Cari Berita

Breaking News

Pemprov Siapkan Koordinasi Pencegahan Korupsi

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Rabu, 16 Juli 2025

 

Provinsi Lampung Masuk 10 Besar Provinsi dengan Kasus Korupsi Terbanyak di Indonesia (ist/inilampung)

INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Posisi Provinsi Lampung sebagai daerah yang masuk 10 besar provinsi terkorup di Indonesia pada tahun 2024 lalu, menjadi perhatian serius Gubernur Rahmat Mirzani Djausal dan Wagub Jihan Nurlela. 


Itu sebabnya pada hari Rabu (16/7/2025) ini, pukul 15.00 Wib, Pemprov Lampung menggelar rapat persiapan koordinasi pencegahan korupsi terintegritas di Ruang Rapat Asisten Administrasi Umum, di Kantor Gubernur Lampung di Telukbetung.


Mengingat seriusnya koordinasi pencegahan korupsi terintegritas tersebut, rapat yang dipimpin Asisten Administrasi Umum Sulpakar itu diikuti oleh beberapa petinggi Pemprov Lampung.


Mulai dari Inspektur Bayana, Kepala Bapenda Slamet Riadi, Kepala Dinas PSDA Budhi Darmawan, Kepala Disdikbud Thomas Amirico, Kepala Dinas PKP & CK Thomas Edwin, Kadis Penanaman Modal & PTSP Intizam, Kadis Kominfotik Ganjar Jationo, Karo Pengadaan Barang dan Jasa, Karo Umum, Plt Direktur RSUDAM Imam Ghozali, Plt Karo Adpim Fiter Rahmawan, hingga pejabat administrator Dinas BMBK.


Seperti diketahui, saat membeberkan Laporan Eksekutif Daerah (LED) Smester II Tahun 2024 tanggal 24 Maret 2025 lalu, di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur, Kepala BPKP Perwakilan Provinsi Lampung, Nina Ulina Kartika Sari Nasution, mengungkap fakta bahwa sejak tahun 2020 hingga 2024 telah terjadi kasus korupsi di lingkungan pemerintah daerah se-Lampung sebanyak 151 kasus dengan kerugian negara totalnya mencapai angka Rp 207.593.412.071,19. Hal tersebut menjadikan posisi Provinsi Lampung dalam 10 daerah terkorup di Indonesia.


Mengapa bisa hingga ada 151 kasus korupsi yang terjadi dalam 4 tahun terakhir? Tidak lain, menurut Kepala BPKP, karena pengendalian yang lemah. Ada 4 poin hasil pengawasan BPKP terkait maraknya kasus korupsi ini, yaitu:


1. Pengendalian korupsi pada pemerintah daerah tidak memadai. Pengendalian korupsi tidak efektif pada asesmen dan mitigasi risiko korupsi, WBS, dukungan sumber daya, dan dukungan seperangkat sistem anti korupsi.


2. APIP lemah dalam mendeteksi dan merespon fraud. Hal ini karena keterbatasan kompetensi auditor dalam melakukan pengawasan keinvestigasian. Menimbulkan risiko rendahnya kemampuan mendeteksi atau merespon keterjadian fraud.


3. Pengelolaan kas dan aset buruk, desa rawan korupsi. Dalam hal pengelolaan keuangan, banyak desa yang terlalu bergantung pada keputusan kepala desa, sehingga mekanisme check and balance terhadap wewenang kepala desa berjalan tidak efektif.  


4. Tata kelola BUMD yang lemah. Kurangnya kualitas tata kelola menjadi faktor utama meningkatnya risiko korupsi di BUMD Provinsi Lampung. Praktik Cood Corporate Covernance(CCC) masih jarang diterapkan, terutama pada BUMD aneka usaha dan jasa air.  

LIPSUS