Cari Berita

Breaking News

Sudah Dapat UP Besar, 5 Kepala UPTD Bapenda Masih Mainkan Uang BBM

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Rabu, 23 Juli 2025

 

Ilustrasi: mobil dinas isi BBM di SPBU (ist/inilampung)

INILAMPUNG.COM, Bandarlampung - Tampaknya Slamet Riadi selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Lampung tidak hanya dituntut berpikir dan membangun semangat ekstra luar biasa jajarannya untuk terus mengembangkan potensi-potensi pendapatan guna membiayai beragam program Gubernur Rahmat Mirzani Djausal. Tetapi juga mendisiplinkan “tangan-tangan utamanya” dalam menggunakan anggaran.


Diketahui, “tangan-tangan utama” Kepala Bapenda adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pendapatan, yang jumlahnya 15 orang dan tersebar di seluruh wilayah Provinsi Lampung. Tentu, para Kepala UPTD Pendapatan itu per-triwulan menerima insentif atas pemungutan pajak atau upah pungut (UP) yang lumayan besar, yaitu antara Rp 80 sampai Rp 120 juta. Diestimasikan dalam 1 tahun menjabat, setidaknya memperoleh tambahan pendapatan tidak kurang dari Rp 500 juta.


Namun jangan disangka para Kepala UPTD Pendapatan dengan perolehan upah pungut (UP) minimal Rp 100 juta setiap 3 bulan itu, tidak mau lagi dengan “uang kecil”. Buktinya, BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung menemukan fakta ada 5 dari 15 Kepala UPTD Pendapatan yang masih memainkan alias menilep uang Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kendaraan dinas yang dipakainya.


Benarkah demikian? Begitulah yang diungkap BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dalam LHP Atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2024, Nomor: 17A/LHP/XVIII.BLP/05/2025, tanggal 22 Mei 2025.


Untuk diketahui, pada UPTD Pendapatan Bapenda Lampung, hanya Kepala UPTD yang difasilitasi kendaraan dinas alias randis. Dengan demikian, hanya mereka juga yang memperoleh BBM dari kantornya. Bapenda menggunakan dua pola dalam mekanisme pengeluaran atas belanja BBM, yakni melalui voucher BBM dan tanpa menggunakan voucher BBM.


Pertanggungjawaban penggunaan BBM tanpa menggunakan voucher, polanya adalah pemegang randis membeli BBM di SPBU dengan menggunakan uang pribadi yang kemudian bukti bayarnya (struk/nota/bon) diserahkan kepada Sekretaris PPTK untuk dilakukan reimbursement ke Bendahara Pengeluaran.


Berdasarkan pengujian struk serta konfirmasi tim BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung kepada pengawas dan admin SPBU di wilayah Kota Metro, Pringsewu, Pesawaran, Lampung Selatan, dan Lampung Timur, sebesar Rp 167.056.258, pihak SPBU menyatakan bahwa struk pada SPJ 5 UPTD Pendapatan itu bukan berasal dari SPBU-SPBU terkait.


Atas temuan di lapangan ini, tim BPK mengkonfirmasi Sekretaris PPTK Bapenda Lampung dan pemegang kendaraan. Hasilnya? Mereka mengakui bahwa struk yang dijadikan sebagai SPJ memang tidak sesuai dengan nota yang dikeluarkan SPBU. Diduga kuat telah terjadi praktik pemalsuan nota SPBU.


Ironisnya lagi, sampai dengan pemeriksaan tim BPK berakhir, para pemegang atau pemakai randis UPTD Pendapatan Bapenda Lampung itu tidak dapat memberikan informasi yang menjelaskan penggunaan BBM untuk masing-masing randisnya secara wajar.


Hasil perhitungan BPK atas penggunaan BBM pada randis roda 4 berdasarkan jarak tempuh wilayah operasional UPTD Pendapatan menunjukkan bahwa biaya pemakaian BBM yang sewajarnya adalah Rp 84.396.600. Dengan demikian, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 82.659.658.


Siapa saja 5 Kepala UPTD Pendapatan Bapenda Lampung yang masih memainkan uang BBM meski telah rutin mendapatkan upah pungut Rp 100-an juta per-3 bulan itu? Berikut datanya berdasarkan LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 17A/LHP/XVIII.BLP/05/2025 tanggal 22 Mei 2025:


1. Kepala UPTD V Lampung Timur. Didalam SPJ penggunaan BBM tercatat Rp 68.384.050. Hasil pemeriksaan BPK riilnya Rp 44.787.600. Terdapat selisih Rp 23.596.450.


2. Kepala UPTD III Metro. Didalam SPJ penggunaan BBM tercatat Rp 32.448.600. Hasil pemeriksaan BPK riilnya Rp 6.075.000. Selisihnya Rp 26.373.600.


3. Kepala UPTD II Lampung Selatan. Didalam SPJ penggunaan BBM tercatat Rp 23.023.608. Hasil pemeriksaan BPK riilnya Rp 8.910.000. Terdapat selisih Rp 14.113.608.


4. Kepala UPTD VII Pringsewu. Didalam SPJ penggunaan BBM tercatat Rp 36.000.000. Hasil pemeriksaan BPK riilnya Rp 24.624.000. Terjadi selisih Rp 11.376.000.


5. Kepala UPTD VIII Pesawaran. Didalam SPJ penggunaan BBM tercatat Rp 7.200.000. Dan senilai itulah selisihnya.


Setelah permainan uang BBM itu menjadi temuan BPK, pada 19 Mei 2025 lalu Kepala UPTD III Metro melakukan penyetoran ke kas daerah sebesar Rp 10.000.000 dari kewajibannya mengembalikan Rp 26.373.600 atau masih tersisa Rp 16.373.600 lagi, dan Kepala UPTD VIII Pesawaran mengembalikan ke kas daerah Rp 4.000.000 dari kewajiban Rp 7.200.000, masih ada sisa kewajiban Rp 3.200.000.


Sedangkan 3 Kepala UPTD Pendapatan lainnya sama sekali tidak menyetorkan uang BBM yang dimainkannya ke kas daerah hingga 22 Mei 2025 saat LHP BPK dipublish. Dengan demikian, hingga saat ini dana BBM yang masih menjadi tanggung jawab para pimpinan UPTD tersebut sebanyak Rp 68.659.658.


Menurut sumber di Bapenda Lampung, Rabu (23/7/2025) malam, sudah biasa aksi menilep uang BBM semacam ini dimainkan di lingkungan instansi tersebut. Bila menjadi temuan BPK, akan dikembalikan secara mencicil. Yaitu dengan memotong upah pungut yang mereka terima.


“Tapi kalau Kepala Bapenda tidak mem-pressure para pelanggar penggunaan anggaran semacam ini, mereka yang mestinya mulangin, sok tidak tahu aja. Atau sekadar mengembalikan, dan tidak sesuai jumlah seharusnya,” kata sumber itu.


Lalu apa yang akan dilakukan Kepala Bapenda Lampung, Slamet Riadi, atas perilaku “tangan-tangan utamanya” yang masih memainkan uang BBM masuk ke kantong pribadinya ini? Sampai berita ditayangkan, belum didapat penjelasan dari yang bersangkutan. (kgm-1/inilampung)

LIPSUS