-->
Cari Berita

Breaking News

DPRD Habiskan Ratusan Juta, Raperda Jangan Asal Bentuk

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Minggu, 24 Agustus 2025

DR. Dedy Hermawan

INILAMPUNGCOM --- DPRD Lampung membahas 16 rancangan peraturan daerah (raperda) di tahun 2025 --sesuai  Keputusan DPRD Nomor: 11/DPRD.LPG/III.01/2025, ditandatangani Ketua DPRD Ahmad Giri Akbar tanggal 30 Juni 2025.  Pembentukan Perda hendaknya tidak menjadikan wakil rakyat sekadar “kejar target” karenanya asal membahas saja.

Jadi sebaiknya bagaimana? Berikut petikan wawancara khusus inilampung.com dengan akademisi Fisip Unila Dr. Dedy Hermawan, Sabtu (23/8/2025) malam

Ketua DPRD Lampung telah menetapkan 16 raperda akan dibahas di tahun 2025 ini, menurut Anda, raperda apa yang urgent dibahas?
DPRD harus melakukan klasifikasi dengan jelas dan kemudian dikemukakan ke publik terkait rencana pengusulan 16 raperda ini. 

Mengapa harus begitu?
Karena semuanya harus jelas. Jangan asal bahas raperda saja. Harus dikemukakan ke publik mana usulan raperda yang statusnya perintah undang-undang, mana yang perlu direvisi mendesak, mana yang menjadi kebutuhan aktual dan mendesak dari daerah dan masyarakat.

Pentingkah hal itu dilakukan DPRD?
Ya penting dong. Agar 16 raperda memiliki landasan legitimasi yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan tidak sekadar menambah daftar panjang kumpulan perda di website Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Pemprov Lampung saja. Apalagi pembahasan raperda itu dilakukan ditengah kebijakan efisiensi anggaran.

Konteksnya pembahasan raperda dengan era efisiensi apa?
Jelas keterkaitannya, kan pembahasan raperda juga perlu anggaran yang tidak sedikit. Karenanya, pengusulan raperda harus benar-benar didasarkan akan pertimbangan efisiensi dan skala prioritas.

Anda optimis 16 raperda selesai di 2025 ini?
Mencermati saat ini sudah dipertengahan tahun 2025 dan agenda-agenda DPRD tidak hanya melakukan pembahasan raperda, maka dapat diperkirakan 16 raperda ini tidak akan selesai di tahun ini.

Belum lagi perlu ditelaah apakah sudah ada kajian akademiknya atau belum ya, apakah kajian semacam itu memang perlu?
Iya, itu dia. Memang, secara normatif setiap raperda umumnya harus disertakan dengan kajian akademik. Tim kajian layak dilakukan oleh lembaga dan personil pengkaji yang memiliki kompetensi dibidang hukum dan kebijakan publik serta para pakar dibidang yang menjadi fokus materi raperda, seperti kalangan perguruan tinggi dengan para pakar hukum, kebijakan, dan pakar lainnya sesuai kebutuhan tiap materi yang diatur didalamnya.

Menurut Anda, raperda yang layak jadi prioritas pembahasannya seperti apa?
Perlu sama-sama dipahami bahwa raperda merupakan kebijakan pemerintah daerah dalam rangka mengatur dan menyelesaikan masalah-masalah publik di daerah, seperti masalah kemiskinan, infrastruktur, pengangguran, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Oleh karena itu, usulan raperda harus disertai analisis kebutuhan kebijakan, bukan sekadar rutinitas, bukan sekadar kebutuhan formal organisasi, tapi karena kebutuhan nyata daerah dan masyarakat.

Dari 16 raperda yang ada, yang urgent untuk dibahas apa saja?
Ada beberapa usul raperda yang mendesak sesuai aspirasi masyarakat, seperti perlindungan dan pemberdayaan petani di Provinsi Lampung, pengelolaan dan penyelenggaraan mutu pendidikan, dan pembangunan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. Selain itu sepertinya masih perlu diperjelas dan dievaluasi dari aspek kebutuhan dan implementasinya selama ini. 

Maksudnya..?
Jangan sampai pemerintah hanya fokus memproduksi perda yang banyak, tapi gagal dalam pelaksanaannya.

Bagaimana dengan adanya asumsi di masyarakat bahwa 1 perda menghabiskan anggaran Rp 500 juta?
Asumsi ini perlu ditinjau kembali. DPRD perlu melakukan efisiensi. Kemudian disampaikan ke publik seluruh item anggaran, kenapa menghabiskan Rp 500 juta sebagai bentuk pelaksanaan prinsip transparansi kepada masyarakat. DPRD harus peka dengan kondisi ekonomi masyarakat, jangan sampai anggaran mengalami pemborosan. (kgm-1/inilampung)

LIPSUS