![]() |
ilustrasi |
Bagian I
INILAMPUNGCOM --- Demikian banyak program yang bakal digulirkan Pemprov Lampung di tahun 2025 sampai 2029 mendatang. Dan sebentar lagi akan dibahas APBD Perubahan 2025, setelah pimpinan DPRD mengadakan rakor tertutup dengan 6 pejabat penting Pemprov Lampung hari Selasa (10/6/2025) kemarin, di ruang rapat Ketua DPRD.
Menyambut bakal ditetapkannya APBD Perubahan TA 2025, selayaknya perlu dibedah mengenai penganggaran mandatory spending di Pemprov Lampung selama ini. Mengapa demikian? Karena penganggarannya selama ini belum memadai. Dan di awal kepemimpinan Gubernur – Wagub saat ini, hal itu perlu mendapat perhatian serius.
Seperti diketahui, mandatory spending dalam tata keuangan negara merupakan belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang. Tujuannya adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah. Mandatory spending dalam tata kelola keuangan pemerintah daerah diantaranya adalah:
1. Alokasi anggaran pendidikan paling rendah sebesar 20% dari APBD sesuai amanat UU 1945 Pasal 31 ayat (4) dan UU Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 49 ayat (1).
2. Alokasi belanja infrastruktur pelayanan publik paling rendah 40% dari total belanja APBD diluar belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada daerah dan/atau desa sesuai dengan UU Nomor: 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
3. Alokasi belanja pegawai daerah diluar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKP paling tinggi 30% dari total belanja APBD sesuai dengan UU Nomor: 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Bagaimana selama ini penganggaran mandatory spending di Pemprov Lampung? BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dalam LHP Kinerja Atas Pengelolaan APBD TA 2023 sampai dengan Semester I TA 2024 Nomor: 52/LHP/XVIII.BLP/12/2024, tanggal 20 Desember 2024, menyatakan: belum memadai.
Benar demikian? Kita mulai menguliknya dengan alokasi mandatory spending di bidang pendidikan. Fungsi pendidikan pada Pemprov Lampung terbagi pada 4 OPD: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM).
Sudahkah penganggarannya sesuai UU? Telah mencapai 20% dari belanja daerah pada tahun anggaran 2022 sampai 2024 lalu. Diketahui, jumlah anggaran belanja daerah Pemprov Lampung tahun 2022 sebesar Rp 7.106.758.595.503,07, anggaran mandatory spending mencapai Rp 1.739.730.788.513 atau 24,48%. Realisasinya Rp 1.702.105.528.172 (97,84%).
Pada tahun 2023 jumlah anggaran belanja daerah Rp 8.280.862.934.283,54, yang untuk mandatory spending sebanyak Rp 1.763.007.919.485 atau 21,29%, dan terealisasi Rp 1.662.394.987.154 (94,29%).
Sedangkan pada tahun 2024 lalu belanja daerah Rp 8.333.594.479.430, anggaran mandatory spending-nya Rp 2.166.572.680.369,85 atau 26,00%. Yang direalisasikan Rp 438.858.972.114 (20,26%).
Sudahkah realisasi anggaran mandatory spending sesuai ketentuan? Diuraikan oleh BPK bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan jika belanja mandatory spending fungsi pendidikan belum mendukung belanja daerah yang berkualitas.
Mengapa begitu? Karena belanja mandatory spending fungsi pendidikan yang berorientasi pada layanan lebih kecil daripada belanja aparatur dan operasional rutin.
Benar demikian? Ini uraiannya:
1. Fungsi pendidikan pada Disdikbud: Diketahui, anggaran dan realisasi mandatory spending pada dinas ini terdiri dari 3 komponen, yaitu belanja layanan, belanja aparatur, dan belanja operasional rutin.
Fakta membuktikan bahwa porsi anggaran layanan fungsi pendidikan pada tahun 2022 sampai 2024 masing-masing hanya sebesar 29,35%, 26,18%, dan 37,32% dari belanja fungsi pendidikan secara keseluruhan.
Porsi ini berada pada urutan ke-2 setelah belanja aparatur, yang selama tahun 2022 sampai 2024 masing-masing sebesar 59,60%, 72,42%, dan 60,82%. Sementara, realisasi belanja operasional rutin untuk tahun 2022 sampai Smester I tahun 2024 berturut-turut adalah 28,85%, 25,65%, dan 0,09%.
Konkretnya adalah sebagai berikut: Belanja layanan sebesar Rp 510.582.151.146. Belanja aparatur mencapai Rp 1.036.905.007.152. Belanja operasional rutin di angka Rp 192.243.630.215.
Lalu bagaimana porsi alokasi anggaran fungsi pendidikan pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan? Besok lanjutannya. (bersambung/kgm-1/inilampung)