![]() |
| Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandarlampung, Asroni Paslah (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Dalam satu pekan ini, DPRD Kota Bandarlampung (Balam) setidaknya mengalami dua dinamika. Yang ironisnya, bernada miring.
Pertama: "Nyanyian merdu" Agusman Arief -legislator asal Partai Demokrat- yang mencuat di dalam ruang sidang paripurna DPRD Balam hari Rabu (5/11/2025) lalu.
Saat itu, rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Afrizal, baru akan ditutup. Tiba-tiba -demikian dikutip dari tiktok Berjayanews.com- Agusman Arief menyampaikan interupsi. Politisi lowprofile yang hampir 20 tahun menjabat anggota DPRD Kota Balam ini menyenandungkan "nyanyian merdu". Mengkritik keras koleganya karena malas bekerja.
"Rapat paripurna finalisasi pembahasan APBD tahun anggaran 2026 ini hanya dihadiri 10 orang anggota Dewan. Mirip rapat komisi saja. Padahal saat rapat KUA PPAS kelihatannya serius," begitu kurang lebih pernyataan Agusman Arief yang mengungkap rendahnya kedisiplinan rekan-rekannya sesama anggota DPRD Balam.
Ada hal menarik yang dilantunkan Agusman. Yaitu: "Jangan menuntut lebih jika kita tidak bisa berbuat lebih."
Lantunan bernada satir dari politisi senior itu langsung "menghentak" suasana rapat paripurna DPRD yang dihadiri Wakil Walikota Deddy Amarullah dan jajaran kepala perangkat daerah di lingkungan Pemkot Bandarlampung.
Bahkan, banyak hadirin yang spontan bertepuk tangan mendengar lantunan satir yang disampaikan Agusman Arief.
Tetapi, kritik internal wakil rakyat tersebut langsung disahuti oleh Wakil Ketua DPRD Afrizal yang memimpin rapat paripurna. Menurutnya, jumlah anggota Dewan yang hadir 29 dari 50 orang.
Mengapa kursi anggota Dewan banyak kosong saat paripurna berjalan? Dengan enteng, Afrizal menukas: "Sebagian mungkin sedang ke toilet."
Ditambahkan, pada saat bersamaan pimpinan DPRD tengah mengikuti kegiatan di Pemprov Lampung terkait dengan adanya kunjungan kerja pimpinan KPK.
Kedua: Meruyaknya kabar bila beberapa oknum anggota DPRD Balam tengah "saling bidik" terkait dengan perebutan proyek.
Mengutip dari fajarsumatera.co.id, aroma intervensi politik menyeruak dibalik proyek revitalisasi SD dan SMP di Kota Bandarlampung. Sejumlah sekolah penerima bantuan APBN mengaku dipaksa menyerahkan pengerjaan proyek kepada pihak yang dikondisikan oleh oknum anggota DPRD, dengan pelaksana lapangan pihak lain. Berinisial YM.
Laporan lapangan yang dihimpun dari beberapa sumber, begitu ditulis fajarsumatera.co.id, proyek revitalisasi sudah berjalan sekitar dua minggu sebelum akhirnya muncul tekanan. Beberapa kepala sekolah yang menolak dikondisikan, mengaku didatangi oleh oknum anggota DPRD dan YM.
“Tenaga kerja yang sudah bekerja dibubarkan, mereka suruh berhenti. Terus diminta serahkan pengerjaan ke orang mereka,” ujar salah satu kepala sekolah yang enggan disebut namanya, Kamis (6/11/2025) kemarin.
Tidak lama setelah itu, pihak sekolah mendapat “arahan” dari Disdikbud Balam agar menyerahkan pengerjaan ke pihak oknum anggota Dewan tersebut. Akhirnya, proyek pun diambilalih oleh YM. Kelompok tenaga kerja awal yang berasal dari warga sekitar sekolah pun diganti seluruhnya dengan pekerja baru yang dibawa YM. Mereka bekerja di bawah pengawasan langsung pihak luar, bukan lagi dikoordinasi oleh sekolah seperti dalam sistem swakelola.
“Awalnya kami senang bisa ikut kerja di sekolah sendiri, tapi tiba-tiba disuruh berhenti. Katanya ada yang ambilalih dari atas,” kata salah seorang pekerja yang sebelumnya ikut dalam proyek SDN di wilayah Tanjungkarang Barat.
Data sementara menunjukkan, pola yang sama terjadi di beberapa titik sekolah penerima revitalisasi di Kota Bandarlampung.
Dan temuan lapangan Komisi IV DPRD Kota Bandarlampung semakin memperkuat dugaan adanya permainan dibalik proyek ini. Dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan pekan ini, Ketua Komisi IV Asroni Paslah menyebut banyak kejanggalan: mulai dari mutu bangunan yang rendah, keseragaman material yang mengarah pada pemasok tunggal, hingga ketidaksesuaian antara nilai pagu dengan kondisi fisik pekerjaan.
“Kami akan terus lakukan sidak di 20 sekolah. Dari hasil sementara, kami menemukan pekerjaan yang tidak sesuai standar, bahkan ada sekolah yang belum memulai, padahal anggarannya sudah cair,” ucap Asroni, Rabu (5/11/2025) lalu.
Komisi IV juga mendorong agar BPK dan Inspektorat melakukan audit menyeluruh terhadap proyek revitalisasi tersebut, untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam penggunaan dana APBN.
Untuk diketahui, program revitalisasi sekolah dasar dan menengah di Provinsi Lampung ini merupakan bagian dari proyek nasional dengan total 648 sekolah penerima, dan total pagu Rp74,4 miliar.
Di Kota Bandarlampung, nilai per sekolah bervariasi, antara Rp600 juta hingga Rp800 juta. Beberapa titik yang disidak bahkan menunjukkan pekerjaan baru 30 persen, namun sudah menimbulkan persoalan dugaan intervensi dan monopoli pengerjaan.
Beberapa sumber dari lingkungan sekolah menyebutkan, pola tekanan berlangsung sistematis. Pihak sekolah mendapat pemberitahuan tidak resmi agar tidak menolak “bantuan” pihak luar. YM kemudian datang mengatasnamakan dukungan dari salah satu oknum anggota DPRD, menawarkan “pengamanan proyek”. Setelah ditolak, muncul kunjungan langsung dari oknum anggota DPRD dan YM yang berujung pada pembubaran tenaga kerja.
Ironisnya, Disdikbud diduga ikut menekan agar proyek tetap diserahkan kepada pihak yang dikondisikan. Polanya berulang di beberapa sekolah penerima.
Salah satu aktivis pendidikan di Bandarlampung menilai, kasus ini menunjukkan lemahnya perlindungan hukum terhadap kepala sekolah. “Swakelola itu artinya dikerjakan langsung oleh sekolah, bukan diserahkan ke oknum legislatif. Kalau benar ada tekanan, berarti kita sudah mundur jauh dari prinsip transparansi,” kata Arif Dermawan dari Suluh Academy.
Indikasi intervensi oknum DPRD dalam proyek revitalisasi sekolah di Bandarlampung makin kuat. Modusnya: tekanan politik terhadap sekolah, penggantian tenaga kerja, dan penyerahan proyek kepada pihak yang dikondisikan.
Komisi IV DPRD telah turun ke lapangan dan meminta audit. Namun hingga kini, pihak YM serta pihak-pihak terduga belum memberikan klarifikasi resmi.
Dari dua dinamika di lingkaran DPRD Kota Bandarlampung pada pekan ini, tampaknya para wakil rakyat saatnya mawas diri. Karena adanya praktik "saling intip" sebenarnya sudah diketahui publik. (kgm-1/inilampung)


