![]() |
| Kuasa hukum 103 warga Rejomulyo, Akmal, melaporkan kasus penjualan lahan ke Bareskrim Mabes Polri, Kamis (18/9/2025) siang. (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Kasus dugaan penjualan lahan seluas 60 hektare yang diaku milik PT Wahana Raharja (WR) senilai Rp 3 miliar di Desa Rejomulyo, Kecamatan Pasir Sakti, Kabupaten Lampung Timur, Kamis (18/9/2025) siang dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri di Jakarta.
Advokat Akmal, SH, ECIH, yang mendampingi warga Rejomulyo, Pasir Sakti, Lampung Timur, menjelaskan, laporan kliennya telah diterima dengan Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTL) Nomor: STTL/461/IX/2025/BARESKRIM tanggal 18 September 2025 yang ditandatangani Iptu Irwan Fran Setiyanto, SH.
Dikataka oleh Akmal, kliennya melaporkan tentang peristiwa dugaan tindak pidana penyerobotan tanah dan/atau penggelapan dan/atau pemalsuan surat dan/atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 385 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau Pasal 263 KUHP dan/atau Pasl 266 KUHP, yang diketahui pada 31 Januari 2025 di wilayah hukum Bandarlampung.
![]() |
“Jumlah warga yang melaporkan kasus dugaan penjualan lahan oleh direksi PT Wahana Raharja ini sebanyak 103 orang, namun yang menandatangani surat laporan atau sebagai pelapor ke Bareskrim Mabes Polri hanya satu orang,” ujar Akmal melalui telepon, Kamis (18/9/2025) malam.
Lalu siapa sebagai terlapor dalam kasus dugaan penjualan lahan BUMD Pemprov Lampung ini? Akmal menyebutkan, terlapor adalah Jevri Afrizal –saat itu- sebagai Direktur Utama PT Wahana Raharja, Fatah Roni alias Geger, dan Muhammad Sudirman alias Sudi sebagai pembeli lahan.
Sayangnya, Akmal belum mau membeberkan kronologis dan alat bukti yang dibawa kliennya saat melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Mabes Polri.
“Nanti pada saat pemeriksaan, akan kami sampaikan semuanya kepada penyidik. Setelah itu, bisa saya sampaikan ke publik, agar persoalan ini terang benderang,” tuturnya.
Seperti diketahui, silang sengkarut kasus dugaan penjualan lahan senilai Rp 3 miliar dan baru dibayar Rp 900 juta yang diaku milik PT Wahana Raharja oleh Jevri Afrizal –waktu itu masih berstatus Direktur Utama PT Wahana Raharja- seluas 60 hektare kepada Sudi dan Geger, telah diingatkan oleh Guru Besar FH Unila, Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA, bisa berimplikasi kepada persoalan hukum.
“Yang mereka –direksi PT WR- kelola itu kekayaan Pemprov Lampung, kekayaan negara atau daerah. Hilang atau berkurangnya aset, harus dijelaskan secara detail penyebabnya. Menjual lahan BUMD tanpa melalui proses yang diatur ketentuan perundang-undangan sama saja dengan perbuatan melawan hukum atau PMH,” kata Prof. Hamzah, beberapa hari lalu.
Ditegaskan, adanya pernyataan pejabat Pemprov Lampung bila lahan yang dijual direksi PT WR bukan merupakan barang milik daerah (BMD) melainkan kekayaan perusahaan, sangat mengherankan. Karena perusahaan itu dimodali oleh Pemprov Lampung, secara otomatis seluruh kekayaan perusahaan adalah milik pemprov. Direksi hanya mengelola saja.
“Jangan dibolak-balik. Justru dengan pandangan kebalik-balik inilah akhirnya aset PT WR banyak yang hilang, sama artinya dengan hilangnya kekayaan Pemprov Lampung,” lanjut dia.
Dalam kondisi PT WR yang dililit masalah penjualan lahan berindikasi PMH dan hilangnya aset hingga 50% dalam kurun waktu empat tahun belakang serta merugi secara terus menerus, menurut Prof. Hamzah, Pemprov Lampung harus melakukan audit forensik, audit secara menyeluruh dengan serius dan transparan.
“Tidak bisa cukup diganti pengurusnya yang tidak baik tanpa pertanggungjawaban yang akuntabel. Sekali lagi, yang mereka –direksi PT WR- kelola itu kekayaan Pemprov Lampung. Kalau pejabatnya tidak peduli dengan kekayaan pemprov, mau hilang mau tidak nggak masalah, ya BUMD itu begini terus dan hanya menjadi bancakan mereka-mereka yang tidak bertanggungjawab,” tegas Prof. Hamzah.
Diberitakan sebelumnya, menyusul adanya aksi warga Desa Rejomulyo, Pasir Sakti, Lampung Timur, ke Pemprov Lampung 26 Mei 2025 silam, menyoal keabsahan lahan 206 hektare yang diaku milik PT WR, Sekdaprov Lampung mengeluarkan surat nomor: 700.1.2/2505/04/2025 tanggal 26 Mei 2025 yang meminta Inspektorat untuk melakukan audit tata kelola BUMD terhadap PT Wahana Raharja, termasuk proses penjualan aset yang sudah dilakukan.
Lalu apa tindaklanjut dari surat Sekdaprov Lampung terkait silang-sengkarut masalah lahan di Pasir Sakti yang diduga kuat telah dijual PT WR itu? “Hasil audit Inspektorat terkait penjualan aset lahan di Pasir Sakti adalah saran langkah perbaikan kepada direksi PT Wahana Raharja untuk melakukan evaluasi kembali atas penjualan aset dan melaporkan hasil evaluasi kepada Gubernur,” kata Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Lampung, Rinvayanti, SE, MT, Minggu (14/9/2025) malam.
Sudahkah PT WR melakukan evaluasi atas langkahnya menjual lahan dan melaporkannya ke Gubernur Mirza? Sayangnya, Rinvayanti tidak memberi penjelasan lebih detail hingga Selasa (16/9/2025) siang.
Ia hanya menyatakan, Pemprov Lampung melalui Tim Pembina BUMD melakukan evaluasi kinerja BUMD secara berkala dan memastikan tindaklanjut atas hasil evaluasi tersebut.
Menurut Rinva, lahan yang dijual oleh PT WR bukan merupakan aset Pemprov Lampung atau barang milik daerah (BMD), melainkan murni hasil usaha perusahaan. Dan penjualan lahan itu pun atas persetujuan pemegang saham melalui mekanisme RUPS sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Pemprov Lampung tetap berkomitmen menjaga tata kelola BUMD yang transparan dan akuntabel, termasuk dengan menindaklanjuti rekomendasi hasil audit Inspektorat guna memastikan kepastian hukum dan menjamin penyelenggaraan BUMD sesuai prinsip good corporate governance,” ucap Rinva.
Diketahui, modal dasar lahirnya PT Wahana Raharja (WR) adalah Rp 25.000.000.000. Menurut Akta Notaris Mahfud, SH, MKn, Nomor: 07 tanggal 15 November 2018, modal dasar itu berasal dari Pemprov Lampung sebesar Rp 24.995.000.000, dan PT Lampung Jasa Utama (LJU) senilai Rp 5.000.000. Keberadaan PT LJU sendiri -dengan modal dasar Rp 40.000.000.000- sepenuhnya dari uang Pemprov Lampung. (johan/inilampung)



