![]() |
Hasbullah |
Dr. Hasbullah, M.Pd.I
Dalam kehidupan beragama, kita sering kali terjebak pada pemahaman bahwa ibadah hanyalah urusan ritual pribadi antara manusia dan Allah SWT. Sehingga beragama itu terletak pada Shalat, Puasa, Zakat, ataupun Haji yang sering kali dipahami semata-mata sebagai kewajiban spiritual yang terputus dan diputus dari realitas sosial. Padahal, jika dipahami lebih mendalam ajaran Islam, bahwa ibadah bukan hanya soal menjalankan dengan baik dan benar tata cara, melainkan juga bagaimana ibadah itu memberi dan menghadirkan dampak positif pada kehidupan, baik itu secara pribadi maupun masyarakat. Seberanya inilah pesan penting yang terus digemakan oleh KH. Ahmad Dahlan di awal berdirinya Muhammadiyah yaitu amal ibadah harus berdampak.
Oleh karen itu, Muhammadiyah hadir bukan hanya sebagai gerakan Islam dan dakwah saja, tetapi menjadi pelopor transformasi sosial agar terwujud kebaikan kehidupan. Di tangan KH. Ahmad Dahlan, ajaran Islam tidak berhenti di mimbar pengajian dan lingkaran kajian, tetapi diterjemahkan menjadi amal nyata (amal saleh) yang menyentuh aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kemanusiaan. maka dalam padangan Muhammadiyah, Ibadah bukan sekadar hubungan vertikal dengan Allah SWT, tetapi juga terlihat dari hubungan horizontal yang manfaatnya akan di rasakan oleh alam semesta.
Maka, konsep amal saleh dalam Muhammadiyah bukan sekadar aktivitas ibadah ritual saja, melainkan segala perbuatan yang membawa kebaikan dan kemaslahatan yang bersifat berkelanjutan. Oleh karena itu, tidak heran jika Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang madiri dalam mendirikan ribuan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, hingga perguruan tinggi. Semua itu merupakan bentuk nyata dari ibadah yang berdampak. Bagi Muhammadiyah mendirikan sekolah adalah ibadah, merawat orang sakit adalah ibadah, mengelola ekonomi umat dengan baik adalah ibadah. Dengan catatan, selama semua itu diniatkan karena Allah dan membawa manfaat serta kebaikan secara bersama, dan hal itu menjadi amal ibadah yang mencerahkan dan menggembirakan.
Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah sebagai sebuah filosofi yang sangat relevan di tengah keadaan masyarakat modern yang sedang menghadapi tantangan yang makin kompleks. Tantangan berupa kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, akses kesehatan yang minim, krisisi moralitas, hingga bencana kemanusiaan. Dari sini Muhammadiyah mengajarkan bahwa jawaban atas semua itu, bukan hanya doa dan pengajian, akan tetapi aksi nyata yang berdampak dan berkelanjutan. Sebagaimana kita ketahui doa itu penting, tapi harus dibarengi dengan kerja. Shalat itu merupakan tiang agama, tapi harus di buktikan dengan amal sosial.
Sebagaimana gerakan filantropi Muhammadiyah, merupakan contoh nyata dari artikulasi ibadah dalam konteks sosial kemanusiaan. Lembaga Zakat Infaq Sadaqah Muhammadiyah (Lazismu), mengelola dana umat untuk membantu pendidikan anak miskin, pembinaan keumatan, bantuan kebencanaan, dan berbagai kegiatan sosial lainnya. Itu semua merupakan bentuk dari ibadah sosial, yang harus terus di jalan sebagaimana jalannya ibadah ritual. Oleh karena itu, Kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia merupakan jalan ibadah yang hakiki.
Bagi Muhammadiyah, semangat tajdid atau pembaruan mendorong umat untuk terus berpikir kritis dan kreatif dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama. Sehingga amal ibadah tidak boleh mandek hanya pada rutinitas yang mengukur wajib dan sunah, halal dan haram. Ajaran Islam harus bertransformasi dalam kehidupan menjadi energi yang mampu melakukan perubahan hidup manusia agar jauh lebih baik dan bermanfaat. Salat yang benar akan membentuk pribadi jujur. Puasa yang benar akan melatih empati sosial. Zakat yang benar akan memberdayakan ekonomi umat. Semua itu hanya akan terjadi jika ibadah dilakukan dengan kesadaran dan niat untuk memberi dampak.
Begitu juga kita dapat melihat dan merasakan, kader-kader Muhammadiyah terus bergerak serta berkarya dalam berbagai sektor kehidupan. Semua yang dilakukan hanya ingin mewujudkan nilai-nilai keislaman yang sebenar-benarnya. Kader Muhammadiyah tidak hanya menjadi tokoh agama, tokoh umat, akan tetapi juga akademisi, dokter, guru, relawan kemanusiaan, pengusaha, negarawan, hingga aktivis lingkungan hidup. Ini menegaskan dan memastikan bahwa dalam persyarikatan Muhammadiyah, beribadah tak harus di masjid tetapi juga di ruang kelas, rumah sakit, ladang, sawah, perusahan bahkan di panggung sosial dan politik.
Muktamar ke 48 memutuskan satu naskah yang sangat penting dalam konsep Islam dalam pandangan Muhammadiyah yaitu Risalah Islam Berkemajuan. Dalam Islam yang berkemajuan, memberikan catatan penting bahwa harus menjadikan sumber inspirasi untuk membangun peradaban kehidupan. Haedar Nasir, menyampiakan bahwa “Islam yang berkemajuan memancarkan pencerahan bagi kehidupan. Islam yang berkemajuan dan melahirkan pencerahan secara teologis merupakan refleksi dari nilai-nilai transendensi, liberasi, emansipasi, dan humanisasi sebagaimana terkandung dalam pesan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 104 dan 110 yang menjadi inspirasi kelahiran Muhammadiyah.”
Padangan Muhammadiyah tentang Islam sangat istimewa, karena ibadah bagi Muhammadiyah tidak hanya menjadi kegiatan formalitas sebagai orang Islam dan beriman, akan tetapi harus menjadi kekuatan transformatif, menyampikan sebuah perubahan yang dapat dirasakan langsung untuk kehidupan manusia. Maka, jika seseorang yang mengerjakan Shalat lima waktu, Puasa Ramadhan dan ibadah Maghdho lainnya akan tetapi masih abai dan tidak peduli dengan ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan penderitaan sosial, maka ibadahnya belum sepenuhnya berdampak.
Menurut seorang tokoh Muhamamdiyah, Muhammad Izzul Muslimin menyampaikan bahwa Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah adalah gerakan yang berorientasi pada kemajuan umat dan bangsa, berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang universal dan kontekstual. Lebih lanjut mengatakan bahwa Islam berkemajuan itu menekankan pentingnya Muhammadiyah untuk terus berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat, serta peran aktif dalam konteks kebangsaan dan keumatan.
Oleh karena itu, kehadiran Muhammadiyah dalam berbagai kehidupan ingin menjadikan umat Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Menyampaikan Islam yang tidak hanya berhenti dalam kata dan ritual saja, akan tetapi hadir menjadi sebuah karya nyata. Amal ibadah yang berdampak adalah gambaran dari bentuk Islam yang membumi, yang bisa dirasakan kebaikannya, kebenarnya dan manfaatnya oleh siapa pun, tanpa melihat suku, agama, bangsa ataupun status sosial.(*)
Dr. Hasbullah, M.Pd.I
Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Wakil Ketua Majelis Dikdasmen & PNF PWM Lampung