-->
Cari Berita

Breaking News

Guru Besar FH Unila Bicara Maraknya Perkara Korupsi

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Minggu, 16 November 2025



INILAMPUNGCOM - Pada tahun 2024 kemarin, Lampung masuk dalam 10 besar provinsi yang terbanyak praktik korupsinya di Indonesia. Dengan kerugian negara tidak kurang dari Rp270 miliar.


Dan untuk di Pulau Sumatera, Provinsi Lampung menempati posisi tiga besar.


Memang, di tahun 2025 ini gerakan penegakan hukum guna menyingkap berbagai perkara dugaan korupsi tampak "agak diseriusi" oleh APH, baik Polda maupun Kejati Lampung. Namun, secara kuantitas dan kualitas, banyak kasus dugaan korupsi yang mandek alias tidak jelas kelanjutan proses hukumnya. 


Dalam hal ini, Kejati Lampung mempunyai "pekerjaan rumah" yang relatif banyak. Misalnya, kelanjutan kasus KONI, kelanjutan kasus PT LEB -utamanya terkait sudah disitanya harta mantan Gubernur Arinal Djunaidi senilai Rp35,6 miliar-, kasus dugaan korupsi di DPRD Kabupaten Lampung Utara tahun 2022, kasus penyimpangan Alsintan di Dinas KPTPH Lampung tahun 2024 yang telah memeriksa beberapa pejabat terkaitnya, kasus mafia tanah register di Way Kanan dan sudah meminta keterangan mantan Bupati Raden Adipati Surya sebanyak dua kali, serta masih banyak lagi lainnya yang tidak terendus media.


Mengapa di Lampung cukup marak kasus dugaan korupsi dan -ironisnya- yang telah diproses Kejati pun banyak mandek? Guru Besar Ilmu Hukum FH Unila, Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA, bicara blak-blakan terkait hal itu dalam wawancara khusus dengan inilampung.com, Sabtu (15/11/2025) malam. Berikut petikannya:


Menurut Prof, apa penyebab mendasar maraknya dugaan praktik korupsi di Lampung?

Korupsi di Lampung terjadi karena tidak berkolerasi dengan penerapan prinsip falsafah Piil Pesenggiri. Itu kata kuncinya.


Jadi karena mengabaikan falsafah hidup sebagai jati diri masyarakat Lampung itu ya?

Iya. Konkretnya ya karena itu. Coba gerakkan lagi pemahaman dan aplikasi dari falsafah Piil Pesenggiri di semua sektor kehidupan kita sebagai warga masyarakat Lampung, saya yakin akan terjadi perubahan positif dalam kehidupan kita semua. Dalam hal ini tentu pimpinan pemerintahan yang pertama kali harus memberi teladan dan mengajak semua elemen masyarakat.


Anda optimis, dengan mengimplementasi falsafah Piil Pesenggiri bisa mengurangi praktik korupsi ke depan?

Optimislah. Soal korupsi itu kan terkait mental. Bukan hanya kesempatan. Kalau mentalnya baik, mahami dan menjalani secara konsekwen falsafah Piil Pesenggiri sebagai jati diri kita selaku orang Lampung, saya yakin akan terjadi penurunan praktik-praktik berindikasi korupsi itu. Tapi ya harus pimpinan pemerintahan yang memulainya. 


Selama ini banyak kasus dugaan korupsi yang mandek di Kejati, menurut Prof karena faktor apa?

Jadi begini, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di Lampung sebenarnya ya setali tiga uang dengan penegakan hukum di Indonesia. Kalau mau membedah faktornya, tentu saja banyak. Dalam konteks inilah berbagai elemen masyarakat terus berharap adanya penegakan hukum yang berjalan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.


Maksudnya, kalau memang memenuhi unsur ya harus diproses lanjutan, kalau tidak, ya dihentikan prosesnya. Begitu ya, Prof?

Ya semestinya begitu. Ketentuan dalam memproses sebuah perkara secara hukum kan sudah jelas. Dan saya kira, semua penyidik juga sudah paham soal itu.


Menurut penilaian Prof, mengapa banyak perkara yang terkesan diambangkan kelanjutan prosesnya oleh APH?

Itu karena penerapan norma hukum lebih dominan serta ditinggalkannya nilai hukum dan asas hukum. (kgm-1/inilampung)

LIPSUS