![]() |
Bos PT SGC , Gunawan Yusuf (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM -- Tiada yang mengira bahwa kisah “masa lampau” yang akhirnya bisa membuat PT SGC gonjang-ganjing dan kini 2 bos besarnya: Purwanti Lee alias Ny Lee dan Gunawan Yusuf “terduduk”.
Semua berawal dari nyanyian Zarof Ricar, mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung yang tanpa segan berpraktik bak makelar kasus (markus). Ia mengaku ketika menjadi saksi mahkota di Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan bahwa pernah menerima uang suap Rp 50 miliar dan Rp 20 miliar dari SGC melalui salah salah seorang pemiliknya bernama Ny Lee.
Urusannya? Sengketa perdata dengan Marubeni Corporation. SGC tidak mau membayar utang Marubeni sebesar Rp 7 triliun.
Skandal suap Rp 70 miliar SGC ini langsung menuai perhatian dari Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi dan 28 April lalu melaporkannya ke Jamwas Kejagung.
Mengutip mediapublik.co, diungkapkan bahwa terdapat meeting of minds antara Zarof Ricar sebagai perantara hakim agung penerima suap dengan SGC selaku pemberi yang ingin perkara perdatanya menang melawan Marubeni ditingkat kasasi dan PK. Agar dapat lolos dari kewajiban pembayaran ganti rugi Rp 7 Triliun kepada Marubeni Corporation.
Ronald Loblobly, Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, Sabtu 10 Mei 2025, membeberkan, peristiwa ini bentuk kejahatan yang serius, yang memiliki motif dan mens rea ingin “mengamankan” pemberi suap termasuk SGC, dan melindungi hakim agung pemutus perkara, sebagai pemangku jabatan yang dapat membuat putusan yang menjadi tujuan akhir pemberian uang tersebut.
Jurus Ngemplang Utang
Kasusnya sendiri, menurut temuan Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, bermula ketika Gunawan Yusuf dkk melalui PT Garuda Panca Artha (GPA) pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang PT Sugar Group Companies(SGC) —aset milik Salim Group— yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya (as is), senilai Rp 1,161 triliun.
Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk GPA Dkk telah diberitahu segala kondisi dari SGC tentang aktiva, pasiva, utang, dan piutangnya. SGC yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang Rp 7 triliun kepada Marubeni Corporation (MC), yang secara hukum menjadi tanggung jawab Gunawan Yusuf Dkk selaku pemegang saham baru SGC.
Namun, Gunawan Yusuf menolak membayar,dengan dalih utang SGC kepada MC Rp 7 triliunitu hasil rekayasa bersama antara Salim Group (SG) dengan MC. Guna mensiasati agar dapat ngemplang utang Rp 7 triliun itu, dibangun dalil yang diduga palsu, yang pada pokoknya menyatakan utang itu hasil rekayasa bersama antara SG dengan MC, sebagaimana dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf Dkk melalui PT SI, PT IP, PT GPM, PT IDE, dan PT GPA menggugat MC Dkk melalui PN Kotabumi dan PNGunung Sugih, teregister dalam perkara No: 12/Pdt.G/2006/PN/GS dan No:04/Pdt.G/2006/PN.KB.
Diujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No: 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No: 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht).
Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa bersama antara SGC dengan Marubeni Corporation (MC) tidak mengadung unsur kebenaran. Terbukti, pinjaman kredit luar negeri itu sudah dilaporkan ke BI dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (SIL) dan tahun 1996 (ILP) sampai dengan tahun 2001. Adanya rekayasa ini –uniknya- justru dibantah sendiri oleh Gunawan Yusuf melalui kuasa hukumnya berdasarkan bukti surat tertanggal 21 Februari 2003, yang pada pokoknya menyatakan ingin menyelesaikan kewajiban pembayaran utang dan bersedia melakukan pembahasan sehubungan dengan rencana pemangkasan sebagian hutang (haircut).
Ketidakbenaran tuduhan rekayasa diperkuat dengan bukti surat tertanggal 12 Maret 2003, yang pada pokoknya Gunawan Yusuf menawarkan untuk menyelesaikan kewajibannya dengan menerbitkan promissory note senilai USD 19 juta. Berdasarkan 2 putusan kasasi tersebut, pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC senilai Rp 7 triliun.
Buat Gugatan Baru
Tetapi, Gunawan Yusuf tetap tidak menyerah. Terhadap putusan kasasi No: 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No: 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, ia memang tidak melakukan upaya hukum peninjauan kembali. Namun lebih memilih mendaftarkan 4 gugatan baru secara sekaligus —memanfaatkan azas ius curia novit– sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU No: 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.
Dalam 4 gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No: 2447 K/Pdt/2009 dan No: 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht). SGC sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat aksesoris sebagaimana perkara-perkara SGC melawan MC, yakni:
(1).No: 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst,
(2).No:373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst,
(3) No:470/Pdt.G/2010/Jkt.Pst, dan
(4) No: 18/Pdt.G/2010/Jkt.Pst dan No: 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, No:142/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, danNo:232/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, yang diduga berlanjut pada pada perkara kasasi dan PK.
Sebagaimana putusan
(1) No: 1696 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015,
(2) No: 1362 PK/PDT/2024, No: 1700 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015,
(3) No: 1697 K/Pdt, tanggal 14 Desember 2015,
(4) No: 1699 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015,
(5) No: 1698 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015. Kelima perkara kasasi tersebut, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agung, Soltoni Mohdally.
Lalu terdapat upaya hukum peninjauan kembali, terkait SGC melawan MC, sebagaimana putusan
(1) PK I No: 1363 PK/Pdt/2018 dan
(2) Putusan PK I No: 1364 PK/Pdt/2024. Kedua perkara PK tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Agung, Suharto. Dan putusan peninjauan kembali
(1) PK I No: 144 PK/Pdt/2018, tanggal 27 April 2018,
(2) PK I No:818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019,
(3) PK I No: 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019,
(4) Putusan PK II No: 697 PK/Pdt/2018, tanggal 8 Oktober 2018. Keempat perkara PK tersebut, dipimpin Majelis Hakim, Sunarto yang kini menjadi Ketua Mahkamah Agung RI yang dikenal dekat dengan Zarof Ricar.
Menurut Ronald, total nilai uang suap SGCminimal sebesar Rp 200 miliar, sebagaimana bukti catatan tertulis yang ditemukan penyidik saat menggeledah kediaman Zarof Ricar, antara lain “Titipan Lisa“, “Untuk Ronal Tannur:1466/Pid.2024”, “Pak Kuatkan PN”, dan “Pelunasan Perkara Sugar Group Rp 200 milyar”.
Gegara uang suap ini pula diduga telah menyebabkan Hakim Agung Syamsul Maarif yang memutus Perkara SGC-MC No: 1362 PK/PDT/2024 rela melanggar pasal 17 UU No: 48 tentang Kekuasaan Kehakiman, karena pernah mengadili perkara yang berkaitan sebelumnya.
Seharusnya Hakim Agung Syamsul Maarif mundur sebagai pemeriksa perkara No. 1362 PK/PDT/2024. Namun alih-alih mundur, ia malah tetap memutus perkara hanya dalam tempo 29 hari, padahal tebal berkas perkara membutuhkan waktu minimal 4 bulan untuk membacanya.
Siapa Gunawan Yusuf?
Gunawan Yusuf pemegang saham SGC, pernah tercatat orang terkaya ke-44 di Indonesia versi Majalah Globe Asia, lahir di Jakarta tanggal 6 Juni 1954, pernah menjadi terlapor dalam kasus penipuan dan TPPU di Bareskrim Polri pada 20 April 2004, atas nama pelapor Toh Keng Siong yang melakukan penempatan dana ke PT Makindo milik Gunawan Yusuf sebesar UUD 126 juta tahun 1999.
Penanganannya dilakukan oleh Dittipideksus Bareskrim Polri hingga tahun 2018 lalu berujung SP3. Polisi tidak melanjutkan penyidikan kendati Toh Keng Siong memenangkan gugatan pra pradilan sebagaimana putusan Pra Pradilan No:33/Pid.Prap/2012/PN/JKT.SEL tanggal 19 Oktober 2012. Gunawan Yusuf selaku pemilik PT Makindo Tbk pernah pula tersangkut dalam kasus pajak senilai Rp 494 miliar. (kgm-1/inilampung)