Cari Berita

Breaking News

Kasus WR Vs Warga Rejomulyo Sengaja Digantung Pemprov Lampung

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Minggu, 22 Juni 2025

Pertemuan warga Rejomulyo dengan Pemprov Lampung dan PT WR, 26 Mei 2025, di Ruang Abung Balai Keratun, (26/5/2026)


INILAMPUNGCOM ---- Silang sengkarut terkait kepemilikan sertifikat dan lahan seluas 206 hektar antara PT Wahana Raharja dan warga Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur, boleh saja sengaja “dipelihara” oleh oknum pejabat di lingkungan Pemprov Lampung.

Untuk apa? “Karena besar kemungkinan lahan 206 hektar yang diklaim telah dimiliki PT Wahana Raharja itu sudah dibagi-bagi oleh oknum pejabat maupun mantan pejabat yang pernah di BUMD tersebut. Jadi, pahami saja kalau masalah Wahana Raharja versus warga Rejomulyo digantung pemprov,” tutur sebuah sumber Sabtu (21/6/2025) malam.

Untuk menguatkan analisisnya, ia menyatakan, apakah ada tindaklanjut dari aksi demo warga Rejomulyo tanggal 26 Mei lalu sampai saat ini.

Nggak ada kan tindaklanjutnya. Padahal, yang menerima warga Rejomulyo saat itu Asisten Administrasi Umum, Sulpakar. Bohong besar kalau ada yang bilang Gubernur Mirza tidak mendapat laporan soal ini. Nah, kenapa tidak ditindaklanjuti? Boleh jadi ya karena harus menjaga kanan-kiri yang ikut ‘main’ di kasus lahan Rejomulyo itu,” sambungnya.

Seperti diketahui, pada hari Senin, 26 Mei 2025, puluhan warga Rejomulyo, Pasir Sakti, Lamtim, mendatangi Pemprov Lampung untuk melaporkan masalah sertifikat dan lahan mereka yang dikerjasamakan dengan PT WR sejak 1995 silam. 

Pada pertemuan di Ruang Abung, Balai Keratun, hadir 2 petinggi Pemprov Lampung; Asisten Administrasi Umum Setdaprov, Sulpakar, dan Kadiskominfotiksan Achmad Syaifullah. Juga Direktur Operasional PT WR, Witoni. Hadi Suwarto mewakili warga meminta pemprov menjembatani persoalan mereka dengan BUMD milik Pemprov Lampung tersebut.

“Kami hanya meminta pengembalian sertifikat yang tertunda sejak tahun 2006 bisa terealisasi. Sebab, sejak kerja sama tahun 1995 dengan Wahana Raharja kami hanya memperoleh kompensasi ganti rugi tanam tumbuh sebesar Rp 4.500.000, selain itu sama sekali tidak menerima apapun,” ucap Hadi Suwarto.

Direktur Operasional PT WR, Witoni, menegaskan pihaknya telah membeli lahan warga Rejomulyo, dan memiliki bukti diantaranya akte notaris.

“Tapi kalau warga punya bukti hak kepemilikan lahan, nanti kita proses,” kata Witoni.
Menanggapi pernyataan tersebut, Hadi Suwarto tidak kalah tegas. 

“Kami tidak pernah menjual belikan tanah kepada Wahana Raharja. Juga belum pernah ke notaris, bahkan notaris itu apa, kami saja tidak tahu,” ujar Hadi Suwarto dan bersikukuh Pemprov Lampung sebagai pemilik BUMD tersebut untuk menyelesaikan masalah ini.

Sulpakar yang mewakili Pemprov Lampung memita masyarakat mengumpulkan bukti kepemilikan tanahnya, begitu juga dengan PT WR mengajukan bukti pembelian tanah warga. Hal ini diperlukan untuk bahan pertemuan lanjutan.

“Nanti, kami akan pelajari semuanya dengan melibatkan beberapa pihak yang ahli. Kami upayakan mediasi, tapi kalau tidak ada titik temu, kami serahkan ke masyarakat untuk menempuh jalur hukum,” kata mantan Kadisdikbud Lampung yang namanya belakangan disebut-sebut menjadi Komisaris Utama PT WR.

Terlepas dari silang sengkarut lahan warga Rejomulyo yang diduga kuat dari 206 hektar telah dijual 97 hektar oleh oknum Direksi PT WR kepada pengusaha setempat berinisial S senilai Rp 3 miliar –baru dipanjar Rp 900 juta bulan lalu- dan 50 hektar lainnya dijual “dibawah tangan” sebesar Rp 1,5 miliar, saat ini kondisi BMUD milik Pemprov Lampung itu dalam “kajian serius” setelah diketahui selama 5 tahun belakang secara berturut-turut mengalami kerugian yang sangat signifikan. 

Fakta ini terungkap dalam buku Rancangan Awal RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029. Berikut datanya: Pada tahun 2018, kerugian yang dialami BUMD itu mencapai angka Rp 2,59 miliar, di tahun 2019 kerugiannya Rp 1,56 miliar, pada tahun 2020 besar ruginya mencapai nominal Rp 2,21 miliar, di 2021 naik jumlah kerugiannya menjadi Rp 2,51 miliar, dan pada tahun 2022 mengalami kerugian Rp 1,88 miliar. 

Pada tahun 2023 memang ada perbaikan, dimana bisa membukukan laba senilai Rp 75,48 juta. Namun perolehan keuntungannya menurun di tahun 2024 kemarin, yaitu hanya Rp 14,38 juta saja.

Masih mengacu pada data buku RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029, ekuitas tertinggi PT WR dicapai pada tahun 2019 silam, yaitu sebesar Rp 9,22 miliar. Namun, terus mengalami penurunan, hingga menyentuh angka Rp 2,68 miliar pada tahun 2024 kemarin. 

Yang patut menjadi perhatian adalah penurunan aset PT WR yang cukup signifikan. Bila di tahun 2019 silam nilai aset berada di angka Rp 14,86 miliar, pada tahun 2024 kemarin tinggal Rp 7,69 miliar saja. Hampir 50% aset yang hilang.
Audit Aset Menyeluruh
Melihat kondisi PT WR yang “mengos-mengos” ini, Bappeda Lampung menilai BUMD itu perlu menjalani restrukturisasi komprehensif. Dimana beberapa langkah strategis harus dilakukan. 

Apa saja langkah strategis yang selayaknya dilakukan? 

1. Audit aset secara menyeluruh. 

2. Penutupan unit usaha tidak produktif. 

3. Penentuan ulang core business yang relevan dengan potensi Lampung, seperti distribusi pangan dan logistik. 

4. Pemetaan ulang sumber daya manusia. 

5. Eksplorasi skema kemitraan strategis dengan swasta maupun BUMD lain.

Disimpulkan, bahwa PT WR saat ini berada dalam persimpangan antara revitalisasi atau likuidasi.

Dimana tanpa intervensi menyeluruh dari sisi kebijakan, manajemen, dan permodalan, keberadaan BUMD satu ini justru berpotensi menjadi beban fiskal jangka panjang bagi Pemprov Lampung.

Sumber inilampung.com, Jum’at (20/6/2025) malam, menyatakan, besar kemungkinan Gubenur Rahmat Mirzani Djausal akan merekomendasikan likuidasi terhadap PT WR setelah dilakukan audit secara menyeluruh. 

“Gubernur tahu, banyak sekali aset Wahana Raharja yang saat ini tidak jelas status dan keberadaannya. Itu semua harus ditelusuri dan diungkap transparan, karena merupakan aset  Pemprov Lampung. Bisa saja Inspektorat yang ditugaskan untuk turun tangan,” ucap sumber melalui telepon. (kgm-1/inilampung)   

LIPSUS