-->
Cari Berita

Breaking News

Sidang Prapid Mantan Dirut PT LEB 10 Menit: Laku Penyidik Kejati Mulai Dikuliti

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Jumat, 28 November 2025

 

Sidang Perdana Praperadilan Mantan Dirut PT LEB (ist/inilampung)

INILAMPUNGCOM - Sidang perdana praperadilan (prapid) yang diajukan mantan Dirut PT Lampung Energi Berjaya (LEB), M. Hermawan Eriadi, digelar di PN Tanjungkarang, Jum'at (28/11/2025) pagi.


Prapid diajukan Hermawan Eriadi karena ia menilai kasusnya berpotensi kriminalisasi, disebabkan hingga kini belum ada kerugian negara.


Hakim Tunggal Muhammad Hibrian hanya perlu waktu 10 menit saja untuk memimpin sidang prapid tersebut. Dengan meminta pihak-pihak melengkapi bukti-bukti. Sidang akan dilanjutkan Senin pekan depan. 


Diketahui, sidang perdana ini hanya memastikan soal legalitas pemohon dan termohon. 


Kenapa mantan Dirut PT LEB, Hermawan Eriadi, mengajukan prapid? Penasihat hukumnya, Riki Martim, SH, menyatakan sejak penyelidikan selama setahun yang lalu sampai penetapan tersangka hingga saat ini, kasus yang menimpa PT LEB masih belum dipahami oleh Hermawan Eriadi apa yang menyebabkan dirinya dijadikan tersangka.


Diuraikan, pada saat pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung, sebenarnya Hermawan sudah menanyakan hal itu kepada penyidik.


Apa jawaban penyidik? "Penyidik menyampaikan bahwa hal tersebut akan jelas saat sidang penuntutan di Pengadilan," ucap Riki Martim usai persidangan perdana 10 menit.


Dan Riki pun mulai menguliti laku penyidik Kejati, dengan menyatakan bahkan sampai saat ini pun, Direksi dan Komisaris PT LEB yang telah ditetapkan sebagai tersangka masih belum mengetahui adanya fakta terkait besaran kerugian negara dalam perkara aquo. 


"Kami sebagai kuasa hukum, mendasarkan pada peristiwa yang menimpa klien kami tersebut akhirnya 'terpaksa' menggunakan ruang pengajuan permohonan praperadilan untuk mendapatkan kebenaran materiil terkait adanya penetapan tersangka terhadap klien kami," tambah Riki Martim.


Menurut dia, sebelum ada penetapan tersangka sepatutnya terinformasikan dua alat bukti yang sah terhadap orang yang ditetapkan sebagai tersangka, karena hal tersebut sangat mendasar dan konstitusional.


Dijelaskan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU‑XII/2014 memberikan penegasan konstitusional bahwa penetapan seseorang sebagai tersangka wajib didasarkan pada paling sedikit dua alat bukti yang sah, serta harus didahului dengan pemeriksaan terhadap calon tersangka, agar orang tersebut memiliki kesempatan untuk memberikan keterangan, bantahan, dan klarifikasi.


"Direksi dan Komisaris PT LEB pada saat pemeriksaan pernah diperiksa beberapa kali sebagai saksi dan dalam kapasitas sebagai calon tersangka, dengan pertanyaan terkait tupoksi, mekanisme internal, operasional dan RUPS. Padahal, selama pemeriksaan sebagai saksi atau pun tersangka, belum ada pendalaman pertanyaan mengenai hal yang diduga sebagai tindak pidana korupsi selama menjalani kegiatan di PT LEB," beber Riki.


Selama pemeriksaan oleh penyidik, masih kata Riki, kliennya pun tidak pernah diperlihatkan hasil audit BPKP, baik saat diperiksa sebagai saksi maupun tersangka.


Hal mana kerugian negara itu haruslah nyata dan pasti, sesuai UU Nomor: 1/2004 rentang Perbendaharaan Negara.


Ditegaskan, tindakan -penyidik Kejati- ini tentu saja tidak relevan dengan asas peradilan yang jujur dan layak (fair trial) dan asas due process of law, serta bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 mengenai jaminan atas kepastian hukum yang adil.


"Kami berharap, dengan menggunakan ruang hukum mengajukan permohonan praperadilan, dapat menemukan kebenaran dan klien kami mendapatkan keadilan," ucap Riki.


Diketahui, dalam kasus dugaan korupsi di PT LEB dari dana PI 10% senilai Rp271,55 miliar, Kejati Lampung telah menetapkan tiga tersangka pada 22 September 2025 dan langsung dilakukan penahanan di Rutan Kelas I Bandarlampung. Ketiganya adalah M. Hermawan Eriadi, selaku mantan Dirut PT LEB, Budi Kurniawan, mantan Direktur Operasional, dan Heri Wardoyo, mantan Komisaris.


Kasus PT LEB ini sempat membuat heboh masyarakat Lampung karena tim pidsus Kejati melakukan penggeledahan di rumah mantan Gubernur Arinal Djunaidi di Jln. Sultan Agung No: 50, Sepang Jaya, Kedaton, Bandarlampung, pada 3 September 2025. 


Ada beberapa barang berharga milik Arinal yang disita, dengan nilai total Rp38.588.545.675. Terdiri dari:


1. Tujuh unit kendaraan roda empat senilai Rp3.5000.000.000.

2. Logam mulia seberat 645 gram senilai Rp1.291.290.000.

3. Uang tunai -asing dan rupiah- senilai Rp1.356.131.100.

4. Deposito pada beberapa bank senilai Rp4.400.724.575.

5. Sertifikat tanah sebanyak 29 berkas (SHM) senilai Rp28.040.400.000.


Dengan alasan garasi Kejati dalam renovasi, ke tujuh kendaraan roda empat yang disita dititipkan di rumah Arinal Djunaidi.


Lalu dimana sekarang posisi kendaraan sitaan itu? Beberapa kali ditanyakan persoalan ini, Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, tidak memberikan respons.(zal/inilampung)

LIPSUS