![]() |
| Gubernur Lampung periode 2019-2024, Arinal Djunaidi |
INILAMPUNGCOM - Mangkirnya mantan Gubernur Lampung periode 2019-2024, Arinal Djunaidi, -yang dikenal berkarakter berani, dan pernah secara terbuka menyebut dirinya bekas preman-, dari dua kali panggilan penyidik Kejati Lampung menjadi sorotan berbagai kalangan.
Bahkan, para praktisi hukum membahasnya dalam diskusi nonformal di sebuah kedai cafe di kawasan Sukarame, Bandarlampung, Rabu (17/12/2025) malam.
Kesimpulannya sederhana: Penyidik Kejati harus dapat menemukan adanya niat jahat (mens rea) dari "gagahnya" Arinal mangkir terhadap dua panggilan yang dikirimkan kepadanya.
Di tempat terpisah, hal senada disampaikan pengamat hukum dari Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Yusdianto.
"Penyidik tidak boleh terjebak pada formalitas administrasi berupa surat keterangan sakit semata. Tetapi harus mampu menembus tirai formalitas tersebut untuk melihat adanya niat jahat (mens rea) dibalik mangkirnya saksi memenuhi panggilan," kata Yusdianto, Kamis (18/12/2025) pagi, sebagaimana dikutip dari rmollampung.id.
Menurutnya, jika alasan sakit yang disampaikan Arinal terbukti rekayasa atau sengaja untuk merintangi proses penyidikan, maka fokus penegakan hukum bisa bergeser dari sekadar pemanggilan saksi menjadi dugaan tindak pidana obstruction of justice sesuai pasal 21 UU Tipikor.
Terkait kemungkinan penyidik mengambil langkah jemput paksa terhadap Arinal, Yusdianto menilai, hal itu bukan soal menghadirkan fisik saksi, tetapi upaya menjaga integritas sistem peradilan pidana dari praktik pelemahan hukum yang bersifat prosedural.
"Jemput paksa itu sesuai pasal 112 ayat (2) KUHAP bukan pilihan objektif, tapi keharusan yuridis guna menjamin kepastian hukum," tegas Yusdianto.
Mengenai upaya yang bisa dilakukan penyidik untuk mengetahui adanya niat jahat (mens rea) Arinal dengan mangkir dua kali atas panggilan pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan megakorupsi PT LEB, Yusdianto menyarankan penyidik untuk menunjuk tim medis independen sebagai second opinion.
"Jika hasil verifikasi tim medis independen saksi layak diperiksa, kewajiban penyidik untuk dilakukan upaya paksa terhadap yang bersangkutan," terangnya.
Diketahui, mantan Gubernur Arinal Djunaidi telah dua kali mangkir dari panggilan penyidik pidsus Kejati Lampung. Yang pertama pada hari Kamis, 11 Desember 2025, dengan alasan sedang di Jakarta. Kedua panggilan pada hari Senin, 15 Desember 2025, dengan alasan sedang sakit.
Banyak pihak menyangsikan alasan tersebut. Pasalnya pada Sabtu (13/12/2025) malam Arinal diketahui masih kongkow dengan koleganya di sebuah acara hiburan. Bahkan ia sempat bernyanyi di acara yang dihadiri kalangan selebriti Lampung di sebuah cafe kesohor di Bandarlampung itu.
Terkait kasus megakorupsi PT LEB, Arinal Djunaidi pernah diperiksa penyidik pidsus Kejati pada hari Kamis, 4 September 2025. Selama 12 jam mantan Sekdaprov Lampung itu di Gedung Kejati.
Sehari sebelumnya, Rabu 3 September 2025, tim pidsus menggeledah rumahnya di Jln. Sultan Agung No: 50 Sepang Jaya, Kedaton, Bandarlampung. Harta nya senilai Rp38,5 miliar diamankan dan disita penyidik.
Terkait skandal dugaan korupsi pengelolaan dana PI 10% WK-OSES senilai US$17.286.000 atau setara dengan Rp271 miliaran dari PT Pertamina Hulu Energi (PHE) melalui PT Lampung Energi Berjaya (LEB) ini pada 22 September 2025 lalu Kejati telah menetapkan tiga tersangka, yaitu mantan
Dirut PT LEB, M. Hermawan Eriadi, mantan direktur operasional, Budi Kurniawan -dikenali sebagai adik ipar Arinal-, dan mantan Komisaris PT LEB, Heri Wardoyo.
Sejak saat itu, ketiga tersangka ditahan di Rutan Kelas I Bandarlampung, Way Huwi, Jati Agung, Lampung Selatan. (zal/inilampung)


