INILAMPUNGCOM -- Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Lampung sedang
serius-seriusnya mengembangkan potensi perolehan dana untuk menaikkan besaran
pundi-pundi keuangan pemprov. Bukan lagi hanya terfokus pada pajak kendaraan
bermotor. Salah satunya, dengan memelototi potensi pajak air permukaan
(PAP) dan air berat.
Menurut
Kabid Pembinaan dan Pengendalian
(Bindal) Bapenda Lampung, Derry Martha Saputra, mendampingi Kepala Bapenda,
Slamet Riadi, dari 196 perusahaan yang telah terdata sebagai potensi pajak air
berat, baru 32 yang telah membayar kewajibannya. Artinya, terdapat 164
perusahaan potensi pajak air permukaan dan air berat yang perlu digarap serius.
Estimasi perolehan pajaknya bisa mencapai ratusan miliar.
PT SGC dan PT Bukit Asam
Diantara
164 perusahaan yang berpotensi membayar pajak air permukaan dan air berat itu
adalah PT Sugar Group Companies (SGC) dan PT Bukit Asam.
“Sejumlah
perusahaan besar telah kami datangi untuk pengecekan langsung di lapangan,
termasuk SGC dan Bukit Asam. Mereka memang benar-benar menggunakan air
permukaan, tapi belum jadi wajib pajak,” kata Derry Martha Saputra sebagaimana
dikutip dari instagram, Sabtu
(5/7/2025) malam.
Lalu
apa yang dikerjakan Bapenda saat ini terkait potensi PAP dan air berat di 164
perusahaan itu? Derry mengaku, langkah Bapenda saat ini adalah mengkaji
penggunaan, menghitung potensi, dan semua dilakukan demi meningkatkan PAD untuk
pembangunan Lampung.
Seperti
diketahui, pajak air permukaan (PAP) adalah pajak atas pengambilan dan atau
pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada
permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di
darat.
Pajak
air permukaan (PAP) semula bernama Pajak Pengambilan Permanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan (PPPABTAP) berdasarkan UU Nomor: 34 Tahun 2000.
Berdasarkan UU Nomor: 28 Tahun 2009, PPPABTAP dipecah menjadi 2 jenis pajak,
yaitu pajak air permukaan dan pajak air bawah tanah. PAP dimasukkan sebagai
pajak provinsi, sedangkan pajak air bawah tanah menjadi pajak kabupaten/kota.
Bagaimana
realisasi PAP selama ini bagi pengisi pundi-pundi pendapatan Pemprov Lampung?
Harus diakui, relatif masih sangat kecil. Pada tahun anggaran 2019 silam
misalnya, perolehannya hanya di angka Rp 3.828.897.057. Tahun 2020 mengalami
peningkatan, menjadi Rp 5.091.629.070.
Pada
tahun anggaran 2023, PAP yang didapat Pemprov Lampung cukup besar, yaitu Rp
9.476.899.565. Tetapi, tahun 2024 kemarin turun sebanyak Rp 554.199.298. Dengan
demikian perolehan PAP di angka Rp 8.922.700.267 saja.
Mengapa
terjadi penurunan perolehan PAP demikian besar? Menurut Gubernur Rahmat Mirzani
Djausal sebagaimana diungkapkan dalam Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Provinsi Lampung TA 2024, tidak lain karena curah hujan pada tahun 2024 lebih
tinggi dibandingkan tahun 2023, sehingga wajib pajak air permukaan terbantu
dengan pemanfaatan air hujan, terutama wajib pajak yang bergerak di sektor
perkebunan, pertanian, dan industri.
Meski
demikian, pada tahun 2024 lalu tercatat adanya penambahan wajib pajak air
permukaan, yaitu PT Adikarya Gemilang (Lampung Tengah), PT Selaras Citra Jaya
(Lampung Timur), dan Budi Strarch Sakti Jaya (Tulang Bawang Barat). Selama ini
yang telah telah membayar pajak air permukaan sebanyak 85 perusahaan.
Walau
hanya menangguk perolehan PAP sebanyak Rp 8.922.700.267 pada tahun 2024, namun
pendapatan tersebut telah melebihi target, yang dianggarkan sebesar Rp
7.750.000.000. (kgm-1/inilampung)