![]() |
Walikota Bandarlampung, Eva Dwiana (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Langkah Pemkot Bandarlampung menggelontorkan anggaran Rp 60 miliar untuk membangun gedung Kejati Lampung, terus menuai polemik di masyarakat.
“Ya begitulah cara pemkot –Walikota Eva Dwiana- ‘cari aman’ atas berbagai persoalan yang ada di Pemkot Bandarlampung selama ini,” kata pengamat politik pemerintahan dari PUSKAP Wilayah Lampung, Gunawan Handoko, Sabtu (27/9/2025) pagi.
Menurut dia, gaya pemkot yang selalu membangunkan gedung untuk institusi penegak hukum selama ini sebenarnya merupakan wujud “ketakutannya” Walikota Eva atas berbagai persoalan yang ada di lingkungan OPD Pemkot Bandarlampung.
Apa saja persoalan yang berindikasi tindak pidana korupsi –yang harus ditutupi dengan membangunkan gedung untuk APH-?
“Yang sederhana saja di Disdikbud saat kembarannya, Eka Afriana, menjadi kepala dinasnya. Yaitu pengadaan perlengkapan siswa, diduga semuanya telah diatur bahkan ada perusahaan yang hanya dipakai benderanya. Indikasi kerugian negara tidak kurang dari Rp 1,5 miliar,” beber Gunawan Handoko.
Selain itu, lanjut dia, pembelian buku dari dana BOS yang melebihi harga eceran tertinggi (HET). Selisih pembayarannya mencapai Rp 2,5 miliar.
“Dari dua kegiatan ini saja indikasi kerugian negara sudah Rp 4 miliar. Dan semua itu menjadi temuan BPK Lampung yang dipublish dalam laporan hasil pemeriksaannya,” lanjut Gunawan Handoko.
Dikatakan, selama ini kasus-kasus terindikasi korupsi di OPD lingkungan Pemkot Bandarlampung tidak ada yang ditelusuri serius oleh Kejari maupun Kejati Lampung. Juga oleh Polresta juga Polda Lampung.
“Ini semua karena apa? Ya karena selama ini Walikota Eva memainkan pola ‘cari aman’ dengan membangunkan gedung dan sebagainya. Sementara banyak sarana yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat Bandarlampung diabaikan,” bebernya.
Gunawan mengingatkan, sesuai UU Nomor: 16 Tahun 2024, Kejaksaan Agung bertanggungjawab atas pembangunan dan pengelolaan kantor Kejati di seluruh Indonesia.
“Bisa saja pemerintah daerah memberikan dukungan kepada Kejati, asal memiliki uang yang cukup. Lha ini Pemkot Bandarlampung di tahun 2024 kemarin defisit anggaran lebih dari Rp 267 miliar, ditambah utang tidak kurang dari Rp 276 miliar, kok malah menggelontorkan Rp 60 miliar untuk bangun gedung Kejati. Logika tata kelola keuangan dan pemerintahannya dimana,” Gunawan Handoko menambahkan.
Ia meminta Kajati Lampung, Danang Suryo Wibowo, mengkaji ulang penerimaannya atas hibah senilai Rp 60 miliar dari Pemkot Bandarlampung, demi independensi penegak hukum, serta menyelamatkan rakyat Bandarlampung dari egoisme pimpinan daerah.
“Kalau Rp 60 miliar itu digunakan untuk perbaikan jalan, drainase, atau untuk membantu UMKM, tentu lebih bermanfaat,” katanya lagi.
Seperti diketahui, ditengah kacaunya kondisi keuangan, Pemkot Bandarlampung justru menggelontorkan anggaran Rp 60 miliar untuk membangun gedung Kejati Lampung.
Menurut Kepala Dinas PU Kota Bandarlampung, Dedi Sutiyoso, pembangunan gedung Kejati tersebut dilakukan selama dua tahun anggaran.
Pada tahap pertama dimulai pada bulan Agustus 2025 senilai Rp 15 miliar dari APBD TA 2025, dan tahap kedua pada tahun anggaran 2026 mendatang sebesar Rp 45 miliar.
Keuangan Kacau-Kacauan
Bila merunut pada LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 28B/LHP/XVIII.BLP/05/2025, tanggal 23 Mei 2025, sesungguhnya keuangan Pemkot Bandarlampung saat ini benar-benar dalam kondisi kacau-kacauan.
Maksudnya? Bukan hanya terjadi defisit anggaran riil pada tahun 2024 lalu sebesar Rp 267.426.698.983,08 maupun masih memiliki utang minimal di angka Rp 276.411.928.491 saja, tetapi juga adanya fakta jika setidaknya dalam tiga tahun anggaran berturut-turut Pemkot Bandarlampung mengalami ketidakcukupan dana untuk membiayai belanja daerah.
Benarkah demikian? Berikut datanya:
1. Tahun anggaran 2022: Realisasi pendapatan Rp 2.174.115.798.278,21. SILPA tahun anggaran sebelumnya Rp 15.600.869.420,54. Penerimaan pembiayaan Rp 156.766.963.670,15. Total dana yang tersedia untuk belanja Rp 2.346.483.631.368,90. Beban belanja Rp 2.688.573.503.523,48. Ketidakcukupan dana untuk membiayai belanja daerah sebesar Rp 342.089.872.154,58.
2. Tahun anggaran 2023: Realisasi pendapatan Rp 2.299.794.223.208,49. SILPA tahun anggaran sebelumnya Rp 15.596.491.243,90. Total dana yang tersedia untuk belanja Rp 2.315.390.714.452,39. Beban belanja Rp 2.582.817.413.435,47. Ketidakcukupan dana untuk belanja daerah sebesar Rp 267.426.698.983,08.
3. Tahun anggaran 2024: Realisasi pendapatan Rp 2.471.318.297.160,18. SILPA tahun anggaran sebelumnya Rp 17.895.574.749,58. Total dana yang tersedia untuk belanja Rp 2.489.213.871.909,76. Beban belanja Rp 2.735.132.888.610,53. Ketidakcukupan dana untuk belanja daerah sebesar Rp 245.919.016.700,77.
Atas kondisi keuangan Pemkot Bandarlampung yang setidaknya selama tiga tahun anggaran mengalami ketidakcukupan dana untuk belanja daerah dengan nilai ratusan miliar rupiah itu, BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung menuliskan: karena Pemkot Bandarlampung masih menganggarkan dan merealisasikan belanja yang tidak bersifat prioritas tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. (kgm-1/inilampung)