![]() |
| RSUD Ryacudu |
INILAMPUNGCOM - Bupati Lampung Utara (Lampura) Hamartoni Ahadis dan Wabup Romli tampaknya perlu menyeriusi kedisiplinan pegawai di RSUD Ryacudu.
Pasalnya, sepanjang tahun 2024 lalu terdapat 60 pegawai yang bekerja semaunya, dan berujung merugikan keuangan Pemkab Lampura sebesar Rp3.539.567.100.
BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dalam LHP Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pemerintah Kabupaten Lampung Utara Tahun 2024, Nomor: 23B/LHP/XVIII.BLP/05/2025, tanggal 22 Mei 2025, membuka borok tidak adanya pengendalian atas penerapan aplikasi e-absensi dan pemberian hukuman terhadap tindakan indisipliner 60 PNS pada RS HM Ryacudu tersebut.
Hasil pemeriksaan BPK sebelumnya, tertuang dalam LHP Nomor: 53/LHP/XVIII.BLP/12/2024 tentang LHP Kinerja atas Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program JKN Tahun Anggaran 2023 dan 2024 pada Pemkab Lampura, telah dibeberkan permasalahan tenaga medis dan kesehatan di RSUD HM Ryacudu belum memberikan pelayanan sesuai dengan jam pelayanan yang ditetapkan.
Berdasarkan hasil survei kepada masyarakat Lampura melalui google form dengan jumlah responden 2.260 orang, diketahui sebanyak 482 responden menyatakan salah satu alasan tidak memilih rujukan ke RSUD Ryacudu karena dokter spesialis tidak lengkap dan jadwal kehadiran dokter juga tidak pasti atau jarang di tempat.
Sementara hasil kompilasi dari laporan pengaduan tertulis pasien di RSUD Ryacudu tahun 2023 sampai September 2024 terkait pelayanan tenaga medis dan tenaga kesehatan menunjukkan 15 pengaduan yang mengeluhkan ketidaktepatan waktu dokter spesialis dan lamanya waktu pelayanan.
Atas persoalan itu -sebenarnya- BPK telah merekomendasikan kepada Bupati Lampura untuk melakukan pengawasan dan menerapkan sanksi atas pelanggaran disiplin dokter spesialis, antara lain kehadiran jam praktik sesuai jadwal dan kewajiban presensi pada aplikasi e-Absensi sesuai ketentuan. Namun, sampai dengan bulan Mei 2025, rekomendasi BPK tersebut belum ditindaklanjuti.
Di sisi lain, berdasarkan PP Nomor: 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil ditegaskan bahwa PNS yang tidak masuk kerja dan tidak mentaati ketentuan jam kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama sepuluh hari kerja diberhentikan pembayaran gajinya sejak bulan berikutnya. Faktanya, di RSUD Ryacudu terjadi pelanggaran atas aturan dalam PP tersebut secara terang-terangan.
Hasil analisis atas data daftar gaji dan rekap presensi pegawai pada aplikasi e-Absensi yang diperoleh dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Lampura, BPK menyimpulkan bahwa terdapat 60 PNS -termasuk dokter umum dan spesialis- pada RSUD Ryacudu yang tidak masuk kerja selama sepuluh hari berturut-turut tanpa alasan yang sah namun pembayaran gaji, THR, dan gaji ke-13 belum dihentikan pembayarannya sebesar Rp3.539.567.100.
Kasubag Umum dan Kepegawaian RSUD Ryacudu mengaku jika ke-60 PNS itu sebenarnya hadir, tetapi tidak tepat waktu sesuai ketentuan dan tidak melakukan presensi melalui aplikasi e-Absensi.
Ia mengaku telah memberi teguran secara lisan, tanpa penerapan sanksi sebagaimana yang diatur dalam PP 94 Tahun 2021.
Atas persoalan ini, BPK menilai telah terjadi potensi kelebihan pembayaran belanja pegawai di RSUD HM Ryacudu sebesar Rp3.539.567.100. Dalam bahasa lain, 60 PNS yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan itu telah merugikan keuangan Pemkab Lampura di tahun 2024 kemarin senilai tersebut diatas.
Diketahui, pada tahun anggaran 2024 lalu Pemkab Lampura menganggarkan Rp804.711.861.135 untuk belanja pegawai, yang direalisasikan Rp769.925.077.485 atau 95,68%. Namun, setidaknya terdapat uang rakyat senilai Rp8.913.107.090 yang penggunaannya tidak sesuai ketentuan.
Yaitu Rp3.539.567.100 di RSUD Ryacudu, kelebihan bayar di empat OPD Rp1.089.729.295, potensi kelebihan bayar pada 12 OPD Rp1.771.149.600, dan pemberian honor pengadaan barang dan jasa Rp172.482.000.
Juga terdapat kelebihan bayar gaji dan tunjangan bagi PNS di 10 OPD yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah sebesar Rp1.440.665.800, lebih bayar gaji dan tunjangan pada sembilan ASN di enam OPD Rp330.483.800, dan pemberian TPP bagi 29 kepala puskesmas tidak sesuai ketentuan Rp1.070.995.295.
Bagaimana mengatasi parahnya disiplin pegawai di RSUD Ryacudu dan sudahkah pada tahun 2025 ini ada perbaikan? Sayangnya, belum didapat penjelasan dari Direktur RSUD Ryacudu hingga berita ini ditayangkan. (zal/inilampung)


