![]() |
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Pesawaran Tahun 2023 (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Banyak pihak yang “mengkomplain” terhadap berita yang pernah ditayangkan inilampung.com: bila 93,10 % nafas kehidupan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pesawaran tergantung dari kucuran dana pemerintah pusat, dimana hanya 6,90% yang masuk kategori bernafas sendiri.
Alasan “protes” itu setidaknya ada tiga hal. Pertama: Karena selama 10 tahun terakhir ini berbagai penghargaan bergengsi didapat. Tidak mungkin prestasi –dan prestise- itu diraih –demikian asumsinya- bila tidak sukses besar dalam pengelolaan potensi daerah dan kemantapan keuangan.
Kedua: Tampilan para pejabatnya –utamanya bupati- yang sangat “bergengsi”. Ketiga: Tidak pernah ada “kesulitan” yang sampai ke telinga rakyat kebanyakan.
Lahirnya “komplain” itu sesuatu yang wajar. Karena memang acapkali ”tampilan lahiriyah” mengubur dalam-dalam fakta yang sesungguhnya. Agar semua pihak memahami kondisi keuangan yang sebenarnya di Pemkab Pesawaran, mari kita buka data pendapatan tahun anggaran 2024:
1. Pendapatan asli daerah (PAD) ditargetkan sebesar Rp 154.568.572.515. Tahu berapa realisasinya? Hanya Rp 88.449.173.425,29. Tahun 2023, posisi PAD Rp 88.037.737.058,67. Tahun 2022 di angka Rp 82.092.045.212,26.
2. Perincian perolehan PAD di tahun 2024 sebesar Rp 88.449.173425,29 itu terdiri dari:
A. Pajak daerah. Ditarget Rp 78.900.000.000. Realisasi hanya Rp 43.632.865.497,35 (55,30%).
B. Retribusi daerah. Ditarget Rp 7.570.835.000. Realisasi Rp 3.512.228.524 (46,39%).
C. Pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ditarget Rp 3.100.000.000. Realisasi Rp 2.277.507.547,46 (73,47%).
D. Lain-lain PAD yang sah. Ditarget Rp 64.997.737.515. Realisasi Rp 39.026.571.856,49 (60,04%).
Mengapa begitu kenyataannya? Karena selama ini para petinggi Pemkab Pesawaran (baca: TAPD) disesaki oleh pikiran –dan nafsu nan menggebu- sehingga yang muncul adalah ketidakrasionalan dalam menyusun anggaran.
Contohnya dalam penetapan target anggaran PAD di tahun 2024 saja. Dianggarkan Rp 154.568.572.515. Padahal, dalam tiga tahun terakhir PAD tidak pernah mencapai angka Rp 100.000.000.000. Bila memakai alur pikir rasional dan mempertimbangkan realisasi tahun-tahun sebelumnya, sangat tidak mungkin akan dipatok target PAD setinggi itu.
Mau bukti lagi bagaimana sub PAD yang dianggarkan penuh dengan ketidakrasionalan? Ini datanya:
1. Pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) jasa kesenian/hiburan. Dianggarkan Rp 1.000.000.000. Realisasinya hanya Rp 42.700.300 (4,27%).
2. Pajak air tanah. Ditargetkan Rp 750.000.000. Realisasi Rp 309.354.250,18 (41,25%).
3. Pajak mineral bukan logam dan batuan. Dianggarkan Rp 750.000.000. Realisasinya Rp 105.165.619,60 (14,02%).
4. Pajak BPHTB. Dianggarkan Rp 40.000.000.000. Yang terealisasi Rp 6.768.702.285 (16,92%).
5. Retribusi pelayanan pasar. Ditargetkan Rp 1.615.000.000. Realisasi Rp 678.205.126 (41,99%).
6. Hasil kerja sama daerah. Dianggarkan Rp 5.000.000.000. Realisasi Rp 129.108.000 (2,58%).
7. Jasa giro. Dianggarkan Rp 3.000.000.000. Realisasi Rp 841.005.084,33 (28,03%).
8. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah. Dianggarkan Rp 9.580.500.000. Realisasinya hanya Rp 21.150.148 (0,22%).
Dengan kondisi demikian, maka amatlah sangat wajar bila setidaknya dalam empat tahun terakhir, Pemkab Pesawaran selalu mengalami ketidakcukupan dana untuk belanja daerahnya.
Diketahui, pada tahun anggaran 2021 ketidakcukupan dana untuk belanja daerah di angka Rp 34.906.224.232,90. Tahun 2022 ketidakcukupan dana untuk belanja daerah Rp 77.712.208.635,43.
Lalu di tahun 2023 lalu ketidakcukupan dana untuk belanja daerah yang dialami Pemkab Pesawaran di angka Rp 97.368.229.895,03. Dan pada tahun 2024 kemarin, posisi ketidakcukupan dana untuk belanja daerah berada di Rp 66.110.456.107,54.
Berapa utang Pemkab Pesawaran per 31 Desember 2024 kemarin? Menurut data yang dikutip dari LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 29B/LHP/XVIII.BLP/05/2025 tanggal 23 Mei 2025, jumlahnya Rp 73.342.560.757,50. Utang tersebut merupakan kewajiban atas beban belanja tahun 2021, 2022, 2023, dan 2024 yang belum dapat dibayarkan melalui APBD tahun 2024.
Pada kondisi keuangan nan kacau-kacauan inilah terjadi alih kepemimpinan di Pemkab Pesawaran. Mampukah Bupati Nanda dan Wabup Antonius berpikir rasional dalam menyusun anggaran, ataukah “terjebak” dalam ketidakrasionalan selama 10 tahun terakhir? Biar waktu yang menjawabnya. (kgm-1/inilampung)