Cari Berita

Breaking News

Perlindungan Anak di Era Digital

Dibaca : 0
 
Editor: Rizal
Rabu, 06 Agustus 2025

 



Oleh, Nurhasanah, M.Psi., Psikolog


Di tengah kemajuan teknologi yang kian pesat, anak-anak kita tumbuh dalam dunia yang sangat berbeda dibanding generasi sebelumnya. Dunia digital kini hadir di genggaman mereka sejak usia dini melalui gawai, televisi, media sosial, dan internet. Akses terhadap berbagai bentuk informasi dan hiburan menjadi sangat mudah dan instan. Anak-anak belajar mengeksplorasi dunia, bahkan sebelum mereka mampu membaca buku atau menulis dengan lancar. Mereka menyerap konten visual dan audio dari berbagai platform tanpa batas ruang dan waktu. Dalam banyak hal, teknologi digital telah membuka pintu baru bagi kreativitas, pendidikan, dan pengembangan bakat anak yang sebelumnya tidak terbayangkan.


Namun di balik berbagai manfaat tersebut, dunia digital juga menyimpan potensi ancaman serius bagi tumbuh kembang anak jika tidak diiringi dengan pendampingan yang memadai. Tanpa pengawasan, anak-anak rentan terpapar konten yang tidak sesuai usia, mengalami kecanduan layar, serta menjadi korban perundungan daring (cyberbullying) maupun eksploitasi digital. Gangguan pada kesehatan mental, keterlambatan perkembangan sosial, dan menurunnya kualitas interaksi dalam keluarga menjadi isu yang semakin sering muncul. Oleh karena itu, era digital menuntut peran aktif orang tua dan lingkungan sekitar dalam mengarahkan dan melindungi anak, bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara emosional dan digital.


Realitas Digital Anak Zaman Sekarang

Di era saat ini, tidak sedikit anak yang sudah mahir menggunakan gawai bahkan sebelum mereka mampu membaca dan menulis dengan lancar. Teknologi menjadi bagian dari keseharian mereka sejak usia dini dari sekadar menonton YouTube, memainkan game online, hingga mengakses berbagai platform media sosial. Akses ini sering kali tidak disertai dengan pemahaman yang cukup atau pengawasan yang ketat dari orang tua. Akibatnya, anak-anak terpapar pada berbagai konten yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan mereka, mulai dari kekerasan, pornografi, hingga kecanduan game online. Bahkan, anak-anak kini berada dalam risiko nyata menjadi korban cyberbullying maupun predator digital yang memanfaatkan keluguan mereka.


Lebih jauh, dampak penggunaan gawai dan internet secara berlebihan telah banyak diteliti dan terbukti menimbulkan berbagai masalah serius. Studi menunjukkan bahwa paparan layar yang berlebihan dapat memengaruhi perkembangan otak anak, khususnya dalam hal perhatian, memori, dan pengambilan keputusan. Selain itu, kemampuan sosial anak juga terdampak karena kurangnya interaksi langsung dengan teman sebaya dan lingkungan sekitar. Secara fisik, anak-anak cenderung kurang bergerak, mengalami gangguan tidur, dan lebih mudah mengalami kelelahan mental. Mereka pun sering kali lebih cepat marah, sulit berkonsentrasi, dan kehilangan minat terhadap permainan aktif yang dulu menjadi bagian penting dari masa kecil.


Kondisi ini menunjukkan bahwa dunia digital bukanlah ruang yang netral bagi anak-anak, melainkan ruang yang memerlukan kontrol, pendampingan, dan penanaman nilai sejak dini. Tanpa bimbingan dari orang tua dan lingkungan, anak akan tumbuh dalam realitas virtual yang tidak sepenuhnya aman. Mereka belajar dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang kita nasehatkan. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami dinamika kehidupan digital anak dan mengambil peran aktif dalam membentuk pengalaman digital yang sehat, edukatif, dan penuh makna.


Tanggung Jawab Bersama: Orang Tua dan Masyarakat

Perlindungan anak di era digital merupakan tanggung jawab kolektif yang tidak dapat dibebankan hanya kepada pemerintah atau institusi pendidikan. Justru, orang tua memegang peran paling penting sebagai garda terdepan dalam membentuk karakter dan kebiasaan digital anak. Di tengah derasnya arus informasi dan godaan digital yang tak terbendung, kehadiran orang tua bukan sekadar fisik, tetapi juga emosional dan edukatif. Peran ini tidak dimaksudkan untuk melarang anak sepenuhnya dari teknologi, melainkan membimbing mereka agar menjadi pengguna digital yang bijak dan bertanggung jawab.


Untuk itu, orang tua perlu mengambil langkah konkret dalam mendampingi kehidupan digital anak. Di antaranya adalah dengan membatasi waktu layar sesuai usia anak dan memastikan bahwa aktivitas fisik, interaksi sosial langsung, serta waktu tidur tetap menjadi prioritas. Selain itu, penggunaan fitur parental control pada gawai dan aplikasi menjadi alat penting untuk memfilter konten yang tidak sesuai dengan perkembangan anak. Orang tua juga harus aktif menjalin komunikasi dua arah dengan anak bertanya dan mendengarkan tentang apa yang mereka tonton, mainkan, atau alami di dunia maya. Pendekatan yang terbuka dan tidak menghakimi akan membuat anak merasa nyaman berbagi dan lebih terbuka terhadap arahan.


Tak kalah penting, orang tua harus menjadi teladan digital bagi anak-anaknya. Anak belajar lebih banyak dari perilaku orang tua dibandingkan dari nasihat verbal semata. Oleh karena itu, jika orang tua menginginkan anak mengurangi ketergantungan terhadap gawai, maka mereka pun harus menunjukkan sikap yang serupa. Membuat zona bebas gawai di rumah, seperti saat makan bersama, waktu belajar, dan menjelang tidur, merupakan langkah kecil namun bermakna untuk menyeimbangkan kehidupan digital dan nyata. Di sinilah masyarakat, sekolah, dan komunitas juga bisa berperan mendukung orang tua melalui edukasi digital parenting dan ruang diskusi bersama, agar anak-anak tumbuh dalam ekosistem yang sehat dan kolaboratif.


Keseimbangan Digital, peran sekolah dan komunitas

Perlindungan anak di era digital bukan berarti menjauhkan mereka sepenuhnya dari teknologi. Justru sebaliknya, tantangan zaman ini menuntut agar anak-anak dibekali dengan kemampuan untuk hidup berdampingan dengan teknologi secara sehat dan bertanggung jawab. Mereka perlu memahami bahwa gawai, internet, dan media sosial hanyalah alat bukan tujuan hidup. Oleh karena itu, penting bagi anak-anak untuk memiliki literasi digital yang kuat, keterampilan berpikir kritis, dan fondasi nilai moral yang kokoh. Bekal ini akan menjadi tameng mereka agar tidak mudah terjerumus dalam sisi gelap dunia maya seperti informasi palsu, konten kekerasan, perundungan daring, atau manipulasi digital.


Dalam upaya ini, sekolah dan komunitas memegang peran yang sangat penting. Sekolah tidak hanya bertugas mengajar materi akademik, tetapi juga harus menjadi ruang pembelajaran sosial dan etika, termasuk etika digital. Kurikulum yang adaptif terhadap perkembangan teknologi perlu disertai dengan program-program pendampingan seperti literasi media, diskusi tentang keamanan digital, hingga pelatihan guru dalam mengenali dan menangani masalah anak di ranah digital. Komunitas baik itu lingkungan tempat tinggal, organisasi keagamaan, maupun lembaga sosial juga perlu aktif menyelenggarakan kegiatan edukatif seperti seminar parenting dan diskusi publik, sehingga orang tua dan anak sama-sama tercerahkan dalam menghadapi era digital.

Sering kali, ketika anak menghadapi masalah di dunia digital, mereka bukan menjadi korban karena “nakal” atau “bandel”, melainkan karena kurangnya pendampingan yang konsisten dari lingkungan terdekat. Anak-anak membutuhkan perhatian yang hangat, ruang aman untuk bercerita, dan hubungan emosional yang kuat dengan orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya. Ketika anak merasa diabaikan atau tidak didengar, mereka akan mencari pelarian di dunia digital yang justru bisa menjerumuskan. Oleh sebab itu, membangun ekosistem digital yang sehat harus dimulai dari rumah, diperkuat di sekolah, dan dijaga secara kolektif oleh masyarakat.  


Di era digital, mendidik anak tidak cukup hanya dengan nasihat dan larangan semata. Orang tua dan pendidik dituntut untuk memiliki pemahaman yang mendalam, empati yang kuat, serta keterampilan baru dalam menghadapi dinamika perkembangan teknologi. Perlindungan anak di zaman ini bukan sekadar membatasi akses terhadap gawai atau internet, tetapi membekali mereka dengan daya tahan mental, kecakapan literasi digital, dan kecerdasan moral agar mampu menjelajahi dunia maya dengan aman, bijak, dan bertanggung jawab. Anak adalah amanah yang harus dijaga dengan sepenuh hati, sementara dunia digital adalah medan baru yang penuh peluang sekaligus tantangan. Maka, mari kita hadir bagi anak-anak kita bukan hanya untuk melindungi mereka dari bahaya yang terlihat, tetapi juga dari ancaman virtual yang tak kasat mata, dengan kasih sayang, pendampingan, dan keteladanan yang konsisten.(*)


Nurhasanah, M.Psi., Psikolog

Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Psikolog di Insight Consulting 

LIPSUS