![]() |
Dinas PUPR Kabupaten Pesawaran (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Pernyataan banyak pihak jika wajar saja Kejati Lampung "menyikat" proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2022 senilai Rp8 miliar, memang ada benarnya.
Merunut pada data yang ada, selama ini kinerja Dinas PUPR Kabupaten Pesawaran memang layak dibilang sangat parah. Utamanya dalam hal pengawasan atas proyek yang menjadi tanggungjawabnya.
Benar begitu? Kita telisik dari realisasi APBD Kabupaten Pesawaran tahun 2022. Ambil satu contoh saja, pembangunan rumah dinas Bupati Pesawaran.
Pekerjaan pembangunan rumah dinas bupati senilai Rp7.880.000.000 yang dikerjakan CV K melalui kontrak tanggal 29 Juli 2022 itu diketahui kurang volume Rp99.316.686,65 dan tidak sesuai spesifikasi Rp334.968.180,80. Baru bangunan rumah saja sudah terjadi kelebihan bayar Rp434.284.867,45.
Pembuatan pagar rumah dinas bupati senilai Rp378.391.000 yang ditangani CV DC melalui kontrak tanggal 14 Desember 2022 -hanya dua minggu sebelum tutup anggaran-, kurang volume Rp22.224.000.
Pembangunan drainase rumah dinas bupati yang dikerjakan CV BNT dengan nilai Rp345.916.000, tanggal kontrak 14 Desember 2022, juga dua pekan sebelum akhir tahun anggaran, kurang volume Rp43.089.830.
Dari tiga item proyek rumah dinas bupati ini saja ada Rp649.272.097,48 uang rakyat Pesawaran terhamburkan. Ini terjadi karena tidak jalannya tugas pengawasan dari Dinas PUPR Pesawaran.
Adanya kelebihan pembayaran kepada tiga rekanan sebesar Rp649.272.097,48 itu hasil temuan tim BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung yang diungkap dalam LHP Nomor: 28B/LHP/XVIII.BLP/05/2023, tanggal 15 Mei 2023.
Bagaimana pada tahun anggaran 2023? Sama saja. Pengawasan atas pekerjaan tidak maksimal dilakukan. Akibatnya, dari 10 proyek infrastruktur dengan nilai kontrak Rp33.805.456.000, semuanya bermasalah.
Lazim memang, kekurangan volume dan ketidaksesuaian spesifikasi. Namun akibatnya terjadi kelebihan bayar Rp533.885.166,32.
Itu baru temuan pelanggaran dari 10 proyek saja. Dalam LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 31B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tanggal 2 Mei 2024, masih banyak lagi pekerjaan Dinas PUPR yang bermasalah.
Sementara di tahun anggaran 2024 dibalik "kemeriahan" proyek-proyek besar Dinas PUPR -dan rutin meninggalkan masalah-, ada baiknya diberi contoh pekerjaan yang amat remeh temeh.
Apa itu? Pekerjaan merehab musolla dan kamar mandi umum rumah dinas bupati.
Diketahui, pekerjaan rehab musolla rumah dinas bupati senilai Rp397.912.000 itu ditangani CV DBGM melalui kontrak tanggal 18 September 2024.
Akibat tidak adanya pengawasan -padahal di rumah dinas bupati-, pekerjaan ini terdapat kurang volume yang nilainya sangat-sangat kecil, hanya Rp780.140 saja.
Pun pekerjaan pembangunan kamar mandi umum di rumah dinas bupati. Proyek senilai Rp198.862.000 yang dikerjakan CV LB dengan tanggal kontrak 24 September 2024 ini diketahui kurang volume dengan nilai sangat kecil: Rp1.206.180. Fakta ini ada di LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 29B/LHP/XVIII.BLP/05/2025 tanggal 23 Mei 2025.
Akibat parahnya sistem kerja di dinas pimpinan Zainal Fikri ini, klimaks kesemau-mauan pun kejadian. Proyek SPAM tahun 2022 senilai Rp8 miliar ditelisik habis-habisan oleh Kejati Lampung.
Menurut penelusuran dan konfirmasi kepada beberapa pihak, Dinas PUPR Pesawaran memang benar-benar menjadikan proyek SPAM sebagai pekerjaan tanpa perlu taat aturan.
Kabarnya, tanpa memakai konsultan perencanaan dan konsultan pengawas dari pihak eksternal. Semua "diraup".
Saking semau-maunya, pemasangan pipa pun terbalik. Hingga air bukannya mengalir ke bawah, justru menyumbat ke arah atas. Itu sebabnya penyidik perlu membawa tim ahli dari Bandung untuk mengecek lokasi, bahkan hingga dua kali.
Fakta "perpindahan" proyek SPAM dari Dinas Perkim ke Dinas PUPR adalah penyebab proyek ini menjadi "bancakan".
Bakalkah keparahan Dinas PUPR Pesawaran ini berujung pada pertanggungjawaban secara hukum? Biarlah penyidik pidsus Kejati Lampung yang memutuskan. Yang pasti, kasus SPAM adalah klimaks dari keparahan Dinas PUPR Pesawaran selama ini.
Waktu yang akan membuktikan: Ada harga yang harus dibayar. Siapa yang harus "membayarnya"? Tunggu keputusan Kejati Lampung dalam waktu dekat ini. (kgm-1/inilampung)