Cari Berita

Breaking News

Menyingkap Dugaan Korupsi Pengadaan Sistem Peringatan Dini

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Selasa, 29 Juli 2025

 

Proyek pengadaan sistem peringatan dini bencana atau Early Warning System (EWS) Provinsi Lampung (ist/inilampung)

(Bagian IV)


Atas berbagai persoalan yang melilit proyek pengadaan peralatan sistem peringatan dini senilai Rp 5.824.000.000 itu, PT IVE mengaku siap sedia melanjutkan pekerjaannya hingga seluruh perangkat EWS berfungsi optimal sesuai dengan isi kontrak yang ditandatanganinya.


Namun, PT IVE tetap diwajibkan membayar denda atas keterlambatan pekerjaannya. Nilainya lumayan besar: Rp 703.309.585,49. Atas kewajiban itu, pelaksana pengadaan EWS yang sarat masalah itu baru menyetorkan ke kas daerah pada tanggal 20 Mei 2025 lalu sebesar Rp 35.000.000 saja. Hingga saat ini, belum ada tambahan lagi.


Artinya, perusahaan yang disebut-sebut “dipakai” oleh oknum anggota DPRD Lampung untuk proyek EWS ini masih memiliki tanggungan kewajiban Rp 668.309.585,49 lagi yang harus disetorkan ke kas daerah Pemprov Lampung.


Dan kini, tanggung jawab pengembalian uang rakyat Lampung ke kas daerah itu berada di pundak Kepala BPBD Lampung. Ia harus mempunyai “keberanian” untuk mendesak PT IVE –meski kabar yang beredar di-back up oknum anggota DPRD Lampung- untuk secepatnya mengembalikan kekurangan atas denda keterlambatan pekerjaannya.


Karena jika tidak, melampaui 60 hari setelah dipublishnya LHP BPK, aparat penegak hukum (APH) bisa segera melakukan penyelidikan. Dan bila hal tersebut sampai terjadi, maka uang Rp 668.309.585,49 milik Pemprov Lampung akan kembali mengendap.


Menurut penelusuran, terungkapnya kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan sistem peringatan dini atas potensi bencana itu telah membuat PT IVE kelimpungan. Pasalnya, ditengarai pelaksana kegiatan ini hanya menjadi “sapi perah” oknum DPRD Lampung, sementara ia sendiri kini menghadapi persoalan yang cukup rumit.


Selain itu, harga peralatan sistem peringatan dini yang dilakukan oleh PT IVE amat sangat tidak wajar. Mengapa demikian? Pada jenis proyek yang sama dengan kualitas yang lebih baik –dan langsung berfungsi secara maksimal- di Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta, per-item peralatan lengkapnya hingga berfungsi sesuai ketentuan, hanya menghabiskan anggaran Rp 65.000.000.


Sedangkan di Lampung yang ditangani PT IVE per-item tidak kurang digelontorkan anggaran Rp 93.000.000. Artinya, terdapat selisih biaya setiap item pekerjaan sebanyak Rp 28.000.000. Dari selisih ini saja: Rp 28.000.000 x 62 unit EWS didapat angka Rp 1.716.000.000. Itulah mark up harga yang diduga kuat telah menjadi bancakan berbagai pihak terkait proyek tersebut.


Benarkah proyes EWS ini sesungguhnya “titipan” oknum DPRD Lampung ke BPBD? Kabar yang berkembang memang demikian. Namun, baik Kepala BPBD Lampung, Rudy Syawal Sugiarto, maupun oknum Dewan yang namanya disebut-sebut, belum berhasil dimintai penjelasan.


Terlepas dari itu, adanya kewajiban PT IVE mengembalikan denda keterlambatan atas pekerjaannya sebanyak Rp 668.309.585,49 harus terus dikawal. Sebab, sudah terlampau lama mayoritas program Pemprov Lampung menjadi ajang bancakan berbagai pihak terkait. Dan mengenai dugaan mark up harga peralatan sistem peringatan dini hingga Rp 1.716.000.000, biarlah APH yang melanjutkan penelisikannya.


Yang pasti, masyarakat Lampung yang tinggal di kawasan rawan bencana harus tetap waspada. Karena sarana peringatan dini yang seharusnya sudah terpasang dan berfungsi, justru menjadi ajang praktik dugaan korupsi dan kolusi. Menyedihkan memang, namun inilah fakta yang harus sama-sama diketahui oleh seluruh masyarakat. (habis/kgm-1/inilampung)

LIPSUS