-->
Cari Berita

Breaking News

Membangun Semangat Kemaslahatan

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Jumat, 26 Desember 2025

 


Oleh: Junaidi Jamsari 


Dalam membangun kemaslahatan, peran ulama yang memberikan manfaat dan melakukan perbaikan terus diharapkan. Peran dimaksud harus dilaksanakan, tidak hanya untuk kemaslahatan umat tetapi juga bangsa dan negara.


Dalam sejarah panjang umat Islam, para ulama bukan hanya penjaga ilmu, tetapi juga laksana mercusuar yang tetap berdiri tegak ketika badai bencana melanda sekalipun.


Dalam satu kisah terkenal, KH Bisri Musthofa Tabanan tengah mengisi pengajian ketika banjir besar melanda Tegal. Air masuk sampai ke panggung. Panitia meminta pengajian dihentikan. Tapi beliau tersenyum: “Kalau hanya air, kita bisa bertahan. Yang bahaya itu banjir dosa.”


Peran dapat dilakukan melalui berbagai perbaikan yang dapat dirasakan oleh umat, dan juga perbaikan yang menyangkut kenegaraan, "ishlah wathaniyah”.


Almaghfurlah K.H. Wahab Chasbullah merupakan tauladan yang patut dijadikan contoh. Karena semasa hidunya, beliau adalah sosok ulama yang banyak berperan dalam membangun kemaslahatan bagi umat dan negara.


Beliau telah banyak melakukan iqamatul mushalih wal manafi’, membangun kemaslahatan-kemaslahatan dan kemanfaatan, wa izalatul mafasid wal adrar, dan juga menghilangkan kerusakan-kerusakan dan bahaya-bahaya, baik yang menyangkut umat maupun menyangkut bangsa dan negara. Harapan kita agar masyarakat Indonesia dapat terus menjaga semangat dalam membangun kemaslahatan.


Semangat ini semangat untuk menghilangkan mafsadah (kerusakan), semangat menghilangkan bahaya. Semangat membangun kemaslahatan dan kemanfaatan harus terus kita pupuk sepanjang masa. 


Ukhuwah Islamiyah dan kemaslahatan umat adalah dua konsep yang saling berkaitan; ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antarumat Islam) menjadi pondasi untuk mencapai kemaslahatan (kebaikan) umat secara keseluruhan, melalui sikap saling tolong, peduli, dan menjaga keharmonisan. Hubungan ini terwujud dalam kerja sama untuk mengatasi tantangan, seperti kesenjangan ekonomi dan sosial, serta memperkuat solidaritas dan kesejahteraan mental. 


Ukhuwah Islamiyah yang meliputi rasa persaudaraan, saling peduli, tolong menolong, dan kebersamaan dalam kebaikan. Islam mengajarkan ukhuwah Islamiyah sebagai dasar persaudaraan universal yang dilandasi kerja sama dan tolong menolong untuk kemaslahatan bersama, termasuk membela mustad’afin.


Membela mustad’afin melanjutkan tugas Rasul dengan mengutip Al-Qur'an: …”membuang beban-beban (penderitaan) dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka”. Rasullullah SAW bersabda; “kamu ditolong dan diberi rezeki karena orang-orang lemah di antaramu. Dan, cintailah orang miskin dan akrablah dengan mereka, supaya Allah pun akrab juga dengan engkau pada hari kiamat."


Sebagaimana telah dilukiskan oleh Rasululah SAW: "Perumpamaan kaum mukminin dalam hal jalinan kasih sayang, kecintaan dan kesetiakawanan, sama seperti satu tubuh, yang bila salah satu anggotanya mengeluh karena sakit, maka seluruh anggota lainnya menunjukkan simpatinya dengan berjaga semalaman dan menanggung panas karena demam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Ulama dan ummat

Hajat umat manusia terhadap ulama dan du’at merupakan kebutuhan vital, seperti kebutuhan suatu masyarakat terhadap petani, nelayan, dokter dan profesi-profesi penentu sarana kehidupan, bahkan lebih. Karena kebutuhan umat manusia terhadap ilmu serta arahan para ulama dan du’at melebihi kebutuhan terhadap makanan, minuman, dan kesehatan. Makanan dan minuman hanya dibutuhkan 2-3 kali dalam sehari. Sedangkan ilmu dan bimbingan wahyu melalui ulama dan du’at dibutuhkan sepanjang tarikan nafas.


Karena kebutuhan umat terhadap ulama bukan hanya dalam soal urusan "Dien" yang menyangkut ibadah mahdhah. Karena Islam tidak mengenal dikotomi antara agama dan dunia, seperti dipahami oleh kalangan sekular. Tetapi Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Sehingga arahan dan bimbingan para ulama juga dibutuhkan dalam persoalan duniawi menyangkut muamalat sehari-hari.


Umat butuh kepada ulama bukan hanya dalam urusan hubungan dengan Allah, tetapi dalam urusan dengan sesama manusia pun perlu panduan wahyu melalui penjelasan para ulama dan da’i. Bimbingan ulama juga dibutuhkan urusan jual beli, pernikahan, etika bergaul dan berinteraksi dengan karib kerabat, tetangga, orang tua, mendidik anak, dan urusan muamalat lainnya. Ketidakhadiran peran ulama dalam masyarakat tidak hanya berdampak urusan agama mereka, tapi juga pada urusan kehidupan dunia mereka. 


Terlebih lagi terhadap masyarakat yang tengah tertimpa musibah, ulama berfungsi sebagai pilar kekuatan spiritual, sosial, dan moral yang membantu masyarakat untuk pulih, bersatu, dan bangkit kembali setelah mengalami musibah. 


Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bersabda: "Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya bagaikan satu bangunan, yang saling menguatkan antara satu bagian dengan bagian lainnya." Hadits ini menggambarkan bagaimana seharusnya umat Islam saling mendukung dan menguatkan dalam menghadapi kesulitan. (*)

LIPSUS