![]() |
| Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor 2025 |
INILAMPUNGCOM - Beragam pola dan penambahan sarana prasarana memang diseriusi betul oleh Pemprov Lampung untuk bisa menangguk pendapatan maksimal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) pada tahun 2025 ini. Kita semua amat patut angkat jempol sebagai wujud apresiasi.
Tetapi, realita juga tidak boleh ditutupi. Bahwa dengan target penerimaan PKB Rp1,63 triliun, faktanya hingga 28 Oktober 2025 kemarin, baru mencapai Rp576,46 miliar atau 35,36%.
Bakalkah target Rp1,63 triliun itu tercapai di sisa waktu dua bulan ini? Menurut pengalaman berdasarkan data perolehan PKB dapat disampaikan: kecil harapan. Karena lonjakan wajib pajak membayar PKB biasanya pada pertengahan triwulan III berakhir di awal triwulan IV atau Oktober.
Prospektifkah perpanjangan masa pemutihan untuk ketiga kalinya di tahun 2025 hingga 6 Desember mendatang? Bisa diprediksi: hasilnya jauh dari ekspektasi.
Mengapa terkesan pesimis? Ada yang perlu diungkap agar publik tahu dan untuk perbaikan ke depan terkait program pemutihan PKB dan BBKB ini. Apa itu?
Pertama: Pemutihan pajak semestinya hanya menghapuskan denda pajak saja (2% per bulan), bukan mengenolkan seluruhnya -denda pajak dan pokok pajak- seperti yang dilakukan saat ini.
Mengapa Bapenda mengambil kebijakan "hapus total" seperti itu? Bapenda menggunakan apa yang disebut "hasil kajian" dari Unila sebagai salah satu "diktum" perlunya program ini dilakukan.
Benarkah Unila melaksanakan kajian hingga lahir kebijakan pemutihan bukan hanya menghapus denda pajak namun juga mengenolkan pokok pajaknya? Ini yang belum terkonfirmasi secara valid. Namun, jika merunut pada praktiknya, apa yang disebut "hasil kajian" dari Unila itu baru ditandatangani Rektor Lusmeilia Afriani bersamaan saat penandatanganan MoU dengan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal sekitar bulan Juli 2025. Padahal, program pemutihan telah berlangsung sejak Mei 2025.
Dari data ini sejak awal terindikasi adanya "legalisasi" yang dimainkan Bapenda dengan menjadikan "hasil kajian" Unila sebagai pembenar pola pemutihannya.
Jadi bisa dipahami bila target PKB tidak tercapai. Karena semuanya -denda pajak dan pokok pajak- dihapuskan. Sebelum tahun 2025 ini, program pemutihan hanya menghapus denda pajak, pokok pajak tetap dibayar oleh wajib pajak.
Kedua: Sejak 5 Januari 2025 telah berlaku opsen pajak 66% untuk kabupaten/kota. Dengan demikian, Pemprov Lampung hanya kebagian 34% dari perolehan PKB dan BBNKB.
Meski hitungan opsen 66% itu diambilkan dari pokok pajak -silakan cek di bukti bayar pajak ranmor masing-masing- tetap saja tidak akan mengangkat pendapatan. Mengapa? Karena dulu semuanya masuk ke kas pemprov, sekarang langsung terbagi ke kabupaten/kota hari itu juga. Ini solusi mengatasi menggantungnya DBH Pajak di Pemprov Lampung.
Ketiga: Karena mayoritas ASN Bapenda bukan berkemampuan dalam hal perpajakan -dominan mengincar insentif tiga bulanan-, maka inovasi sangat rendah. Misalnya, saat sekarang ini semua fokus pada program pemutihan. Melupakan wajib pajak reguler. Akibatnya, banyak wajib pajak reguler yang menunggak pajak dan menunggu pemutihan tahun depan. Hal semacam ini terus berulang dari tahun ke tahun.
Keempat: Pemutihan pada hakekatnya adalah "pembersihan" data ranmor. Bukan menjadi prioritas utama menangguk PAD. Hal ini tidak pernah diserusi, akibatnya tidak terdapat data yang mendekati kenyataan; berapa ranmor di Lampung; berapa yang masih berpotensi membayar pajak. Semua selama ini hanya mengira-ngira. Koordinasi Bapenda dengan Polda masih sangat lemah. Gelar data hingga mendekati angka sesuai fakta belum diseriusi.
Dalam kondisi demikian, -ini ironisnya-, yang bisa dilakukan Bapenda hanyalah "ngubyek-ubyek" kabupaten/kota untuk ikut turun ke masyarakatnya agar memanfaatkan masa pemutihan sampai 6 Desember nanti.
Tampak sekali, koordinasi perangkat daerah yang masih begitu lemah.
Hal itulah yang dilakukan Kepala Bapenda Lampung, Slamet Riadi. Dikatakan, perpanjangan program pemutihan ini menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan intensifikasi penagihan pajak kepada wajib pajak, terutama di wilayah dengan capaian rendah.
“Kita tetap bekerja keras untuk mengejar perolehan pajak kendaraan bermotor ini. Koordinasi terus kita lakukan dengan pemerintah kabupaten/kota agar mereka bisa menyentuh langsung wajib pajak di level bawah,” ujar Slamet, seperti dikutip dari Lampung Geh.
Dijelaskan, sejak kebijakan opsen pajak berlaku pada 5 Januari 2025, kabupaten/kota justru memperoleh porsi lebih besar dari pendapatan PKB dan BBNKB, yakni 66% dari total penerimaan.
“Sebenarnya kabupaten/kota yang lebih diuntungkan dengan adanya opsen ini. Jadi sudah kami koordinasikan agar mereka maksimalkan peran aparatur desa atau kelurahan untuk mendekati wajib pajak secara langsung,” tambahnya.
Upaya Bapenda Lampung memang tidak kurang-kurang. Namun, untuk bisa mendulang perolehan PKB sebanyak Rp1,2 triliun seperti tahun 2024 silam -dari target Rp1,63 triliun- sangat sulit dicapai.
Karena kebijakan pemutihan dengan menghapus denda dan pojok pajak adalah langkah yang keliru. Apalagi ada indikasi "hasil kajian" Unila yang dijadikan salah satu alasan terindikasi tidak senyatanya demikian.
Tidak berlebihan jika dikatakan: memperpanjang program pemutihan sekadar "manjangin tali kolor." (kgm-1/inilampung)


