![]() |
Eka Afriana saat pengangkatan CPNS |
INILAMPUNGCOM--- Pengakuan Eka Afriana, Kepala Disdikbud Kota Bandarlampung, bila dirinya telah merubah identitas pribadi –KTP dan akta kelahiran- dengan alasan akibat sering kesurupan, yang ditengarai untuk memenuhi persyaratan mendaftar CPNS tahun 2008 silam, terus menjadi sorotan.
Ketua LSM Pro Rakyat Lampung, Aqrobin AM, menyebut bahwa tindakan Eka Afriana tidak bisa hanya dianggap sebagai kesalahan administratif semata.
“Ini sudah masuk ranah pemalsuan dokumen negara. Jika benar dilakukan secara sengaja, maka ini bentuk penipuan sistematik terhadap negara dan masyarakat,” kata Aqrobin akhir pekan kemarin sebagaimana dikutip dari indepthnews.id.
Dijelaskan, status ASN yang diperoleh berdasarkan dokumen yang diragukan keabsahannya, dapat memunculkan dugaan kerugian negara karena penggajian dan fasilitas negara yang diterima selama bertahun-tahun.
Mengenai pengakuan Kadisdikbud Balam, Eka Afriana, jika ia merubah identitas pribadi karena sering kesurupan dan sakit-sakitan, Aqrobin menukas: “Alasan seperti itu terlalu dipaksakan. Tidak rasional, baik secara medis, budaya, maupun agama. Kalau itu dijadikan justifikasi, maka sistem kepegawaian negara akan jadi bahan olok-olok.”
Dosen Hukum Pidana FH UBL, Benny Karya Limantara, menilai, mengubah data dan fakta kependudukan tanpa prosedur yang sah, dapat dijerat hukum. Karena perbuatan itu termasuk kategori pemalsuan dokumen. Terlebih bila tujuan pemalsuan data tersebut untuk memenuhi syarat seleksi APS.
“Nah, jika hal itu benar terbukti, yang bersangkutan dapat dijerat pidana. Ancaman hukumannya 6 hingga 8 tahun penjara,” kata Benny sebagaimana dikutip dari harianmomentum.com.
Seperti diketahui, Kadisdikbud Kota Bandarlampung, Eka Afriana, mengakui jika dirinya sengaja merubah data dan fakta penting mengenai status dan peristiwa kelahirannya. Fakta yang seharusnya lahir 25 April 1970, diubah menjadi 25 April 1973. Atau menjadi lebih muda 3 tahun dari yang sebenarnya.
Sebelumnya, advokat senior dari Peradi Bandarlampung, Alfian Suni, SH, MH, CPM, menegaskan, pemalsuan identitas yang dilakukan Eka Afriana merupakan tindak pidana murni, apalagi telah disampaikan secara terbuka.
“Jadi, seharusnya APH menindaklanjuti pengakuan tersebut dengan sesegera mungkin memeriksa yang bersangkutan,” kata Alfian Suni, Kamis (29/5/2025) malam.
Menurutnya, kasus pemalsuan yang diduga kuat dilakukan Eka Afriana –sebagaimana diakuinya sendiri- merupakan pidana murni, bukan delik aduan. Sehingga sudah seharusnya APH bergerak cepat menangani persoalan tersebut.
Advokat Putri Maya Rumanti juga menyatakan hal senada. Menurutnya, masyarakat yang paham hukum atas peraturan hukum tidak boleh diam, dan harus melakukan upaya hukum agar hal ini tidak berkelanjutan.
“Karena ini ranahnya sudah ke pidana, terlepas yang bersangkutan adalah kerabat pejabat di kota ini, tetap tidak dibenarkan,” kata Putri seraya berharap, aparat penegak hukum (APH) bisa segera menindaklanjuti persoalan ini tanpa tebang pilih.
Sementara, Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Bandarlampung menegaskan sikapnya akan segera melaporkan Kadisdikbud Kota Bandarlampung, Eka Afriana, ke sejumlah lembaga terkait dugaan pemalsuan dokumen kependudukan dalam proses seleksi CPNS tahun 2008 silam.
Menurut Ketua Umum Permahi Bandarlampung, Tri Rahmadona, pihaknya segera melaporkan Eka ke Polda Lampung, Mabes Polri, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI, dan KemenPAN-RB, BKN, serta Kemendagri.
Sebelumnya, praktisi hukum senior, H. Abdullah Fadri Auli, SH, menilai, apa yang dilakukan kembaran Walikota Eva Dwiana tersebut merupakan pelanggaran serius.
“Apabila dokumen yang diubah tersebut digunakan untuk memberi keuntungan bagi pelaku, konsekuensi hukumnya jelas, yaitu pelanggaran terhadap UU Kependudukan dan UU Tindak Pidana Korupsi,” kata Bang Aab, panggilan akrab Ketua Harian IKA Unila itu, Rabu (28/5/2025) pagi.
Dijelaskan, merubah identitas yakni tanggal lahir merupakan bentuk pelanggaran serius karena tanggal lahir tidak dapat diubah. Bila merubah nama, diperbolehkan sepanjang ada penetapan pengadilan.
Menurutnya, pemalsuan identitas adalah tindakan pidana yang dapat dijerat dengan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Diantaranya Pasal 263-264 KUHP, pemalsuan KTP-el Pasal 95B UU Nomor: 24 Tahun 2023, pemalsuan data pribadi melanggar UU Nomor: 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
“Selain itu, perbuatan mengubah atau memalsukan identitas dokumen elektronik melanggar UU Nomor: 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jadi, apa yang dilakukan Eka Afriana senyatanya merupakan pelanggaran hukum dan merupakan perbuatan pidana,” tutur Abdullah Fadri Auli. (kgm-1/inilampung)