-->
Cari Berita

Breaking News

RSUDAM Bebas Tugaskan Dokter Jual Beli Alat Medis

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Jumat, 22 Agustus 2025

Plt Wakil Direktur Keperawatan, Pelayanan dan Penunjang Medik RSUDAM, dr. Yusmaidi, dalam konperensi pers yang digelar Jum’at (22/8/2025) pagi


INILAMPUNG.COM, Bandarlampung  - Akhirnya manajemen RSUDAM Bandarlampung berani bersikap tegas. Dr. Billy Rosan yang terbukti memperjualbelikan alat medis kepada keluarga pasien –transfer ke rekening pribadinya senilai Rp 8.000.000 melalui Bank Lampung- mulai Jum’at (22/8/2025) hari ini dibebastugaskan dari memberi layanan.


Hal itu diungkapkan Plt Wakil Direktur Keperawatan, Pelayanan dan Penunjang Medik RSUDAM, dr. Yusmaidi, dalam konperensi pers yang digelar Jum’at (22/8/2025) pagi.


Pada konperensi pers tanpa diikuti Direktur Utama RSUDAM, dr. Imam Ghozali, itu dr. Billy Rosan yag dikenal sebagai dokter spesialis bedah anak, juga hadir. Selain dr. Yusmaidi, tampak pula dalam acara tersebut Irban Pembantu Wilayah 5 Inspektorat Provinsi Lampung Sahat Paulus Naipospos, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung Nur Rakhman Yusuf, dan Kabid Hukum RSUDAM Ahmad Sapri.


Terkait dengan adanya bukti jual beli alat medis yang dilakukan dr. Billy Rosan terhadap keluarga pasien, Yusmaidi menegaskan bahwa tidak ada pungutan apapun bagi pasien BPJS di RSUDAM, karena semuanya telah dicover BPJS.


Karena itulah, apa yang dilakukan dokter spesialis bedah anak terhadap keluarga pasien Alesha Erina Putri –yang meninggal dunia pada Selasa (19/8/2025) lalu- merupakan pelanggaran. Dan dr. Billy Rosan pun dibebastugaskan dari kegiatannya memberi pelayanan.


Hanya sekadar pembebastugasan sajakah terhadap dokter yang senyatanya memperjualbelikan alat medis dengan memanfaatkan kondisi keluarga pasien yang sedang panik dan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan itu? Dalam konperensi pers RSUDAM memang hanya sebatas itulah sanksi yang diberikan.


Seperti diketahui, pasien bayi Alesha, putri pertama pasangan Sandi Saputra (27) dan Nida Usofie (23), warga Way Urang, Kalianda, Lamsel, dirujuk ke RSUDAM pada 9 Juli 2025. Kemudian pada 19 Juli dilakukan rontgen, hasil diagnosanya hispro. Di 18 Agustus 2025 menjalani rawat inap.


Saat berkonsultasi dengan dr. Billy Rosan, Sp.BA, disarankan dua opsi. Pertama dilakukan operasi pemotongan usus dengan membuat kantung stoma agar bayi bisa buang kotoran lewat kantung stoma. Dan opsi pertama itu tidak cukup hanya satu kali operasi.


Opsi kedua yang ditawarkan dr. Billy Rosan; dengan satu kali operasi menggunakan alat medis yang tidak dicover BPJS. Pihak keluarga Sandi memilih opsi kedua. Konsekuensinya, keluarga pasien mesti membeli alat medis yang menurut dr. Billy Rosan tidak dicover BPJS itu.


Ternyata, aktivitas jual beli alat media tersebut bukan dengan pihak RSUDAM, melainkan dengan dr. Billy Rosan Sp.BA. Nilainya Rp 8.000.000. Yang ditransfer ke rekening Bank Lampung atas nama dokter bersangkutan, Billy Rosan.


Keanehan memang terjadi. Si dokter, kata Sandi, tidak mau memberitahu alat media apa yang dimaksudkan. Keluarga pasien baru diberi tahu oleh dokter itu gambar alatnya setelah melakukan transfer Rp 8.000.000 ke rekening pribadi si dokter.


Bagaimana pola dokter itu “memainkan” situasi keluarga pasien? “Waktu nyuruh beli alatnya, dia WhatsApp terus, pokoknya komunikasi intenslah. Tapi, pas kondisi anak saya terus memburuk yang bersangkutan membalas WhatsApp kami tidak seperti saat nyuruh beli alat yang harganya Rp 8.000.000 tadi. Malam di-WhatsApp, baru dibales paginya, itu pun setelah anak saya meninggal,” ucap Sandi dengan nada kecewa.


Terus terang, Sandi mempertanyakan perilaku dokter yang memperjualbelikan alat medis untuk operasi kepada pasien.


“Sebelumnya dokter itu bilang, kalau alat medis tersebut harus segera dipesan. Karena butuh proses sekitar 10 hari setelah pemesanan. Namun setelah uang ditransfer, besoknya alat medisnya langsung ada. Secepat itu datang,” jelas Sandi, mengisyaratkan jika ada “permainan” dengan memanfaatkan situasi panik keluarga pasien.


Sandi menguraikan, setelah alat medis dibelinya dengan mentransfer ke rekening dr. Billy Rosan, maka pada tanggal 19 Agustus 2025 tindakan operasi pun dilakukan terhadap si bayi.


Tahukah Sandi dan keluarganya bila alat medis seharga Rp 8.000.000 itu yang digunakan saat operasi sang bayi? Mereka mengaku tidak tahu menahu, apakah alat medis itu betul-betul dipakai atau tidak.


“Memang sempat diperlihatkan alat yang dimaksud dengan kotak yang kondisinya sudah nggak sempurna. Di bagian sudut wadah kotak tampak penyok seperti kemasan yang lama tersimpan,” ucap Sandi dan menambahkan, operasi yang dijalani bayinya berlangsung selama empat jam, yaitu mulai pukul 10.00 Wib hingga selesai sekitar pukul 14.00 Wib. (kgm-1/inilampung)

LIPSUS