Cari Berita

Breaking News

Balada Seorang Narapidana (Bagian 432)

INILAMPUNG
Rabu, 08 Maret 2023
Views


Oleh, Dalem Tehang   


JANGAN iri gitu dong bilangnya, Ton. Nah, coba pak Waras jelasin soal rasa iri hati itu gimana nurut agama,” ujarku, dan menatap pak Waras yang tengah mengunyah makanan di mulutnya. Mengalihkan pembicaraan.


“Buka aja surah An Nisa ayat 32, Anton. Disana Allah sudah jelasin soal iri hati itu,” kata pak Waras, beberapa saat kemudian.


“Repotlah ngebuka-buka Alqur’annya, pak. Jelasin aja sih, apa arahan Tuhan soal iri hati itu,” tukas Anton, tetap sambil makan.


“Jadi gini. Arti ayat itu, kira-kira Allah bilang begini: Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. Karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan,” urai pak Waras.  


“O gitu. Simpelnya seperti kata orang-orang ya, pak. Rejeki kita sudah ditaker dan nggak bakal ketuker,” tanggap Anton.


“Yah, sederhananya gitulah, Anton. Jadi, tetep syukuri yang ada, buang jauh-jauh iri dengki, juga jangan pernah bandingin hidup kita sama orang lain. Karena kita sudah punya bagian masing-masing. Matahari dan bulan kan punya waktunya sendiri buat bersinar, gitu juga kita semua,” kata pak Waras, seraya melepas senyum tulusnya. 


Baru saja aku mematikan rokok di tangan setelah makan malam bersama, pak Waras mengingatkanku untuk segera membaca Alqur’an. Dan karena saat itu malam Jum’at, ia memintaku untuk meneruskan dengan membaca surah Yasin.


Layaknya seorang cantrik mendapat perintah suhunya, aku pun langsung bergerak tanpa bicara apapun. Berwudhu dan duduk di atas kasurku untuk memulai mengaji. Jam di dinding kamar telah menunjukkan pukul 22.30 ketika aku menutup kitab suci. Dan langsung merebahkan badan. 


Dari ruang depan masih terdengar suara pak Waras, kap Yasin, pak Ramdan juga Teguh dan Anton berbincang. Pun beberapa penghuni kamar lainnya. Namun aku memilih untuk beristirahat. Tidur.


Kelelapanku berujung sekitar pukul 03.20 karena ingin ke kamar mandi. Saat itu aku melihat pak Waras dan Anton tengah duduk di atas sajadah. Bertafakkur. Hatiku tergerak untuk mengikuti kegiatan ibadah mereka. 


Mengambil tempat di sudut pintu kamar pemisah ruang depan dan dalam, aku menggelar sajadah. Dan mulai melakukan prosesi peribadatan. Suasana rutan saat itu benar-benar sunyi. Bahkan, suara semilir angin sekalipun tidak terdengar. 


Kesunyian yang bagi beberapa orang, dinilai sebagai kawan sejati yang tidak akan pernah berkhianat. Kesunyian yang menimbulkan ketenangan karena keberanian memutus rasa harap terhadap sesama makhluk. 


Kesunyian yang menasbihkan kesadaran, bila setan lebih semangat menyesatkan orang alim daripada orang bodoh, karena jika orang alim telah tersesat, ia akan banyak menyesatkan orang lain. 


Juga kesunyian yang menyadarkan akan perlunya bersikap keras kepada diri sendiri dalam membiasakan berbuat kebaikan, namun sebaliknya bersikap lemah-lembut kepada orang lain saat mengajak berbuat kebaikan. 


Pun kesunyian yang mengajarkan bila penderitaan yang sesungguhnya itu datang saat kita menuntut orang lain untuk membahagiakan kita, karena kebahagiaan yang hakiki justru datang saat kita ingin membahagiakan orang lain.


Kesunyian yang menyimpan beragam kesadaran batin dan pikiran tersebut, berakhir dengan terdengarnya suara adzan Subuh dari masjid di dalam kompleks rutan. Sekaligus menyudahi kekhusu’an kami dalam melakoni sebuah prosesi pengakuan hamba yang sarat dengan kenisbian. 


Setelah pak Ramdan dibangunkan, kami berempat melanjutkan dengan solat sunah qobla Subuh diiringi dengan wirid, baru ditutup dengan solat wajib. Dan seperti biasa, pak Ramdan langsung bergegas menyiapkan minuman hangat.


Sambil menikmati minuman kopi manis kesukaannya, Anton bertanya kepada pak Waras mengenai kebiasaan membaca surah Yasin ketika kita berziarah ke makam orang tua dan keluarga, maupun para wali Allah.


“Aku pernah baca sebuah kitab, yang isinya kira-kira begini: Siapa aja yang baca surah Yasin ketika ziarah kubur, maka dosa yang diziarahi akan diampuni sebanyak huruf atau ayat di dalam surah itu,” kata pak Waras.


“Emang berapa banyak huruf dan ayat di surah Yasin itu, pak?” tanya Anton.


“Kalau jumlah hurufnya, seingetku ada 2.988, sedang ayatnya 83. Kebayangkan, berapa banyak dosa orang tua atau siapapun yang kita ziarahi bakal diampuni Allah karena kita baca surah Yasin di atas makamnya,” jelas pak Waras.


“Beneran gitu, pak. Ada di buku apa ya,” pak Ramdan menimpali.


“Ya benerlah. Nggak mungkin berani aku ngarang-ngarang, pak. Seingetku ada di kitab I’anatut Tholibin juz 2. Coba kalau ada yang punya kitab itu disini, kita sama-sama cari,” ujar pak Waras.


“Tapi banyak juga yang nggak mau baca surah Yasin waktu ziarah lo, pak. Katanya, karena jasad yang ada di dalam kubur nggak bakal denger, jadi percuma aja. Gimana soal itu,” sambung pak Ramdan. 


“Disinilah kita harus nempatin, kalau perbedaan itu bawa hikmah. Bukan nimbulin perpecahan atau saling nyalahin. Intinya, kembali ke niat dan kebaikan yang dilakuin. Soal diterima apa nggak ikhtiar kita, itu urusan Allah. Kita nggak punya hak sama sekali. Makanya, kalau dulu aku sering diminta pendapat karena ada perbedaan pandangan soal kegiatan keagamaan, aku bilang kita semua sama-sama makhluk, yang punya hak buat nerima apa nggak ibadah kita, cuma Allah. Jadi, nggak usah riweh sama beda pendapat, jalani buat yang sepaham, yang nggak sepaham ya dihormati sikapnya. Sama-sama enak kan,” urai pak Waras, panjang lebar.


Tiba-tiba Aris berdiri di balik jeruji besi. Wajahnya sumringah. Aku langsung berdiri dan mendekat.


“Alhamdulillah, be. Aku sudah ketemu komandan, dan dia yang akan urus langsung permintaan izinku buat keluar nikahin adek nanti,” kata Aris, sambil menggenggam erat tanganku.


“Alhamdulillah. Jangan kurang-kurang bersyukur, Ris,” sahutku, dan menepuk-nepuk bahunya.


“Iya, be. Terimakasih banyak bantuannya ya. Nggak kebayang kalau nggak ada babe disini, sama siapa aku minta bantu,” lanjut Aris.


“Nggak usah lebay gitulah, Ris. Selalu ada orang yang akan bantu kita, yakini aja itu. Yang Di Langit pasti gerakin hamba-Nya buat kasih bantuan waktu kita bener-bener merluin. Dan pastinya, sesuai yang dibutuhin, bukan yang kita pengenin,” kataku, sambil menatap Aris dengan pandangan optimis. (bersambung)

LIPSUS