-->
Cari Berita

Breaking News

Kejati Tuai Kritik Tajam Terkait Ekspos Hasil Geledah Rumah Dendi & Arinal Djunaidi

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Jumat, 10 Oktober 2025

 H. Abdullah Fadri Auli - Dr. Wendy Melfa (ist/inilampung)


INILAMPUNGCOM - Adanya praktik pilih kasih oleh Kejati Lampung terhadap dua kegiatan penegakan hukum berupa ekspos atas hasil penggeledahan terkait dugaan kasus korupsi, menuai kritik tajam dari Dr. Wendy Melfa.


“Asas hukum menyatakan equality before the law, asas yang menegaskan kesamaan dihadapan hukum. Jadi, bersandar pada asas ini, maka tidak boleh ada perbedaan perlakuan hukum terhadap siapa saja. Termasuk dalam hal ekspos hasil penggeledahan terkait dugaan tindak pidana korupsi,” kata Koordinator Ruang Demokrasi (RuDem) itu, Jum’at (10/10/2025) pagi.


Diketahui, rumah mantan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi, di Jln. Sultan Agung No: 50, Sepangjaya, Kedaton, Bandarlampung, digeledah tim pidsus Kejati terkait kasus tipikor PT LEB pada hari Rabu, 3 September 2025. Keesokan harinya, Kamis, 4 September 2025, hasilnya langsung diekspos. Kejati mengaku, telah menyita beragam barang senilai Rp 38,6 miliar.


Sementara, pada hari Rabu petang, 24 September 2025, hingga Kamis diinihari, 25 September 2025, tim Kejati menggeledah rumah mantan Bupati Pesawaran, Dendi Ramadhona, di Jln. Bukit No: 86, Kotabaru, Tanjungkarang Timur, Bandarlampung, terkait kasus dugaan tipikor proyek SPAM tahun 2022 senilai Rp 8 miliar.


Hingga dua pekan lebih, hasil penggeledahan di rumah Dendi itu belum juga dibuka ke publik. Masyarakat pun menilai adanya perilaku pilih kasih yang dilakukan Kejati terhadap dua mantan pejabat tersebut.


Wendy Melfa menjelaskan, Pasal 27 UUD 1945 menyatakan setiap warga negara bersamaan dihadapan hukum dan pemerintahan.


“Landasan konstitusional tersebut menjadi dasar bahwa semua tanpa kecuali mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan,” ucap akademisi Universitas Bandar Lampung (UBL) itu.


Wendy menegaskan, perlakuan yang sama itu juga termasuk strategi pemeriksaan oleh penyidik.


“Jadi, penyidik sekali pun tidak dapat mengesampingkan asas dan landasan konstitusional hukum tersebut,” sambungnya.


Perbedaan Menyolok

Sementara praktisi hukum senior, H. Abdullah Fadri Auli menilai, mengapa hasil penyitaan di rumah Arinal Djunaidi diumumkan, boleh jadi karena ada perbedaan yang sangat menyolok antara nilai di LHKPN dengan nilai yang disita.


“Sedangkan penggeledahan di rumah Dendi konteksnya tidak soal nilai. Bisa jadi soal dokumen-dokumen yang berhubungan dengan perkara,” ujar Bang Aab –panggilan beken Ketua Harian IKA Unila itu- Kamis (9/10/2025) petang.


Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Hukum FH Unila, Prof. Hamzah, SH, MH, PIA, menyatakan, secara prosedural formal dalam KUHAP, tidak ada keharusan bagi APH untuk segera mengumumkan atau mengekspos hasil penggeledahan secara detail kepada publik.


Menurutnya, yang diwajibkan oleh KUHAP adalah penyidik wajib membuat Berita Acara Penggeledahan yang memuat jalannya dan hasil penggeledahan, dan turunan dari Berita Acara tersebut harus disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan dalam waktu dua hari setelah penggeledahan.


Prof. Hamzah menambahkan, sikap Kejaksaan Tinggi yang mungkin terlihat berbeda ("pilih kasih") dalam mempublikasikan hasil penggeledahan antara kasus Dendi dan Arinal -jika memang ada perbedaan dalam tingkat dan detail publikasi- kemungkinan disebabkan APH lebih berhati-hati dalam memberikan rilis agar tidak mengganggu proses penyelidikan sebelum waktunya, dan bukan hanya besar kecilnya nilai sitaan.


Guru Besar Ilmu Hukum FH Unila ini meyakini, penundaan publikasi hasil penggeledahan di rumah Dendi adalah bagian dari strategi penyidikan dan analisis bukti yang sedang berlangsung untuk memastikan kasus SPAM tersebut memiliki konstruksi yang kuat dan dapat dikembangkan. (kgm-1/inilampung)


LIPSUS