-->
Cari Berita

Breaking News

Dugaan Dirut PT WR Jual Lahan: Gubernur Mirza Diminta Turun Tangan

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Sabtu, 13 September 2025

Gambar ini diduga saat penyerahan surat jual beli lahan yang diaku milik PT WR kepada dua warga Rejomulyo, Pasir Sakti, Lamtim. (ist/inilampung)


INILAMPUNGCOM - Terungkapnya foto yang diduga saat kesepakatan penjualan lahan seluas 97 hektare di Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, yang diaku sebagai milik PT Wahana Raharja (WR) oleh Dirut PT Jevri Afrizal kepada Muhamad Sudirman alias Sudi dan Fatah Roni alias Geger, menjawab semua rumor yang berkembang pada BUMD milik Pemprov Lampung itu.


“Seharusnya, sejak persoalan PT WR ini naik kepermukaan beberapa bulan silam, Pemprov Lampung mengambil langkah-langkah. Tapi sekarang, dengan terungkapnya dugaan penjualan lahan yang diaku milik BUMD itu, Gubernur Mirza harus turun tangan langsung. Ini persoalan BUMD milik Pemprov Lampung, dan Gubernur wajib mempertanggungjawabkannya,” kata pengamat politik pemerintahan dari PUSKAP Wilayah Lampung, Gunawan Handoko, Sabtu (13/9/2025) siang.


Ditambahkan, selama ini PT WR sama sekali tidak memberi kontribusi nyata bagi PAD. Justru yang terjadi membebani keuangan Pemprov Lampung.


“Indikasi hilangnya aset PT WR selama ini menunjukkan jika direksi di BUMD itu memang bermasalah. Karenanya harus ada efek jera. Jika senyatanya melanggar ketentuan hukum, ya laporkan ke APH. Disini Gubernur Mirza dituntut ketegasannya. Berani apa tidak ia menegakkan aturan atas hal-hal yang merongrong aset milik pemprov,” lanjut Gunawan Handoko.


Diberitakan sebelumnya, sejak beberapa bulan silam kabar adanya penjualan lahan seluas 97 hektare yang diaku milik PT WR di Desa Rejomulyo, Pasir Sakti, Lampung Timur, telah menjadi perbincangan publik. Lahan itu dijual seharga Rp 3 miliar dan baru dipanjar oleh Sudi sebanyak Rp 900 juta.


Namun, karena disebut-sebut Jevri Afrizal –sang direktur utama- adalah orang dekat pimpinan DPRD Lampung, maka dugaan ini pun mereda. Apalagi, Sulpakar –komisaris utama PT WR- menutup pintu setiap kali dimintai konfirmasi. Padahal, ia pernah menerima langsung audiensi delegasi warga Rejomulyo yang menyoal status lahan yang belakangan diaku milik PT WR tersebut.


Menurut catatan inilampung.com, PT Wahana Raharja (WR) saat ini setidaknya dililit dua persoalan serius. Pertama terkait dugaan penjualan lahan milik warga Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur, seluas 97 hektar, senilai Rp 3 miliar dan telah diberi uang muka Rp 900 juta, dan kedua menyangkut kondisi keuangan yang semakin terpuruk, termasuk hilangnya aset hampir mencapai 50% dalam kurun waktu lima tahun belakang.


“Hancur leburnya” kondisi PT WR itu terpampang jelas di dalam buku RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029. Berikut datanya: Pada tahun 2018, kerugian mencapai angka Rp 2,59 miliar, di tahun 2019 kerugiannya Rp 1,56 miliar, pada tahun 2020 kerugiannya mencapai Rp 2,21 miliar, di 2021 naik jumlah kerugiannya menjadi Rp 2,51 miliar, dan pada tahun 2022 mengalami kerugian Rp 1,88 miliar.


Pada tahun 2023 lalu memang ada perbaikan, dimana bisa membukukan laba senilai Rp 75,48 juta. Namun, perolehan keuntungannya menurun di tahun 2024 kemarin, yaitu hanya Rp 14,38 juta saja.


Masih mengacu pada data buku RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029, ekuitas tertinggi PT WR dicapai pada tahun 2019 silam, yaitu sebesar Rp 9,22 miliar. Tetapi, terus mengalami penurunan, hingga menyentuh angka Rp 2,68 miliar pada tahun 2024 kemarin.


Aset Hilang 50%

Yang patut menjadi perhatian serius adalah terjadinya penurunan aset PT WR yang cukup signifikan. Bila di tahun 2019 silam nilai aset berada di angka Rp 14,86 miliar, pada tahun 2024 kemarin tinggal Rp 7,69 miliar saja. Hampir 50% aset yang hilang dalam kurun waktu lima tahun.


Diketahui bahwa pada tahun 2024 kemarin, pendapatan usaha mencapai angka Rp 6,49 miliar, dengan beban operasional Rp 1,61 miliar. Bila diperbandingkan dengan perolehan tahun 2018 silam memang lebih tinggi (Rp 5,35 miliar), namun beban operasional mengalami penurunan, dari Rp 3,38 miliar menjadi Rp 1,61 miliar saja.


Kondisi aset lancar juga terus mengalami penurunan. Jika pada tahun 2018 silam berada pada posisi Rp 6,38 miliar, pada tahun 2024 kemarin menjadi Rp 4,46 miliar. Liabilitas pun anjlok, dari Rp 6,39 miliar pada 2018 lalu menjadi Rp 5,01 miliar di tahun 2024 kemarin.


Analisis yang disampaikan Bappeda Lampung –sebagai peramu RPJMD Provinsi Lampung Tahun 2025-2029- PT WR berada dalam posisi keuangan yang sangat rapuh. Laba bersih tahun 2024 yang hanya Rp 14,38 juta, jauh dari cukup untuk menutupi kebutuhan operasional atau membangun kapasitas usaha.


Dan lebih mengkhawatirkan lagi, begitu lanjut analisis Bappeda, ekuitas turun drastis dari Rp 9,22 miliar di tahun 2019 menjadi hanya Rp 2,68 miliar pada tahun 2024. Hal ini mencerminkan terjadinya erosi permodalan yang serius.


Diuraikan juga bahwa pendapatan usaha sebesar Rp 6,49 miliar di tahun 2024 tidak mampu menghasilkan margin keuntungan yang sehat, karena tingginya beban tetap dan operasional. Serta tidak adanya efisiensi berarti model bisnis yang diterapkan saat ini tidak memberikan keunggulan kompetitif jangka panjang.


Audit Aset Menyeluruh

Melihat kondisi PT WR yang “mengos-mengos” ini, Bappeda menilai BUMD itu perlu menjalani restrukturisasi komprehensif. Dimana beberapa langkah strategis harus dilakukan.


Apa saja langkah strategis yang selayaknya dilakukan?

1. Audit aset secara menyeluruh.

2. Penutupan unit usaha tidak produktif.

3. Penentuan ulang core business yang relevan dengan potensi Lampung, seperti distribusi pangan dan logistik.

4. Pemetaan ulang sumber daya manusia.

5. Eksplorasi skema kemitraan strategis dengan swasta maupun BUMD lain.


Disimpulkan, bahwa PT WR saat ini berada dalam persimpangan antara revitalisasi atau likuidasi. Dimana tanpa intervensi menyeluruh dari sisi kebijakan, manajemen, dan permodalan, keberadaan BUMD satu ini justru berpotensi menjadi beban fiskal jangka panjang bagi Pemprov Lampung.


Yang patut dicermati, dalam kondisi PT WR yang demikian “sakit parah”, Pemprov Lampung justru membuka lelang jabatan untuk direktur utama dan direktur operasional BUMD tersebut. Disebut-sebut nantinya yang diputuskan Gubernur Mirza, orangnya tetaplah yang itu-itu saja.


Sayangnya, sampai berita ini ditayangkan, baik Jevri Afrizal selaku direktur utama maupun Yondri yang disebut-sebut menjabat direktur operasional PT WR, belum berhasil dimintai konfirmasi terhadap berbagai persoalan yang melilit BUMD tersebut. (kgm-1/inilampung)

LIPSUS