Cari Berita

Breaking News

FSIGB 2022 Usai, Juramadi: Dato Maafkan

Selasa, 27 September 2022

   Kepala Dinas Kebudayaan Dr. Juramadi Ersam saat baca puisi

INILAMPUNG, TANJUNGPINANG -- Festival Sastra Internasional Gunung Bintan (FSIGB) 2022 yang berlangsung 24-27 usai.

Penutupan helat sastra yang dihadiri para penyair dari Indonesia, Malaysia, Singapura ini dilangsungkan di Gedung Aisyah Sulaiman Tanjungpinang, Senin (26/09/2022) malam.

Sebelum ditutup oleh Ketua Panitia, Dato Rida K Liamsi, para penyair dijamu makan malam di Cafe Sarang Sembilang. Makan malam berlauk asam padeh ikan sembilang, udang, dan gonggong.

Sekira 100 penyair menghadiri acara dengan tatap muka, selain melalui media virtual. 

Agenda tahun ini memang dukurangi. Misalnya ditiadakan tur ke Pulau Penyengat, asal Raja Ali Haji yang tersohor dengan Gurindam 12 itu. 

Itu sebabnya, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulaian Riau Dr. Juramadi Ersam berharap tahun di muka akan lebih baik dan semarak. Ia juga menyarankan pelaksanaan FSIGB dihelat setelah anggaran perubahan.

"Tahun depan FSIGB harus lebih baik lagi. Saya mengusulkan agar dilaksanakan dari anggaran perubahan (APBD-P)," kata Juramadi sebelum membacakan puisi "Dato, Maaafkan...". Puisi satire ini mengena pada situasi sosial saat kini.

Para penyair yang hadir dan membacakan puisi, selain Sutardji Calzoum Bachri, adalah Syarifuddin Atifin, Fakhrunnas MA Jabbar, Husnu Abadi, Hermawan AN, Agusri Junaidi, Shafwan Hadi Umry, Wannofri Samry, Agoes Abdika, Putu Fajar Arcana, Willy Ana, Siti Salma, Shamsuddin Othman, Teja Alhad, Samson Rambah Pasir, Tarmizi Rumahitam.


Lalu Kunni Masrohanti, Murparsaulin, Rissa Khuria, Jauza Imanj, Yeyen Kiram, Alang Dilaut, Bambang Widoatmoko, Isbedy Stiawan ZS, Yahya Andi Saputra, dan lain-lain.

Panggung baca puisi yang berpindah-pindah, ciri dari FSIGB. Tahun ini pembacaan puisi digelar di Gedung Darah, Universitas Maritim Ali Haji untuk seminar, peluncuran 100 buku puisi dan pembacaan puisi, Dapur Melayu Kopi Sekanak, Gedung Aisyah Salaiman.

Kini para penyair audah menjnggalkan Tanjungpinang dan tentu membawa ilmu dan kenangan. Berharap jumpa lagi di tahun depan. 

FSIGB memang diharapkan tetap hidup, ketika banyak festival sastra yang tidak mampu bertahan. Persoalan klasik: tiada dana. Juga ketidakpedulian pemerintah untuk mendukung kegiatan kesenian. Selain itu, langkanya seorang berdidakasi semacam Rida K Liamsi. (bdy/inilampung)



LIPSUS