-->
Cari Berita

Breaking News

Pembelajaran Sastra: Penyimpangan pada Puisi Memikat atau Membingungkan?

Dibaca : 0
 
Senin, 01 Desember 2025


Oleh Salwa Pramesti Maharani


Pembelajaran sastra, khususnya puisi, sering kali menghadapi tantangan terkait daya tarik dan tingkat pemahaman peserta didik. Hasil angket analisis kebutuhan peserta didik menunjukkan adanya problematika dalam memahami puisi yang menggunakan penyimpangan bahasa (deviasi). Data dikumpulkan dari 32 responden kelas X di SMA Negeri 10 Bandar Lampung sebagai sampel untuk memberikan gambaran jelas mengenai kondisi ini.


Minat Belajar Puisi dan Tingkat Pemahaman Awal 

Mayoritas peserta didik memiliki minat yang cukup baik terhadap pelajaran puisi di kelas. Sebanyak 19 peserta didik (59,4%) menyatakan setuju dan sangat setuju menyukai pelajaran puisi. Namun, minat ini tidak selalu sejalan dengan tingkat kemudahan pemahaman. Terdapat 31,3% atau 10 peserta didik menyatakan kurang setuju dan hanya 3,1% atau 1 peserta didik menyatakan sangat setuju terkait materi puisi yang diajarkan selama ini mudah dipahami. Kesulitan utama yang paling banyak diutarakan peserta didik adalah terkait bahasa yang puitis, tidak biasa, dan sulit dimengerti atau dipahami maknanya. Beberapa kesulitan yang disebutkan meliputi:

  • “Tentang bahasa yang sangat puitis” (1 responden)

  • “Menahami kata kata yang terkadang menggunakan bahasa yang jarang digunakan” (1 responden)

  • “Penggunaan bahasa yang jarang dipakai, membuat saya bingung” (1 responden)

  • “Memahami bahasa yang susah untuk dipahami” (1 responden)

  • “Kurang bisa memahami bahasa-bahasa yang puitis” (1 responden)

(Sumber: Dokumen Pribadi, 13 November 2025)

Deviasi Bahasa: Antara Ketertarikan dan Kebingungan 

Pusat dari problematika ini adalah konsep deviasi (penyimpangan) gaya bahasa. Deviasi mengacu pada penggunaan bahasa yang menyimpang dari norma kebahasaan sehari-hari untuk menciptakan efek estetika dalam puisi. Hasil angket menunjukkan bahwa pengetahuan peserta tentang deviasi masih sangat minim:

  • Sebanyak 22 peserta didik (73,3%) secara eksplisit menyatakan tidak tahu, belum pernah mendengar, atau belum pernah dijelaskan mengenai deviasi dalam puisi.

  • Meskipun sebagian besar belum mengetahui definisinya, ketika ditanyakan tentang ketertarikan untuk mempelajarinya, tanggapannya terpecah: 13 peserta didik (40,6%) menyatakan aetuju, 13 peserta didik (40,6%) menyatakan kurang setuju, dan 6 peserta didik (18,8%) menyatakan tidak setuju.

Ini mengindikasikan bahwa ada sebagian peserta didik yang penasaran, sedangkan sebagian lainnya merasa ragu, bahkan menolak, kemungkinan karena mereka menganggap penggunaan bahasa yang tidak biasa adalah sumber dari kesulitan. Hal ini diperkuat dengan data yang didapat sebanyak 17 peserta didik (53,1%) menyatakan setuju dan 6 peserta didik (18,8%) sangat setuju bahwa mereka merasa kesulitan memahami puisi karena penggunaan bahasa yang tidak biasa.


Ironisnya, dari 32 responden, 19 peserta didik (59,4%) yang menyatakan kurang setuju atau tidak setuju bahwa pendidik sering menggunakan contoh puisi yang mengandung deviasi gaya bahasa. Hal ini menguatkan bahwa deviasi adalah materi yang jarang disinggung atau tidak dijelaskan secara mendalam, padahal penggunaannya dalam puisi sering menjadi hambatan bagi pemahaman peserta didik.


Kebutuhan akan Bahan Ajar Digital dan Materi Deviasi 


Melihat kesulitan yang ada, tanggapan peserta didik menunjukkan kebutuhan yang tinggi terhadap pengembangan bahan ajar berbasis deviasi. Sebanyak 26 peserta didik (81,3%) menyatakan setuju dan sangat setuju memerlukan bahan ajar digital. Peserta didik mengharapkan bahan ajar yang menarik, mudah dipahami dalam berbagai bentuk (video, audio, PPT), serta menghadirkan praktik dan contoh puisi kekinian atau modern.


Simpulan dan Rekomendasi 

Data ini menegaskan bahwa deviasi gaya bahasa merupakan pedang bermata dua dalam pembelajaran puisi. Ia berpotensi memikat dan menarik minat sebagian peserta didik, tetapi saat ini justru menjadi sumber kebingungan utama karena kurangnya pengetahuan dan penjelasan mendalam. Untuk mengatasi problematika ini, langkah pengembangan bahan ajar perlu difokuskan pada:

  1. Integrasi Digital

Memenuhi permintaan tinggi peserta didik terhadap bahan ajar digital yang menarik.

  1. Materi Deviasi Spesifik

Menyusun materi ajar, seperti modul digital atau LKPD, yang secara eksplisit, jelas, dan mendetail menjelaskan konsep deviasi gaya bahasa, didukung dengan contoh yang relevan (misalnya, puisi M. Aan Mansyur seperti yang disarankan 12 peserta didik atau 40% responden).

  1. Memperbanyak Praktik

Memperbanyak kegiatan praktik membaca dan menganalisis puisi untuk menjembatani pemahaman teori dan aplikasi.

Dengan demikian, deviasi tidak lagi menjadi tembok penghalang, melainkan pintu gerbang menuju apresiasi puisi yang lebih mendalam.


___________

*) Salwa Pramesti Maharani, Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lampung 2024, dan dosen Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Uniala Munaris, Mulyanto Widodo, Edi Suyanto, Siti Samhati.

LIPSUS