![]() |
Sekda Pemprov Lampung, Marindo Kurniawan (ist/inilampung) |
INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Hari Kamis (24/7/2025) ini, Gubernur Rahmat Mirzani Djausal membuka rapat koordinasi program pemberantasan korupsi tahun 2025 Pemprov Lampung bertempat di Ruang Sakai Sambayan Kantor Gubernur di Telukbetung.
Pada rakor ini, Gubernur Mirza memberikan arahan dan penekanan terkait dengan gerakan pemberantasan korupsi di lingkungan Pemprov Lampung.
Rakor program pemberantasan korupsi ini diikuti beberapa pejabat penting di lingkungan Pemprov Lampung, seperti Sekda Marindo Kurniawan, Inspektur Bayana, Kadis PM & PTPS Intizam, Kadis BMBK M. Taufiqullah, Kadis PSDA Budhi Darmawan, Kadis Dikbud Thomas Amirico, Kadis PKP & CK Thomas Edwin, Karo Pengadaan Barang dan Jasa, Plt Kepala BPKAD Nurul Fajri, dan Plt Dirut RSUDAM Imam Ghozali.
Sebelumnya, saat memberi briefing jajaran pejabat eselon II dan III Pemprov Lampung di Balai Keratun, pekan lalu, Gubernur Mirza telah menegaskan perlunya semua pimpinan OPD merubah citra Pemprov Lampung dengan meminimalisir praktik-praktik terindikasi korupsi. Khususnya pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Bapenda, Dinas PM & PTSP, Dinas BMBK, Dinas PSDA, dan Dinas PKP & CK.
Tampak sangat nyata, Gubernur Mirza ingin segera mewujudkan Provinsi Lampung keluar dari 10 besar provinsi terkorup di Indonesia.
4 Tahun 151 Kasus
Seperti diketahui, hingga tahun 2024 lalu Provinsi Lampung masuk dalam 10 besar provinsi terbanyak kasus korupsinya di Indonesia. Mengacu data dari Direktori Putusan Tipikor Mahkamah Agung RI, dari tahun 2020 hingga 2024 telah terjadi 151 kasus korupsi yang melilit aparatur pemerintah berbagai tingkatan di Provinsi Lampung, dengan nilai kerugian negara tidak kurang dari Rp 207.593.412.073,19.
Dan Kabupaten Lampung Timur sepanjang 4 tahun lalu merupakan yang terbanyak terjadi tindak pidana korupsi, yaitu 21 kasus dengan kerugian negara sebesar Rp 3.287.914.315,75.
Urutan ke-2 aparatur pemerintah terkorup di Provinsi Lampung terjadi di lingkungan Pemkab Lampung Utara (Lampura). Di kabupaten yang kini dipimpin Hamartoni Ahadis itu, sepanjang tahun 2020 hingga 2024 telah terjadi 19 kasus korupsi, dengan kerugian negara senilai Rp 88.131.402.135,62. Dan merupakan kerugian uang negara terbesar di Provinsi Lampung dalam kurun waktu 4 tahun belakang.
Kota Bandarlampung menempati urutan ke-3, dengan 15 kasus korupsi dan kerugian negara Rp 57.058.100.047,43. Peringkat ke-4 sebagai wilayah terkorup adalah Kabupaten Way Kanan, dengan 13 kasus dan kerugian negara mencapai Rp 8.161.480.963,99.
Posisi wilayah terkorup ke-5 adalah Kabupaten Pesawaran, dengan 12 kasus dan kerugian negara Rp 5.655.144.020,00. Kabupaten Tanggamus di peringkat ke-6, juga dengan jumlah sama, yaitu 12 kasus korupsi dan kerugian negara sebanyak Rp 5.405.775.629,00.
Kabupaten Tulang Bawang (Tuba) dengan 10 kasus dan kerugian negara Rp 11.958.937.442,25 di peringkat ke-7 sebagai wilayah terkorup di Lampung. Posisi ke-8 adalah Kabupaten Mesuji dengan 9 kasus, dan merugikan keuangan negara sebanyak Rp 6.614.144.616,00.
Posisi ke-9 sebagai wilayah terkorup di Lampung era tahun 2020 hingga 2024 adalah Kabupaten Lampung Selatan (Lamsel). Juga dengan 9 kasus, jumlah kerugian negara di angka Rp 5.288.262.554,27.
Sementara, posisi ke-10 sebagai wilayah terkorup adalah Kabupaten Lampung Tengah (Lamteng), dengan 8 kasus, dan telah merugikan negara sebanyak Rp 7.120.833.264,58.
Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar) menempati posisi ke-11, dengan 6 kasus dan membuat kerugian negara sebesar Rp 2.725.449.503,00. Dan Kabupaten Lampung Barat (Lambar) berada di peringkat ke-12, dengan 5 kasus serta telah merugikan keuangan negara Rp 1.499.329.204,00.
Sedangkan 3 wilayah lainnya sama-sama memiliki 4 kasus. Yaitu Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) dengan kerugian negara Rp 1.905.455.175,00, Kabupaten Pringsewu dengan kerugian negara Rp 1.734.710.984,00, dan Kota Metro dengan kerugian negara Rp 1.046.472.218,28.
Sektor Infrastruktur Mendominasi
Masih mengacu pada data Direktori Putusan Tipikor Mahkamah Agung RI, jenis korupsi di lingkungan aparatur pemerintah di semua tingkatan di Provinsi Lampung dari tahun 2020 hingga 2024 sebanyak 151 kasus tersebut terdiri dari: 132 kasus praktik merugikan keuangan negara (87,4%), 10 kasus gratifikasi (6,6%), 7 kasus pemerasan (4,6%), dan 2 kasus penggelapan dalam jabatan (1,3%).
Lalu sektor apa saja yang menjadi biang maraknya praktik korupsi selama tahun 2020 hingga 2024 itu? Ini perinciannya:
1. Sektor Desa. 69 Kasus. Kerugian Negara Rp 28.209.962.636,16.
2. Sektor Infrastruktur. 23 Kasus. Kerugian Negara Rp 108.777.371.800,94.
3. Sektor Kesehatan. 13 Kasus. Kerugian Negara Rp 8.049.865.912,00.
4. Sektor Pendidikan. 11 Kasus. Kerugian Negara Rp 23.133.153.019,51.
5. Sektor Administrasi Umum Pemerintah. 10 Kasus. Kerugian Negara Rp 10.412.775.283,00.
6. Sektor Sosial. 7 Kasus. Kerugian Negara Rp 1.176.472.950,00.
7. Sektor Pertanian. 4 Kasus. Kerugian Negara Rp 8.555.545.802,58.
8. Sektor BUMN – Perbankan. 3 Kasus. Kerugian Negara Rp 3.201.513.770,00.
9. Sektor Fiskal. 3 Kasus. Kerugian Negara Rp 3.895.628.504,00.
10. Sektor BUMD. 2 Kasus. Kerugian Negara Rp 5.192.343.474,00.
11. Sektor BUMDes. 2 Kasus. Kerugian Negara Rp 1.109.916.742,00.
12. Sektor Lain-Lain. 4 Kasus. Kerugian Negara Rp 5.878.862.179,00. (kgm-1/inilampung)