Workshop Menulis Puisi ditaja Lembaga Seni Budaya (LSB) PW Muhammadiyah Lampung dengan narasumber sastrawan Indonesia asal Lampung, Isbedy Stiawan ZS, di Universitas Muhammadiyah Pringsewu (UMPRI) berakhir pukul 15.00 Sabtu 14 Juni 2025.
Kegiatan ini berlangsung dua hari di kampus biru UMPRI dan dibuka oleh Dekan FKIP Nur Faizal dan didampingi Ketua Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Dr Izhar, Dr. Siti Fitriati, Dra. Lisdwiana Kurniati, M.Pd., dan Dwi Fitriyani, M.Pd.
Isbedy Stiawan ZS dalam memberikan materi pelatihan pada hari pertama didampingi Fitri Angraini, S.S., M.Pd. Fitri menjelaskan bahwa proses kreatif tuap penyair berbeda-beda.
“Ada yang harus merenung dulu, jalan-jalan, nongkrong di kafe, dan lainnya,” kata Direktur Lamban Sastra itu.
Dalam pelatihan itu, Isbedy yang dijuluki Paus Sastra Lampung oleh HB Jassin ini, mengajak peserta menghimpun kata yang ada di sekitar pantai. Setelah itu, diksi-diksi itu dirangkai menjadi puisi dengan tema menunggu dan rindu, serta waktu senja.
Isbedy juga menerangkan cara mengolah ise, menentukan sudut pandang terhadap objek yang akan ditulis, pemilihan kata (diksi) agar tak klise dan memiliki kekhasan, membangun imajinasi, dan sebagainya.
Pada hari kedua, peserta pelatihan sebanyak 30 mahasiswa FKIP Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia UMPRI melakukan riset di sekitar kampus, untuk mencatat, mencecap, mendengar, dan merasakan. Setelah 90 menit di halaman kampus, mereka masuk kelas dan menuliskan jadi puisi dengan titik bahasan, yakni cari dan temu.
Inanta Lubis Maulana Hanafi saat menerima buku puisi dari Isbedy sebagai penghargaan untuk puisi "Bus Tua" (foto Ari Nugroho/dok UMPRI)Dari 30 puisi karya peserta sebanyak 20 terbilang baik. Puisi “Bus Tua” menempati urutan pertama.
Kaprodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Dr Izhar, memberi apresiasi tinggi untuk pencapaian yang didapat dari pelatihan menulis puisi ini.
“Ternyata menulis puisi itu, setelah diberi trik-trik seperti ini, dapat memudahkan kita menulis puisi,” kata Izhar.
Dia menambahkan, andai mahasiswa diberi tugas menulis puisi tentang kampus, dipastikan isinya hanya pujian, keindahan, kampus biru sebagai tempat menuntut ilmu.
“Tapi, dalam puisi-puisi yang dibacakan hasil pelatihan, di sana ada kritik, dan hal lain yang selama ini mungkin tak terpikirkan. Contohnya adalah puisi ‘Bus Tua’ karya Inanta Lubis,” urai Izhar.
Berikut puisi Inanta Lubis Maulana Hanafi:
Bus tua
Terparkir diam di sudut kampus,
bus tua itu berkarat, tapi tak lusuh.
Dulu ia membawa tawa dan mimpi,
menjadi saksi kita mencari arti.
Dari ruang kelas hingga senja pergi,
ia mengantar langkah yang tak pasti.
Kini ia hanya diam menanti,
tempat kenangan masih dicari.(kgm5/bd/inilampung)