![]() |
| Gubernur Mirza mencabut singkong di kebun keluarganya di Lampung Utara yang telah berusia 18 bulan. (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Sejarah kembali berulang. Saat penataan harga ubi kayu atau singkong dilakukan Pemprov Lampung era Pj Gubernur Samsudin akhir 2024 lalu, kaum pengusaha atau pabrikan melakukan perlawanan.
Caranya dengan membuat pengumuman di pabrik yang intinya tidak menerima penjualan singkong dari petani. Alasan tengah ada perbaikan atau tutup kegiatan yang dikemukakan saat itu.
Pun saat ini. Seiring akan diberlakukannya harga ubi kayu Rp1.350 per-Kg dengan maksimal rafaksi 15% -pola yang sama era Pj Gubernur Samsudin- mulai Senin (10/11/2025) besok, banyak pabrik yang kembali melakukan perlawanan. Tidak membeli singkong petani dengan berbagai alasan.
Menurut penelusuran Minggu (9/11/2025) siang, setidaknya tiga pabrik tapioka yang menghentikan kegiatannya mulai Senin (10/11/2025) besok. Baik pabrik yang ada di Lampung Utara maupun Lampung Tengah.
"Hari Sabtu kemarin banyak pabrik ngabisin stok singkongnya. Mulai hari Senin, mereka sepakat berhentiin operasional alias tidak beli lagi singkong petani," kata seorang tokoh petani singkong di Lampung Utara melalui telepon, Minggu (9/11/2025) siang.
Bakal adanya perlawana dari pabrikan atas adanya Pergub Nomor: 36 Tahun 2025 tentang Tata Kelola dan Hilirisasi Ubi Kayu yang ditandatangani Gubernur Rahmat Mirzani Djausal 31 Oktober 2025, telah "dibaca" oleh pengamat ekonomi pemerintahan, Ir. Endro S Yahman, MSi, Kamis (6/11/2025) malam dalam wawancara khusus dengan inilampung.com.
"Pergub tata kelola dan hilirisasi ubi kayu ini pertaruhan kredibilitas Gubernur Mirza di mata pengusaha," kata Endro.
Apalagi telah disepakati bersama para Bupati dan Walikota se-Lampung bahwa mulai hari Senin (10/11/2025) besok, harga ubi kayu alias singkong Rp1.350 per-Kg dengan rafaksi 15%. Endro menilai, bakal ada perlawanan dari pihak pabrikan.
Mantan anggota DPR RI ini mengakui, Pergub 36/2025 adalah terobosan yang menarik dan berani.
"Persoalannya, apakah bisa Pergub itu efektif melawan ekonomi ubi kayu yg bersifat monopsoni? Kita semua kan tahu persis kalau ubi kayu bukan bahan produk pertanian yang diberi prioritas dilindungi pemerintah dalam regulasi. Yang dilindungi itu kan antara lain beras dan jagung," urainya.
Menurut kandidat doktor IPB ini, Pemprov Lampung seharusnya menyelesaikan dulu akar masalahnya, yaitu hilirisasi dengan mengambil tanggung jawab melalui BUMD yang bergerak dalam pabrik berbasiskan bahan baku ubi kayu.
Bentuknya seperti apa? "Antara lain pabrik etanol, tepung, dan sejenisnya.
Kalau mengharapkan investasi, berat. Walaupun janjinya diberi kemudahan-kemudahan," lanjutnya.
Hal utama lainnya yang mesti dilakukan Pemprov Lampung, sambung Endro S Yahman, adalah menurunkan nilai ICOR bila ingin menarik investasi.
Dibeberkan, saat ini nilai ICOR (incremental Capital Output Ratio) Provinsi Lampung masih diatas 4.
Artinya masih kurang menarik bagi investor untuk investasi, karena dianggap kurang efisien. (kgm-1/inilampung)


