![]() |
| Gubernur Lampung periode 2019-2024, Arinal Djunaidi (ist/inilampung) |
INILAMPUNGCOM - Ada kabar serius berseliweran pada Sabtu (13/12/2025) malam. Dikabarkan jika pekan depan mantan Gubernur Lampung periode 2019-2024, Arinal Djunaidi, akan dijemput paksa oleh penyidik pidsus Kejati Lampung.
"Kalau yang bersangkutan sengaja menghindari panggilan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, bisa saja penyidik menjemput paksa," kata sumber inilampung.com melalui telepon.
Menurutnya, posisi Arinal Djunaidi sudah di ujung tanduk. Bakal menyusul tiga "pelaksana lapangan" PT Lampung Energi Berjaya (LEB): M. Hermawan Eriadi, Budi Kurniawan, dan Heri Wardoyo, yang menjadi tersangka dan sejak 22 September 2025 mendekam di Rutan Kelas I Bandarlampung, Way Huwi, Jati Agung, Lampung Selatan.
"Arinal jangan sok tenang. Hadiri panggilan Kejati dan terima apapun penetapan nantinya," lanjutnya.
Sebelumnya beredar kabar jika Arinal mangkir dari panggilan penyidik pidsus Kejati Lampung guna diperiksa kedua kalinya terkait kasus dugaan tipikor pengelolaan dana PI 10% pada Wilayah Kerja Offshore South East Sumatera (WK-OSES) senilai US$17.286.000 atau sekitar Rp271 miliar dari Pertamina Hulu Energi (PHU) di PT Lampung Energi Berjaya (LEB).
Didapat kabar mangkirnya Arinal karena mantan Sekdaprov Lampung itu posisinya masih di Jakarta.
Sumber inilampung.com menyatakan, Kejati tahu persis besarnya dorongan dan harapan masyarakat Lampung agar kasus mega korupsi PT LEB dituntaskan dengan menyeret semua pihak terkait.
"Fokus ke depan ini meriksa Arinal. Aset dia puluhan miliar kan sudah disita. Tinggal meriksa dia lagi untuk mantepin konstruksi persoalannya. Kita tunggu saja pekan depan apa yang akan dilakukan Kejati," tambahnya.
Benarkah pekan depan Kejati telah mengagendakan kembali memanggil mantan Gunernur Arinal Djunaidi? Sampai berita ini ditayangkan, Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan, belum menjawab permintaan penjelasan yang diajukan inilampung.com.
Diberitakan sebelumnya, seiring ditolaknya praperadilan yang diajukan mantan Dirut PT Lampung Energi Berjaya (LEB), M. Hermawan Eriadi, hari Senin (8/12/2025) lalu oleh hakim tunggal Muhammad Hibrian di PN Tanjungkarang, beredar kabar Kejati bakal "lari kencang."
Diketahui, pada awal bulan September lalu mantan Gubernur Arinal Djunaidi telah diperiksa penyidik pidsus Kejati Lampung selama 12 jam lebih.
Sebelumnya, hari Rabu, 3 September 2025, penyidik pidsus melakukan penggeledahan terhadap rumah mantan Gubernur Arinal Djunaidi di Jln. Sultan Agung No: 50, Sepang Jaya, Kedaton, Bandarlampung.
Penyidik menyita beberapa barang berharga dari rumah Arinal Djunaidi. Yaitu:
1. Kendaraan roda empat sebanyak tujuh unit. Senilai Rp3.500.000.000.
2. Logam mulia seberat 645 gram. Senilai Rp1.291.290.000.
3. Uang tunai; pecahan mata uang asing dan rupiah. Senilai Rp1.356.131.100.
4. Deposito dari beberapa bank. Senilai Rp4.400.724.575.
5. 29 Sertifikat hak milik. Senilai Rp28.040.400.000.
Total harta mantan Gubernur Arinal Djunaidi yang disita penyidik senilai Rp38.588.545.675.
Menurut catatan inilampung.com, meski berstatus disita namun ke tujuh kendaraan roda empat tidak berada di Kejati. Kendaraan sitaan itu dititipkan di rumah Arinal dengan alasan garasi penyimpanan barang bukti Kejati sedang direnovasi.
Publik banyak menyorot perlakuan diskriminatif Kejati, dimana hingga saat ini Arinal Djunaidi baru diperiksa satu kali. Padahal, sejak 22 September silam Kejati telah menetapkan tiga tersangka dan langsung menjebloskan ke Rutan Kelas I Bandarlampung di Way Huwi, Jati Agung, Lampung Selatan.
Ketiga tersangka kasus dugaan tipikor dana PI 10% WK-OSES senilai Rp271 miliar di PT LEB adalah mantan direktur utama; M. Hermawan Eriadi, mantan direktur operasional; Budi Kurniawan, dan mantan komisaris; Heri Wardoyo. Dari ketiganya, Kejati telah menyita barang dan uang sekitar Rp80 miliar.
Disita juga uang Rp59 miliar dari rekening PT Lampung Jasa Utama (LJU), pun dari PDAM Way Guruh Lampung Timur sekitar Rp2 miliar.
Dan mantan Bupati Lamtim, M. Dawam Rahardjo, telah mengembalikan "cipratan" dana PI 10% sebesar Rp322 juta. (zal/inilampung)


.jpeg)