-->
Cari Berita

Breaking News

Klien Dikriminalisasi, Leni Hadirkan Saksi Ahli

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Minggu, 19 Oktober 2025

 

Leni Ervina, penasihat hukum Renol Gusriadi (dok/inilampung)

INILAMPUNGCOM - Ada sebuah perkara menarik yang masih proses persidangan di PN Tanjungkarang. Yaitu kisah yang diawali dengan peminjaman modal untuk bisnis, namun berujung ke perkara pidana.


Itulah perkara Nomor: 857/Pid.B/2025/PN Tjk. Renol Gusriadi -sang peminjam modal bisnis- dikriminalisasi dengan dijadikan terdakwa atas laporan B dan E, pihak pemberi modal bisnis.


Praktik kriminalisasi itu terungkap dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bandarlampung, M. Rifani Agustam. Renol Gusriadi -yang ditahan di Rutan Kelas I Bandarlampung, Way Hui, Jati Agung, Lampung Selatan-, didakwa dalam perkara dugaan penipuan sebesar Rp795.000.000, melanggar Pasal 378 dan 372 KUHP.


Jaksa mendakwa demikian karena investasi yang dijanjikan tidak terlaksana.


Merasa kliennya dikriminalisasi, penasihat hukum Renol Gusriadi, Leni Ervina, tidak diam. Ia dan tim kuasa hukum meyakini bila perkara yang melilit kliennya adalah perkara perdata, bukan pidana.


Itu sebabnya dalam sidang Kamis (16/10/2025) lalu di PN Tanjungkarang, Leni Ervina menghadirkan saksi ahli, yaitu Guru Besar Ilmu Hukum FH Unila, Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA.


Dengan keilmuan hukum dan pengalamannya yang luas, Prof. Hamzah menyatakan, bahwa berdasarkan dokumen, peristiwa hukum tersebut digolongkan dalam hukum perdata, karena teridentifikasi adanya perjanjian/perikatan, yang didalamnya terdapat kesepakatan investasi/kerja sama antara terdakwa Renol dengan B dan E.


Guru Besar Ilmu Hukum FH Unila kelahiran Lampung Utara 20 Mei 1969 itu menguraikn didepan majelis hakim PN Tanjungkarang bahwa terdapat bukti perikatan yang diperlihatkan dalam peristiwa tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUHPdt yang mengatur tentang perjanjian pada umumnya dan Pasal 1320 tentang syarat sah perjanjian. 


"Dalam peristiwa hukum ini hal tersebut dibuktikan dengan penerimaan titipan modal/uang investasi dan janji pengembalian modal/jaminan berupa cek," tutur saksi ahli Prof. Hamzah sambil menegaskan perkara ini terindikasi peristiwa wanprestasi.


Penegasan saksi ahli ini menguatkan pendapat kuasa hukum Renol Gusriadi -Leni Ervina, Gunawan Hamid, R. Aditya T. Hartanto, dan Najibullah Fitrah Insani- bahwa tindak pidana yang didakwakan kepada kliennya mengandung sengketa perdata dan harus diselesaikan secara perdata.


Perkara hukum yang sarat indikasi kriminalisasi ini terkait utang piutang dengan bunga untuk modal bisnis jual beli batubara antara Renol atas nama PT Langit Purnama Abadi dengan B senilai Rp700.000.000. 


Untuk pinjaman modal ini, B dan E meminta bunga 5% terhitung mulai 15 Oktober 2024, yang tertuang dalam dua kuitansi tertanggal 30 September 2024 dan diserahkan oleh B. 


Total pinjaman Renol ke B mencapai Rp1.200.000.000, yang dikirim secara bertahap sebanyak tiga kali. Yaitu pada 8 September 2024 sebesar Rp250.000.000 dari rekening atas nama Hendri ke rekening terdakwa Renol.


Kedua dikirim Rp450.000.000 dari rekening atas nama Yuliawati pada 17 September 2024, dan ketiga pada 2 Oktober 2024 sebesar Rp500.000.000 dari rekening atas nama Bambang Ang Wijaya ke rekening terdakwa.


Dalam perjalanannya, terdakwa telah menyerahkan bunga keuntungan 5% sebagaimana kesepakatan sebesar Rp205.000.000 kepada B. 


Dengan perincian: atas pinjaman Rp700.000.000 diberikan bunga keuntungan 5% senilai Rp140.000.000 terhitung bunga bulan Oktober 2024 sampai Januari 2025. Lalu dari pinjaman Rp500.000.000 dikirimkan bunga keuntungan sebesar Rp50.000.000 terhitung pembayaran bunga bulan Desember 2024, dan sebesar Rp15.000.000 untuk bunga keuntungan bulan Januari 2025. 


Leni Ervina dan tim penasihat hukum terdakwa Renol Gusriadi meyakini jika perkara hukum yang menjerat kliennya adalah perbuatan hukum keperdataan. Hal itu setidaknya secara terang benderang tertulis pada tiga kuitansi yang diserahkan B dan E kepada kliennya. Didalam kuitansi itu tertulis: "titipan modal kerjasama batubara dengan pembagian hasil 5% per bulan."


Yang pasti, perkara berbau kriminalisasi ini masih akan digelar lagi persidangannya di PN Tanjungkarang pada hari Kamis mendatang. (kgm-1/inilampung)

LIPSUS