Cari Berita

Breaking News

Narasi Sesat dan Pengaburan Fakta dalam Penegakan Hukum terhadap Sugar Group Companies

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Senin, 04 Agustus 2025

M.Farycho. Insert: Gunawan Yusuf, dan Purwanti Lee 


Oleh: M. Farycho Abung

 Ditengah upaya masyarakat dan kalangan akademik untuk mendorong penegakan hukum atas dugaan pelanggaran agraria dan lingkungan oleh Sugar Group Companies (SGC), justru muncul suara-suara yang menyesatkan arah perjuangan.

Salah satunya adalah pernyataan Umar Ahmad, yang diduga dalam beberapa forum publik justru menunjukkan keberpihakan kepada korporasi raksasa, ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat yang telah lama menjadi korban ketimpangan agraria di Lampung.

Penulis sebagai mahasiswa Universitas Lampung, menyampaikan penolakan tegas terhadap narasi-narasi yang dibangun oleh Umar Ahmad diduga cenderung menyesatkan, tidak berdasar, dan berpotensi menghalangi jalannya penegakan hukum. 

Di saat DPRD Tulang Bawang melalui Pansus tahun 2017 telah mengungkap banyak kejanggalan yang melibatkan SGC mulai dari potensi pelanggaran HGU, penyerobotan tanah rakyat, hingga kontribusi minim terhadap kesejahteraan lokal, Umar Ahmad justru mereduksi persoalan tersebut menjadi seolah-olah hanya sentimen politik semata.

Padahal, tidak sedikit data empiris dan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keberadaan SGC telah menyebabkan konflik berkepanjangan di berbagai wilayah,m di Tulang Bawang. Hasil penelitian dosen-dosen Universitas Lampung dalam kajian "Konflik Perkebunan Lahan: Mengungkap Perjuangan Rakyat Melawan Kooptasi Tanah HGU Sugar Group Companies" menjadi bukti akademik bahwa korporasi ini tidak hanya mengambil alih ruang hidup masyarakat, tetapi juga menggerus kedaulatan atas tanah yang menjadi hak rakyat.

Namun, alih-alih mendukung transparansi dan evaluasi hukum terhadap praktik-praktik tersebut, Umar Ahmad diduga tampil sebagai pengabur realitas. Ia mencoba menggiring opini publik bahwa kritik terhadap SGC adalah bentuk politisasi, padahal sesungguhnya yang terjadi adalah proses panjang perjuangan warga dan lembaga hukum untuk menegakkan konstitusi dan keadilan sosial.

Pernyataan-pernyataan Umar Ahmad diduga juga menunjukkan betapa elite politik kerap menjadi tameng bagi kepentingan modal besar. Ketika masyarakat sipil, organisasi advokasi, dan bahkan institusi negara seperti DPRD sudah mengambil langkah kritis, justru muncul aktor-aktor yang mencoba mengkerdilkan makna dari perjuangan tersebut. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip demokrasi dan keadilan sosial yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap warga negara terlebih oleh mereka yang pernah atau sedang berada dalam kekuasaan.

Kami menolak segala bentuk pembelokan wacana yang berpotensi membungkam kebenaran. Penegakan hukum terhadap Sugar Group Companies bukan soal politik, melainkan mandat konstitusi. Negara tidak boleh tunduk pada kekuatan modal. Sudah cukup lama rakyat kecil menjadi korban. Sudah terlalu banyak kriminalisasi terhadap petani, pejuang agraria, dan pembela HAM yang berdiri di barisan terdepan membela hak atas tanah dan lingkungan hidup yang lestari.
Narasi-narasi seperti yang dibangun Umar Ahmad diduga bukan hanya sesat, tapi juga berbahaya. Ia mengaburkan fakta, melanggengkan ketimpangan, dan berisiko melemahkan legitimasi tuntutan rakyat. Inilah saatnya publik membuka mata dan menyadari bahwa perjuangan agraria adalah perjuangan semua, bukan hanya petani, bukan hanya mahasiswa, tapi juga seluruh warga negara yang peduli terhadap keadilan dan keberlanjutan lingkungan.

Saya mengajak seluruh elemen masyarakat, mahasiswa, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk tidak diam. Kita harus bersuara lantang melawan narasi-narasi palsu yang menghambat penegakan hukum dan memperpanjang penderitaan rakyat. Lawan segala bentuk kooptasi dan pembelokan sejarah oleh mereka yang memilih berdiri di sisi kekuasaan, bukan kebenaran.


M. Farycho Abung
Mahasiswa Fisip Universitas Lampung

LIPSUS