Oleh, Hasbullah
Tulisan ini berawal dari perhelatan Lembaga Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menggelar Regional Meeting se-Sumatera Bagian Selatan pada Jumat–Ahad, 8–10 Agustus 2025, di Kalirejo, Lampung Tengah. Kegiatan ini mengusung tema "Digital Kuat, Cabang-Ranting Masjid Hebat", sebuah gagasan yang relevan dengan tuntutan zaman, di mana kemajuan organisasi dan dakwah memerlukan penguatan kapasitas digital sekaligus pengokohan basis jamaah di cabang, ranting, dan masjid. Sebagai kader Muhammadiyah, tema yang tertulis jelas ini langsung memantik pikiran saya untuk mengabadikan melalui tulisan.
Di tengah derasnya arus perubahan teknologi, tema tersebut bukan sekadar slogan untuk menghiasi spanduk, melainkan panggilan zaman. Cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah berada di garis depan dakwah. Mereka adalah ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan umat, mengelola masjid, menggerakkan jamaah, dan merancang kegiatan pemberdayaan. Jika titik terdepan ini mampu menguasai teknologi digital, maka dampaknya akan terasa hingga ke akar-akar masyarakat.
Subangsih pemikiran yang lahir dari forum ini diharapkan menjadi pemantik kemajuan cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah. Pemikiran tersebut tidak boleh berhenti pada tataran wacana, melainkan harus diterjemahkan ke dalam karya nyata dan langkah-langkah praktis. Penguatan sistem informasi organisasi, pelatihan literasi digital bagi pengurus dan jamaah, pengelolaan masjid berbasis manajemen modern, hingga pengembangan program dakwah kreatif yang menjangkau generasi muda adalah contoh konkret yang bisa segera dijalankan.
Keberhasilan cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah ke depan akan sangat ditentukan oleh kemampuan adaptasi terhadap perubahan zaman, tanpa kehilangan jati diri dan nilai-nilai Islam berkemajuan. Dengan semangat Digital Kuat, Cabang-Ranting Masjid Hebat, Muhammadiyah di akar rumput dapat menjadi lebih responsif, produktif, dan memberi kemaslahatan nyata bagi umat dan bangsa.
Mengapa Digitalisasi Menjadi Keniscayaan?
Kita hidup di era ketika gawai dan jaringan internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Anak-anak belajar melalui video daring, pedagang memasarkan barang lewat media sosial, bahkan aktivitas ibadah pun kini sering disiarkan secara langsung. Dakwah pun mengalami pergeseran: dari mimbar masjid ke layar ponsel, dari ceramah tatap muka ke konten video yang viral di media sosial.
Namun, perubahan ini bukan tanpa risiko. Ruang digital juga menjadi medan perebutan narasi, tempat informasi benar dan salah bercampur. Di sinilah cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah perlu hadir secara aktif. Kehadiran ini bukan hanya untuk meramaikan, tetapi untuk memandu umat, menyajikan informasi dan dakwah yang mencerahkan, sekaligus menjadi teladan pengelolaan organisasi yang transparan dan profesional.
Bagi Muhammadiyah, digitalisasi bukan sekadar mengikuti tren, melainkan sarana strategis untuk mengelola data jamaah dan aset secara rapi, akurat, dan mudah diakses; menyiarkan dakwah agar menjangkau lebih luas, cepat, dan tepat sasaran; meningkatkan literasi digital umat, khususnya generasi muda sebagai penerus dakwah berkemajuan; serta mendorong kemandirian ekonomi melalui pemasaran produk jamaah dan pengelolaan dana secara modern, transparan, dan berkelanjutan.
Digital dan Masjid, Dua Sisi yang Harus Menyatu
Sejak dahulu, masjid Muhammadiyah menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial yang mengikat persaudaraan umat. Di era digital, peran ini bisa diperluas tanpa menghilangkan fungsi utamanya sebagai tempat ibadah. Masjid tidak hanya menjadi tempat shalat dan kajian, tetapi juga bisa bertransformasi menjadi pusat layanan umat berbasis teknologi.
Bayangkan jika setiap masjid Muhammadiyah memiliki sistem administrasi digital yang memuat data jamaah, laporan keuangan, dan jadwal kegiatan secara transparan. Ada juga platform zakat, infaq, dan sedekah daring yang aman dan mudah diakses. Tim media dakwah aktif memproduksi konten kajian, berita kegiatan, dan edukasi keagamaan. Bahkan, ada program pemberdayaan ekonomi digital, seperti toko online produk jamaah atau pelatihan wirausaha berbasis internet.
Dengan pengelolaan seperti ini, masjid akan hidup sepanjang waktu, bukan hanya saat adzan berkumandang. Kegiatannya mampu merangkul jamaah lintas usia dan generasi, menghubungkan yang muda dengan yang tua, serta yang di kampung dengan yang di perantauan. Masjid akan menjadi ruang yang dinamis, memadukan spiritualitas dengan inovasi. Integrasi digital dan masjid bukan sekadar tambahan, tetapi kebutuhan strategis agar masjid tetap menjadi pusat peradaban umat di masa kini dan masa depan.
Dari Wacana ke Aksi: Penguatan Digital Cabang-Ranting dan Masjid Muhammadiyah
Agar gagasan penguatan digital tidak berhenti di tataran wacana, diperlukan peta jalan yang realistis dan berkesinambungan. Saya menawarkan kerangka empat tahap yang dapat dijalankan secara sistematis. Pertama, tahap Fondasi (0–6 bulan), difokuskan pada penyiapan infrastruktur dan sumber daya manusia. Langkah yang perlu dilakukan meliputi pemetaan kebutuhan teknologi di setiap cabang, ranting, dan masjid; penyediaan akses internet dan perangkat dasar seperti komputer atau tablet; serta pelatihan literasi digital bagi pengurus. Dengan demikian, seluruh cabang dan ranting akan memiliki akses teknologi minimal dan pengurus yang memahami dasar-dasar digital.
Kedua, tahap Penguatan (6–12 bulan), yakni membangun sistem dan konten. Ini mencakup pembuatan database jamaah, inventaris masjid, dan administrasi digital; pembentukan tim kreatif untuk memproduksi konten dakwah rutin; serta standarisasi identitas digital, termasuk logo, desain, dan gaya komunikasi media sosial. Hasilnya, cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah memiliki sistem informasi yang berjalan baik, konten dakwah konsisten, dan citra digital yang terjaga.
Ketiga, tahap Ekspansi (1–2 tahun), yaitu mengembangkan layanan dan pemberdayaan umat. Langkah ini meliputi penyediaan layanan zakat, infak, dan konsultasi agama secara daring; penyelenggaraan pelatihan wirausaha digital bagi jamaah; serta pembangunan marketplace atau toko online untuk produk jamaah. Dengan demikian, masjid Muhammadiyah dapat menjadi pusat layanan umat sekaligus pusat ekonomi berbasis digital.
Keempat, tahap Kemandirian (2–3 tahun), bertujuan memastikan keberlanjutan dan inovasi. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengembangkan aplikasi mobile masjid yang memuat seluruh layanan dan informasi; melakukan monetisasi konten dakwah untuk mendukung keuangan masjid; serta menjalin kemitraan strategis dengan Amal Usaha Muhammadiyah, pemerintah, dan komunitas lokal. Melalui empat tahap ini, diharapkan lahir cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah yang mandiri secara teknologi dan finansial, sekaligus mampu menjadi pusat dakwah dan pemberdayaan umat di era digital.
Tantangan yang Perlu Diantisipasi
Sebagaimana kita fahami bersama, tidak ada perubahan besar yang datang tanpa hambatan. Ada beberapa tantangan yang harus kita sadari dan pahami sejak awal. Pertama, keterbatasan anggaran, sebab teknologi memerlukan investasi awal yang tidak sedikit. Kedua, kesenjangan literasi digital, karena tidak semua pengurus dan jamaah akrab dengan penggunaan teknologi. Ketiga, resistensi terhadap perubahan, di mana sebagian pihak merasa cara lama sudah cukup efektif. Keempat, keamanan data, yang memerlukan sistem kuat untuk melindungi informasi jamaah dari potensi penyalahgunaan.
Namun, tantangan ini bukan alasan untuk berhenti. Justru di baliknya tersimpan peluang besar yang patut dimanfaatkan. Generasi muda Muhammadiyah siap menjadi motor penggerak digitalisasi, didukung oleh jaringan Persyarikatan yang luas sebagai wadah saling belajar dan bertukar pengalaman. Selain itu, teknologi kini semakin terjangkau, memberikan kesempatan bagi setiap lini untuk beradaptasi dan berkembang tanpa harus terbebani oleh biaya yang terlalu tinggi.
Mengubah Tantangan Menjadi Peluang
Solusi dapat dimulai dengan langkah-langkah kecil namun konsisten yang menggerakkan seluruh elemen Persyarikatan. Pertama, libatkan generasi muda sebagai pengelola media dan teknologi, karena mereka memiliki keterampilan digital yang mumpuni dan semangat inovasi tinggi. Kedua, manfaatkan platform gratis dan open-source untuk menekan biaya, sehingga anggaran yang terbatas tidak menjadi penghalang. Ketiga, bangun budaya belajar bersama dan saling mengajari antar pengurus, agar kesenjangan literasi digital dapat diatasi secara bertahap. Keempat, mulai dari satu atau dua program digital yang sederhana, lalu kembangkan secara bertahap sesuai kapasitas dan kebutuhan.
Dengan strategi ini, perubahan tidak terasa memaksa, melainkan tumbuh secara alami dan berkelanjutan. Setiap keberhasilan kecil akan menjadi motivasi untuk melangkah lebih jauh, membentuk ekosistem digital yang kuat di lingkungan Muhammadiyah. Tantangan pun perlahan akan berubah menjadi peluang besar untuk memperkuat dakwah, memperluas jangkauan, dan memantapkan peran Persyarikatan di era teknologi.
Dari Kata ke Karya
Cabang, ranting, dan masjid Muhammadiyah yang kuat adalah pondasi bagi kokohnya Persyarikatan. Kekuatan ini hanya akan terwujud jika kita mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan ruh perjuangan yang telah diwariskan para pendahulu. Digitalisasi dakwah bukan sekadar proyek teknologi, tetapi bagian dari ikhtiar memakmurkan masjid, menghidupkan ranting, dan memberdayakan jamaah secara berkelanjutan. Dengan semangat “Digital Kuat, Cabang-Ranting Masjid Hebat”, kita dapat melangkah dari kata ke karya, dari wacana ke aksi nyata yang terasa manfaatnya di tengah masyarakat.
Sejarah tidak akan diukir oleh mereka yang hanya berbicara, tetapi oleh mereka yang berani bertindak. Maka, mari kita mulai langkah ini dari ranting-ranting kecil yang menjadi titik awal kekuatan dakwah, hingga menjulang menjadi pohon Muhammadiyah yang kokoh dan menaungi umat dengan teduhnya dakwah berkemajuan. Setiap klik, unggahan, dan interaksi digital bisa menjadi amal jariyah yang menyambung keberkahan. Inilah momentum kita untuk menjadikan teknologi sebagai alat perjuangan, bukan sekadar tontonan, agar Persyarikatan tetap relevan dan berdaya di tengah arus zaman.(*)
Oleh, Hasbullah
Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Wakil Ketua Majelis Dikdasmen & PNF PWM Lampung