INILAMPUNG.COM, Bandad Lampung -- Buku puisi "Menungguku Tiba" karya Isbedy Stiawan ZS telah beredar sejak awal Juli 2025.
"Tepatnya saya menerimanya sore ini dari percetakan," ujar Isbedy pada Jumat, 4 Juli 2025 sore.
Dikatakan Isbedy, buku yang diterima belum seluruhnya karena lebih banyak dicetak di Yogyakarta.
Buku puisi ketiga yang diluncurkan pada tahun 2025 ini diterbitkan oleh Lampung Literature. Desain sampul dan tata letak dikerjakan oleh Chanda Aria Wicaksono, sementara lukisan sampul dibuat oleh Ibnu Wahyudi, seorang dosen, penyair, dan pelukis.
Isbedy mengakui penerbitan dengan Lampung Literature berkat dukungan Devin Nodestyo sebagai owner penerbit. "Di sini saya berterima kasih kepada Devin karena dukungannya."
Menurut Isbedy, buku ini telah dipesan oleh pembaca setia puisi-puisinya di Jakarta dan Cirebon.
"Pemesan pertama adalah Ibu Lilafitri Aly. Ia telah memesan 2 eksemplar," tambah Isbedy. Selanjutnya, Hafidz Azka dari Cirebon juga memesan 1 eksemplar.
Kemudian dari Bandung, Ganjar Kurnia yang memesan 3 eksemplar.
Isbedy meyakini bahwa buku puisinya ini akan diminati oleh peminat sastra lainnya.
"Biasanya kampus Universitas Muhammadiyah Kotabumi (UMKO) Lampung memesan banyak untuk mata kuliah Puisi. Kebetulan pengajarnya adalah penyair Djuhardi Basri," ujar Paus Sastra Lampung yang disematkan oleh HB Jassin ini.
Buku yang ditangani oleh Lukman Hakim untuk memeriksa aksara ini didedikasikan kepada keluarga Isbedy, yaitu Fitri Angraini (istri) dan keenam anaknya: Mardiah Novriza, Arza Setiawan, Rio Fauzul, Chairunnisa, Robbi Fadillah, dan Dzafira Adelia Putri Isbedy.
Dalam pengantar buku ini, Isbedy menyebut beberapa nama yang telah mendukung proses kreatifnya.
Ia juga menekankan bahwa puisi ditulis bukan hanya untuk dinikmati sendiri oleh penyairnya, melainkan harus dinikmati oleh banyak orang.
Setelah puisi lahir, ia menjadi milik publik yang dapat dibaca, dinikmati, dan diapresiasi oleh banyak orang sebagai pengalaman bersama.
"Seperti usiaku, aku merasakan ternyata daun-daun di pohon itu akhirnya menguning. Kurasakan duniaku semakin sunyi, kian sepi. Namun, kuyakin ini kesunyian dalam keriuhan—dalam riuh ada sepi, dalam kesunyian sekaligus pula merasakan riuh—yang tidak semua orang dapat diberi 'anugerah' tersebut," ucapnya.(kgm3/inilampung)