![]() |
Walikota Bandarlampung, Eva Dwiana (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Dua pekan terakhir, kabar adanya hibah Rp 60 miliar dari Pemkot Bandarlampung untuk membangun gedung Kejati Lampung, terus menjadi perbincangan masyarakat.
Mayoritas mengkritik keras sikap Walikota Eva Dwiana yang memang dikenal “baik hati” dengan menaburkan uang rakyat di APBD untuk berbagi dengan sesama institusi pemerintah. Namun apa faktanya?
Ternyata, sampai saat ini urusan hibah Rp 60 miliar yang membuat geger itu masih menggantung. Begitulah yang diomongin Humas DPRD Bandarlampung, Dodi.
“Masih dalam KUA-PPAS perubahan. Belum masuk ke APBD murni. Jadi saat ini posisinya (dana hibah untuk Kejati, red) masih dibahas,” kata Dodi, Kamis (2/10/2025) malam lalu, seperti dikutip dari onetime.id.
Ditambahkan, keputusan terkait dana hibah itu akan ditentukan kemudian antara pemkot dan DPRD sebelum masuk ke tahap pengesahan.
Pernyataan Humas DPRD Bandarlampung, Dodi, ini berbanding terbalik dengan yang disampaikan beberapa pejabat pemkot sebelumnya. Diketahui, urusan adanya hibah Rp 60 miliar untuk membangun Gedung Kejati Lampung itu pertama kali mencuat ke permukaan dari pernyataan Kepala Dinas PU, Dedi Sutiyoso.
Dikatakan, kucuran dana hibah senilai Rp 60 miliar dilakukan dua tahun anggaran. Di 2025 sebanyak Rp 15 miliar, dan 2026 nanti ditambah Rp 45 miliar lagi.
Keuangan Kacau-Kacauan
Urusan hibah Rp 60 miliar ke Kejati Lampung oleh Pemkot Bandarlampung menjadi cerita yang menggegerkan karena masyarakat mengetahui bagaimana kondisi keuangan saat ini.
Diketahui, jika merunut pada LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 28B/LHP/XVIII.BLP/05/2025, tanggal 23 Mei 2025, keuangan Pemkot Bandarlampung saat ini memang dalam kondisi kacau-kacauan.
Maksudnya? Bukan hanya terjadi defisit anggaran riil pada tahun 2024 sebesar Rp 267.426.698.983,08 maupun masih memiliki utang minimal di angka Rp 276.411.928.491 saja, tetapi juga ada fakta bahwa setidaknya dalam tiga tahun anggaran berturut-turut Pemkot Bandarlampung mengalami ketidakcukupan dana untuk membiayai belanja daerah.
Benarkah demikian? Berikut datanya:
1. Tahun anggaran 2022: Realisasi pendapatan Rp 2.174.115.798.278,21. SILPA tahun anggaran sebelumnya Rp 15.600.869.420,54. Penerimaan pembiayaan Rp 156.766.963.670,15. Total dana yang tersedia untuk belanja Rp 2.346.483.631.368,90. Beban belanja Rp 2.688.573.503.523,48. Ketidakcukupan dana untuk membiayai belanja daerah sebesar Rp 342.089.872.154,58.
2. Tahun anggaran 2023: Realisasi pendapatan Rp 2.299.794.223.208,49. SILPA tahun anggaran sebelumnya Rp 15.596.491.243,90. Total dana yang tersedia untuk belanja Rp 2.315.390.714.452,39. Beban belanja Rp 2.582.817.413.435,47. Ketidakcukupan dana untuk belanja daerah sebesar Rp 267.426.698.983,08.
3. Tahun anggaran 2024: Realisasi pendapatan Rp 2.471.318.297.160,18. SILPA tahun anggaran sebelumnya Rp 17.895.574.749,58. Total dana yang tersedia untuk belanja Rp 2.489.213.871.909,76. Beban belanja Rp 2.735.132.888.610,53. Ketidakcukupan dana untuk belanja daerah sebesar Rp 245.919.016.700,77.
Atas kondisi keuangan Pemkot Bandarlampung yang setidaknya selama tiga tahun anggaran mengalami ketidakcukupan dana untuk belanja daerah dengan nilai ratusan miliar rupiah itu, BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung menuliskan: karena Pemkot Bandarlampung masih menganggarkan dan merealisasikan belanja yang tidak bersifat prioritas tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah. (kgm-1/inilampung)