 lalu memang ada perbaikan, dimana bisa membukukan laba senilai Rp 75,48 juta. Namun perolehan keuntungannya menurun di tahun 2024 kemarin, yaitu hanya Rp 14,38 juta saja.
Masih mengacu pada data buku RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029, ekuitas tertinggi PT WR dicapai pada tahun 2019 silam, yaitu sebesar Rp 9,22 miliar. Namun, terus mengalami penurunan, hingga menyentuh angka Rp 2,68 miliar pada tahun 2024 kemarin.
Yang patut menjadi perhatian adalah penurunan aset PT WR yang cukup signifikan. Bila di tahun 2019 silam nilai aset berada di angka Rp 14,86 miliar, pada tahun 2024 kemarin tinggal Rp 7,69 miliar saja.
Hampir 50% aset hilang.
Diketahui bahwa pada tahun 2024 kemarin, pendapatan usaha PT WR mencapai angka Rp 6,49 miliar, dengan beban operasional Rp 1,61 miliar. Bila diperbandingkan dengan perolehan tahun 2018 silam memang lebih tinggi (Rp 5,35 miliar), namun beban operasional mengalami penurunan, dari Rp 3,38 miliar menjadi Rp 1,61 miliar saja.
Kondisi aset lancar juga terus mengalami penurunan. Jika pada tahun 2018 silam berada pada posisi Rp 6,38 miliar, pada tahun 2024 --- menjadi Rp 4,46 miliar. Liabilitas pun anjlok, dari Rp 6,39 miliar pada 2018 lalu menjadi Rp 5,01 miliar di tahun 2024 kemarin.
Analisis yang disampaikan Bappeda Lampung –sebagai peramu RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029- PT WR berada dalam posisi keuangan yang sangat rapuh. Laba bersih tahun 2024 yang hanya Rp 14,38 juta, jauh dari cukup untuk menutupi kebutuhan operasional atau membangun kapasitas usaha.
Dan lebih mengkhawatirkan lagi, begitu lanjut analisis Bappeda, ekuitas turun drastis dari Rp 9,22 miliar di tahun 2019 menjadi hanya Rp 2,68 miliar pada tahun 2024. Hal ini mencerminkan terjadinya erosi permodalan yang serius.
Diuraikan juga bahwa pendapatan usaha sebesar Rp 6,49 miliar di tahun 2024 tidak mampu menghasilkan margin keuntungan yang sehat, karena tingginya beban tetap dan operasional. Serta tidak adanya efisiensi berarti model bisnis yang diterapkan saat ini tidak memberikan keunggulan kompetitif jangka panjang.
Audit Aset
Melihat kondisi PT WR yang “mengos-mengos” ini, Bappeda menilai BUMD itu perlu menjalani restrukturisasi komprehensif. Dimana beberapa langkah strategis harus dilakukan.
Apa saja langkah strategis yang selayaknya dilakukan?
1. Audit aset secara menyeluruh.
2. Penutupan unit usaha tidak produktif.
3. Penentuan ulang core business yang relevan dengan potensi Lampung, seperti distribusi pangan dan logistik.
4. Pemetaan ulang sumber daya manusia.
5. Eksplorasi skema kemitraan strategis dengan swasta maupun BUMD lain.
Disimpulkan, bahwa PT WR saat ini berada dalam persimpangan antara revitalisasi atau likuidasi.
Dimana tanpa intervensi menyeluruh dari sisi kebijakan, manajemen, dan permodalan, keberadaan BUMD satu ini justru berpotensi menjadi beban fiskal jangka panjang bagi Pemprov Lampung.
Ada info, pada Jum’at (20/6/2025) malam yang lalu, Pemrov akan merekomendasikan likuidasi terhadap PT WR setelah dilakukan audit secara menyeluruh.
“Gubernur tahu, banyak sekali aset Wahana Raharja yang saat ini tidak jelas status dan keberadaannya. Itu semua harus ditelusuri dan diungkap transparan, karena merupakan aset Pemprov Lampung. Bisa saja Inspektorat yang ditugaskan untuk turun tangan,” ucap sumber inilampung.com, melalui telepon. (kgm-1/inilampung)