![]() |
Desa Rejomulyo, Lampung Timur (ist/inilampung) |
INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Tidak jelasnya keberadaan 190 sertifikat milik warga Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur, setelah bekerjasama dengan BUMD milik Pemprov Lampung, PT Wahana Raharja (WR) sejak 30 tahun silam, tampaknya bakal berbuntut panjang.
Setidaknya ada 2 "misteri" yang melingkupi PT WR saat ini. Yaitu soal dugaan telah dijualnya sebagian lahan milik warga, dan terjadinya pergantian pengurus PT WR yang ditengarai tidak melalui RUPSLB.
Menurut penelusuran inilampung.com, oknum Direksi WR diduga kuat telah menjual lahan seluas 97 hektar kepada S -warga Rejomulyo- dengan harga Rp 3 miliar.
"Bulan lalu baru dipanjer oleh S sebesar Rp 900 juta," kata sebuah sumber yang menemui S di rumahnya di Desa Rejomulyo, Pasir Sakti, Lamtim.
S yang merupakan pengusaha, melakukan cetak sawah atas lahan yang dibelinya dari oknum Direksi WR. Meski baru 60 hektar dari 97 hektar lahan yang dibelinya sudah menjadi sawah, namun telah dilakukan 6 kali tanam dan panen.
"Tanah yang dibeli S dari WR itu banyak yang sudah dia jual lagi. Jadi nggak salah kalau ada yang bilang, tanah warga yang diklaim milik WR itu sekarang ini di-kavling-kan," lanjut sumber inilampung.com.
Sementara, berdasarkan informasi, saat ini PT WR telah memiliki pengurus baru. Yaitu Sulpakar sebagai komisaris utama, Antonius komisaris, dan Yondri selaku direktur operasional. Posisi direktur utama masih dikosongkan.
Apa dasar pergantian pengelola BUMD Pemprov Lampung tersebut? Ini yang masih misteri. Pasalnya, bila mengacu pada keputusan RUPSLB Nomor: 500/042/INT/WR.UP/XI/2023, posisi direktur utama dijabat Jevri Afrizal, dan Witoni direktur operasional. Posisi komisaris utama dijabat Kusnardi dan Untung Suryono komisaris independen.
Beredar kabar bahwa baik Jevri maupun Witoni telah mengundurkan diri dari posisinya, dimana mereka sebelumnya telah dikukuhkan oleh Gubernur Arinal Djunaidi pada 30 November 2023 di Rumah Makan Kayu, bersamaan dengan pelantikan pengelola PT LJU dengan direktur utama Arie Sarjono Idris.
Sayangnya, baik Sulpakar sebagai komisaris utama WR yang baru maupun Jevri Afrizal yang dimintai konfirmasi melalui pesan WhatsApp, belum memberikan penjelasan.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT WR diduga telah menggelapkan 109 sertifikat warga Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur.
Bagaimana ceritanya? Menurut penelusuran inilampung.com, saat itu hari Rabu tanggal 18 Oktober tahun 1995, A. Muzali, Kepala Desa Rejomulyo, bertindak atas nama pribadi dan atas nama masyarakat Desa Transos Rejomulyo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Tengah -waktu itu belum ada Kabupaten Lampung Timur- membuat perjanjian kerja sama dengan Hi. Muchtar Luthfi, SH, Direktur Utama Perusahaan Daerah Wahana Raharja (PD WR), kini PT WR.
Apa isi MoU tersebut? Kepala Desa Rejomulyo bersedia memberikan jasa/fasilitas kepada Wahana Raharja berupa lokasi penambangan pasir untuk dikelola/diambil pasirnya, di atas lahan seluas lebih kurang 206 hektar.
BUMD Pemprov Lampung itu bertanggungjawab dalam pengurusan surat izin pertambangan daerah (SIPD), eksploitasi, dan surat-surat izin lain nya, yang berkaitan dengan usaha tersebut.
Dalam perjanjian kerja sama itu juga ditegaskan mengenai harga pemakaian lahan warga Rejomulyo, yaitu WR diwajibkan membayar kompensasi kepada kepala desa, serta masyarakat sebesar Rp 4.500.000 per-hektar, termasuk tanam tumbuh yang berada di atas tanah tersebut.
Mengenai pelaksanaan pembayaran kompensasi, diuraikan dilaksanakan setelah surat izin penambangan selesai, sebelum pelaksanaan penambangan.
Bagaimana realisasi MoU tersebut? Seorang warga Rejomulyo berinisial ES menegaskan WR tidak memenuhi tanggungjawabnya. Bahkan 109 sertifikat warga yang dipegang BUMD itu hingga kini belum dikembalikan.
Soal keberadaan sertifikat lahan warga Rejomulyo ini diakui oleh direksi WR dalam suratnya ke Gubernur -saat itu Sjachroedin ZP- dengan nomor: 590/013/WR.2/2006 tanggal 6 Januari 2006. Pengakuan tersebut juga diperkuat hasil rapat Badan Pengawas WR tanggal 18 Januari 2006.
Menanggapi hal itu, Gubernur Sjachroedin ZP dalam surat Nomor: 500/0190/04/2006 tanggal 24 Januari 2006 perihal: Sertifikat Tanah Masyarakat Rejomulyo ditujukan kepada Direksi WR menyampaikan 3 hal. Yaitu:
1. Mengingat kondisi keuangan WR saat ini belum memungkinkan dan perusahaan telah memiliki areal penambangan pasir yang belum dimanfaatkan secara optimal, maka terhadap tanah seluas 937.885 m2 yang terletak di Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, belum perlu dibeli oleh WR.
2. Terhadap 109 buah sertifikat milik masyarakat Rejomulyo agar diserahkan secara resmi kepada masing-masing pemilik dengan biaya penggantian disesuaikan dengan hasil kesepakatan antara pihak WR dengan masyarakat pemilik sertifikat.
3. Guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari maka dalam penyerahan sertifikat harus memperhatikan hal-hal antara lain:
- Diserahkan secara resmi langsung kepada pemilik sertifikat dengan
disaksikan oleh pejabat setempat (BPN Lampung Timur, Unsur Kecamatan, dan Perangkat Desa) dengan disertai tanda terima penyerahan.
- Dibuatkan Berita Acara Penyerahan yang ditandatangani masing-masing pihak dan disaksikan oleh pejabat setempat.
Ditindaklanjutikah surat Gubernur yang ditembuskan ke Anggota Badan Pengawas WR itu oleh Direksi? Ternyata tidak. Terbukti, di tahun 2027 Direksi WR kembali mengirim surat ke Gubernur. Pada surat bernomor: 590/166/WR.2/2007 tertanggal 23 Maret 2007 -atau setelah 14 bulan dari surat Gubernur Sjachroedin ZP- direksi menyatakan persetujuan melakukan pengembalian sertifikat/lahan warga Desa Rejomulyo.
Adanya surat Direksi WR tersebut ditanggapi positif oleh Gubernur, sebagaimana surat bernomor: 500/0779/04/2007 tanggal 11 April 2007 kepada Direksi WR.
Dalam surat ke-2 terkait persoalan keberadaan sertifikat ini, Gubernur Sjachroedin ZP menyampaikan 2 hal. Yakni:
1. Bahwa pada prinsipnya dapat menyetujui rencana untuk mengembalikan sertifikat/lahan milik warga Desa Rejomulyo sebanyak 97 KK yang menuntut pembayaran kompensasi terhadap lahan seluas kurang lebih 47 hektar.
2. Berkaitan dengan hal tersebut dan untuk menghindari supaya tidak terjadi permasalahan dikemudian hari agar dapat diselesaikan segala sesuatunya sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Sudahkah ratusan sertifikat lahan warga Rejomulyo itu dikembalikan oleh PT WR? Sampai Minggu (15/6/2025) kemarin, warga mengaku belum dikembalikan. Bahkan lahan mereka sudah dijual oleh oknum Direksi WR kepada seseorang berinisial S untuk lahan persawahan. (kgm-1/inilampung)