![]() |
Sitem informask pendafataran pasien di RSUD Abdul Moeloek Bandarlampung (ist/inilampung) |
(Bagian IV)
Penelisikan BPK terhadap KSO SIMRS 2019 yang menemukan banyak sekali kejanggalan, akhirnya membuat PT BVK maupun RSUDAM “berkemas”. Hal itu terbukti, pada tanggal 1 November 2024 BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung menerima dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST) hardware dan hak pakai aplikasi nomor: 100.3.7/VII.01/7.1/VII/2024 – 246/PKS/BVK-RSUDAM/VII/2024 tanggal 1 Juli 2024 (BAST 1 Juli 2024).
Namun, setelah dilakukan pengecekan, isi BAST tidak mencerminkan adanya serah terima barang, karena dinyatakan dalam BAST antara lain bahwa:
1. PT BVK akan menyerahkan hardware yang secara detail. Namun, tidak terdapat checklist atau dokumentasi pemeriksaan untuk hardware yang diserahkan.
2. PT BVK akan memberikan hak pakai atas aplikasi MIRSA@ selama jangka waktu perlindungan hak cipta aplikasi dan dituangkan tersendiri di dalam Perjanjian Lisensi Aplikasi MIRSA@ yang didaftarkan ke DJKI. Tetapi, sampai dengan pemeriksaan berakhir, belum ada Perjanjian Lisensi Aplikasi dimaksud yang diberikan oleh PT BVK.
“Akal-akalan” PT BVK pun makin terungkap. PPK dan Kepala Instalasi SIMRS yang diwawancarai tim BPK menegaskan belum terdapat proses serah terima secara langsung atas barang-barang hasil KSO SIMRS 2019.
PPK maupun Kepala Instalasi SIMRS mengakui belum menginventarisasi seluruh barang yang ada dalam BAST 1 Juli 2024 karena keterbatasan waktu dan sumber daya.
Pada saat diwawancarai itu juga Kepala Instalasi SIMRS RSUDAM menyatakan bahwa RSUDAM tidak memperpanjang KSO SIMRS 2019 karena bermaksud memiliki kemandirian dalam penyediaan SIMRS.
Tidak hanya sampai disitu permainan yang “dikendalikan” PT BVK dan membuat RSUDAM “mati kutu”. Hasil kesepakatan harga untuk KSO Pemeliharaan SIMRS 2024 pun tidak lebih dari pola yang dilakukan pada KSO SIMRS 2019. Dimana HPS tidak disusun secara keahlian PPK, tidak ada data pendukung HPS yang memadai, dan PPK tidak menyusun HPS secara mandiri sehingga tidak memiliki dasar dalam menganalisa kewajaran PT BVK.
Di KSO Pemeliharaan SIMRS 2024, PPK menyepakati nilai kerja sama sewa dengan menegosiasi penawaran PT BVK sebesar Rp 475.000.000 per bulan –atau Rp 2.850.000.000 untuk enam bulan- menjadi Rp 470.000.000 per bulan –atau Rp 2.820.000.000 untuk enam bulan.
Padahal –ini keanehannya- aplikasi SIMRS yang digunakan adalah aplikasi yang sama dengan aplikasi SIMRS 2019 dan pengembangannya yang mana aplikasi dapat digunakan meskipun KSO SIMRS 2019 telah berakhir.
Hasil survei BPK atas penawaran aplikasi SIMRS menunjukkan terdapat alternatif penyedia aplikasi yang menawarkan harga lebih murah dibandingkan penawaran PT BVK. Pada e-katalog harga aplikasi SIMRS berkisar antara Rp 1.300.000.000 hingga Rp 10.927.200.000.
Keanehan lain, dalam Perjanjian KSO Pemeliharaan SIMRS 2024 memuat klausul wanprestasi, namun tidak secara jelas menyatakan sanksi yang diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi.
Klausul itu hanya menyatakan: Pihak RSUDAM dan PT BVK akan melakukan musyawarah mufakat untuk mencari solusi, cara, dan jenis kompensasi kepada pihak yang dirugikan dan bila tidak menghasilkan penyelesaian maka penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum.
Tidak Ada Renovasi
Dalam perjanjian KSO SIMRS 2019 PT BVK juga memiliki kewajiban untuk merenovasi ruangan SIMRS yang dibutuhkan untuk operasional SIMRS. Tetapi faktanya, hingga pemeriksaan tim BPK berakhir 6 Desember 2024, PT BVK belum melaksanakan renovasi tersebut dengan alasan belum terdapat kebutuhan.
Hasil pengamatan tim BPK membuktikan bahwa beberapa ruangan pada Instalasi SIMRS di RSUDAM tidak difungsikan dan tidak dirawat sebagaimana mestinya. Jalur/akses pintu lift bahkan tertutup, menjadi gudang. Belum lagi barang-barang hardware tertumpuk tidak teratur, sehingga sulit dilakukan pengelolaan.
Dalam kaitan kerja sama dengan PT BVK ini, lagi-lagi terbukti jika pihak RSUDAM bak kerbau dicucuk hidung. Ikut saja apa pun yang dimainkan penyedia jasa tersebut. Buktinya, pihak RSUDAM mengaku belum pernah meminta PT BVK untuk merenovasi ruangan SIMRS. Padahal nyata-nyata hal itu masuk didalam perjanjian.
Pada Perjanjian KSO SIMRS 2019 Nomor: 180/5.PKS/VII.02/7.2/IV/2019 tanggal 8 April 2019 pada Pasal 7 ayat (4) antara lain menyatakan bahwa kewajiban pihak kedua (PT BVK) meliputi melakukan renovasi ruang SIMRS dengan minimum ruangan yang dibutuhkan adalah ruangan untuk penempatan server, ruang kerja, ruang meeting, ruang koordinator, gudang, dan penunjang lainnya, termasuk pengadaan instalasi AC dan furniture (meja, kursi, lemari).
Urusan renovasi ruangan SIMRS itu juga kembali dicatatkan pada Perjanjian KSO Pemeliharaan SIMRS 2024 Nomor: 100.3.7.1/03.PKS/VII.01/7.1/VII/2024 tanggal 1 Juli 2024 pada Pasal 6 ayat (4). Tetapi, PT BVK tidak memenuhi kewajibannya dan RSUDAM pun diam saja.
Lalu apa kesimpulannya? Terlalu banyak perilaku PT BVK sebagai penyedia aplikasi SIMRS yang “mengadali” RSUDAM sejak tahun 2019 hingga 2024. Beranikah pejabat rumah sakit milik Pemprov Lampung itu bersikap tegas? Tampaknya tidak. Karena pekerjaan tersebut sejak awal telah disesaki oleh indikasi “permainan”. Maka, yang “jago main”-lah yang menang. (habis/kgm-1/inilampung)