![]() |
| Ketegasan Gubernur Mirza jadi kunci bagi PT WR. (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Gubernur Rahmat Mirzani Djausal sudah saatnya bersikap tegas terhadap keberadaan PT Wahana Raharja (PT WR). Mengapa begitu? Karena BUMD Pemprov Lampung ini benar-benar sudah diluar akal sehat untuk dipertahankan.
Kenapa menyimpulkan soal PT WR dengan begitu ekstrem? Karena fakta membuktikan bahwa selama beberapa tahun belakangan, PT WR selalu merugi. Keuntungan di tahun 2024 kemarin pun hanya Rp 14.377.966. Amat sangat tidak sebanding dengan beban operasional di tahun yang sama di angka Rp 1.606.258.177.
Yang patut menjadi catatan, dari beban operasional Rp 1.606.258.177 tersebut, sebanyak Rp 1.306.937.693-nya merupakan beban gaji. Lalu Rp 73.393.861 beban rumah tangga, ada pula beban kantor senilai Rp 45.228.388, dan Rp 61.853.209 beban perjalanan dinas, serta ada beberapa beban lainnya.
Dalam neraca PT WR (Perseroda) tanggal 31 Desember 2024 -yang dibeberkan dalam Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Lampung Tahun 2024- terungkap jumlah liabilitas sebesar Rp 4.547.937.091, terdiri dari: utang usaha Rp 2.711.144.982, utang non usaha Rp 1.844.206.835, utang pajak Rp 32.964.726, dan utang direksi Rp 25.550.000.
Sedangkan jumlah ekuitas Rp 3.125.711.512. Bila liabilitas dan ekuitas PT WR dijumlahkan hingga 31 Desember 2024 lalu, angkanya di posisi Rp 7.673.643.603.
Yang menarik dalam Laporan Laba Rugi PT WR per 31 Desember 2024 adalah adanya pendapatan diluar usaha sebesar Rp 957.445.585. Mengapa menarik? Karena terindikasi pendapatan diluar usaha tersebut merupakan perolehan dari penjualan lahan seluas 97 hektare yang diaku milik PT WR di Desa Rejomulyo, Pasir Sakti, Lampung Timur. Diketahui, pembelinya; Muhamad Sudirman alias Sudi, mengaku telah memberi uang muka Rp 900 jutaan.
Dan sebenarnya, “hancur leburnya” kondisi PT WR itu telah diakui sendiri oleh Pemprov Lampung. Karena datanya terpampang jelas di dalam buku RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029.
Berikut data kerugian PT WR yang tertulis di dalam buku RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029:
1. Pada tahun 2018, kerugian mencapai angka Rp 2,59 miliar.
2. Tahun 2019 kerugiannya Rp 1,56 miliar.
3. Pada tahun 2020 kerugiannya mencapai Rp 2,21 miliar.
4. Di tahun 2021 naik jumlah kerugiannya menjadi Rp 2,51 miliar.
5. Pada tahun 2022 mengalami kerugian Rp 1,88 miliar.
Pada tahun 2023 lalu memang ada perbaikan, dimana bisa membukukan laba senilai Rp 75.480.913. Namun, jumlah beban operasionalnya mencapai angka Rp 1.890.101.494.
Aset Hilang 50%
Yang juga semestinya diseriusi Gubernur Mirza adalah terjadinya penurunan aset PT WR yang cukup signifikan. Bila di tahun 2019 silam nilai aset berada di angka Rp 14,86 miliar, pada tahun 2024 kemarin tinggal Rp 7,69 miliar saja. Hampir 50% aset yang hilang dalam kurun waktu lima tahun.
Adalah mustahil hilangnya aset PT WR yang merupakan BUMD Pemprov Lampung itu tidak bisa diselidiki hingga tuntas. Tinggal ada kemauan atau tidak. Bila persoalan ini saja tidak bisa diurai hingga tuntas, bagaimana alur pikirnya saat ini Pemprov Lampung sudah berencana melahirkan lima BUMD lagi, dengan estimasi modal tidak kurang dari Rp 140 miliar.
Padahal, faktanya dividen atas penyertaan modal pada BUMD aneka usaha yang dianggarkan pada tahun 2024 sebesar Rp 375.012.730.952, realisasinya hanya Rp 141.623.397.305 atau 37,76% saja.
Itu pun didapat dari akumulasi dividen yang diberikan PT Kawasan Industri Lampung –dari tahun 2008 sampai dengan 2020- sebesar Rp 743.930.952, dan akumulasi dividen yang diberikan PT Lampung Jasa Utama (LJU) sesuai Akta Risalah RUPS LB PT LJU Nomor: 3 tanggal 29 Agustus 2024 atas pengelolaan PI 10% sebesar Rp 140.879.466.353.
Karenanya, apa yang dinyatakan dalam RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029 bahwa PT WR berada dalam posisi keuangan yang sangat rapuh, hendaknya disikapi dengan serius. Bukan justru ditutup-tutupi atau dianggap sepele.
Apalagi telah ditegaskan perlunya diambil langkah-langkah strategis terkait PT WR –jika ingin dipertahankan-, yaitu:
1. Audit aset secara menyeluruh.
2. Penutupan unit usaha tidak produktif.
3. Penentuan ulang core business yang relevan dengan potensi Lampung, seperti distribusi pangan dan logistik.
4. Pemetaan ulang sumber daya manusia.
5. Eksplorasi skema kemitraan strategis dengan swasta maupun BUMD lain.
Kesimpulannya: PT WR saat ini berada dalam persimpangan antara revitalisasi atau likuidasi. Dimana tanpa intervensi menyeluruh dari sisi kebijakan, manajemen, dan permodalan, keberadaan BUMD satu ini justru berpotensi menjadi beban fiskal jangka panjang bagi Pemprov Lampung.
Masihkah BUMD yang senyatanya hanya merugi dan bakal menjadi beban fiskal itu tetap dipertahankan? Kita tunggu saja apa kebijakan Gubernur Mirza. Akankah sesuatu yang sudah diluar akal sehat akan “disehatkan”. (kgm-1/inilampung)

