Cari Berita

Breaking News

Balada Seorang Narapidana (Bagian 480)

Dibaca : 0
 
INILAMPUNG
Selasa, 25 April 2023


Oleh, Dalem Tehang


KEGIATAN rutin seusai melaksanakan solat Maghrib pun aku lakukan. Membaca Al-Qur’an. Pun pak Waras juga pak Ramdan. Hingga waktunya solat Isya tiba. Selepas kembali melakukan solat berjamaah, kami makan malam bersama. 


Ketika kami tengah makan, datang seorang tamping. Berdiri di balik jeruji besi sambil menunjukkan sebuah bungkusan yang dibawanya. 


“Ada kiriman dari bang Oong buat om Mario,” teriak tamping itu.


Teguh segera bergerak. Meninggalkan piringnya yang masih penuh berisi makanan. Ia terima bungkusan yang dibawa tamping tersebut. Aku meminta untuk langsung dibuka. Ternyata berisi sambel terong dan ikan teri goreng mentega.


“Pas bener ini buat tambahan lauk kita. Langsung dibagi aja ya, ayah,” kata Teguh.


“Iyalah, langsung aja digelar disini. Kita makan bareng-bareng. Alhamdulillah, ada aja rejeki kita,” sahutku.


“Kita jangan pernah berhenti bersyukur ya. Alhamdulillah, kita nggak pernah kekurangan makanan, walau nggak pernah lebih juga. Kalian yang belum solat, mulailah belajar solat. Sebelum nanti kalian disolatin orang lain,” kata kap Yasin, sambil terus mengunyah makanannya.


Beberapa kawan sekamar yang selama ini belum melaksanakan solat, langsung menundukkan wajahnya. Menatapkan pandangan ke piring masing-masing.


“Kalau aku ngomong gini, jangan buat kalian jadi nggak enak makan. Justru harus lebih enak dan nikmat, karena nyadari banyaknya rejeki yang kita semua terima dari hari ke hari. Ini semua Tuhan yang kasih, cuma dititipin lewat Oong dan siapa-siapa lagi yang sering kasih kita makanan,” sambung kap Yasin.


“Nggak usah malu kalau belum tahu gimana caranya solat, tanya aja. Kita disini sama-sama berbagi pengetahuan buat kebaikan. Nggak kebetulan kita disatuin di kamar ini, selain buat saling isi untuk ningkatin iman kita,” pak Waras menimpali.


Ada lima penghuni kamar 30 yang belum pernah mau melaksanakan solat. Beberapa kali diajak, mereka menghindar dengan berbagai alasan. Pak Waras meyakini, mereka merasa malu karena belum mengetahui tatacara melakukan peribadatan tersebut.


“Yang penting punya kemauan dan niat buat perbaiki diri. Rugi besar kita sudah di penjara, malah nggak dapet pengetahuan soal agama. Ujung-ujungnya nanti, keluar dari sini malah kejeblos lagi. Masuk lagi,” lanjut pak Waras.


“Kalau nggak itu, sekalian aja belajar berbagai ilmu kriminal. Nanti praktikin setelah keluar. Biar jadi bandit besar. Tapi inget, ujungnya ya masuk penjara lagi,” kata kap Yasin, menimpali.


“O iya, be. Tadi dipanggil bos penanggungjawab blok yang lagi ngobrol sama Dino dan Basri, kenapa ya?” tanya pak Waras, mengalihkan pembicaraan.


Pria yang dikenal bijak dan santun ini memahami benar situasi saat itu. Yang mendadak menjadi kaku. Dimana kelima kawan kami terus-terusan hanya menundukkan wajah sambil makan akibat gencarnya pembicaraan untuk segera memperbaiki diri, utamanya melaksanakan solat.


“O tadi itu, pak. Cuma kasih tahu aja ada kemungkinan Dino sama Basri bakalan pindah ke lapas narkotika. Dia minta masukan siapa aja yang kira-kira pantes gantiin mereka jadi pengendali blok kita,” jelasku.


“Oh ya, Dino dan Basri mau dipindah ke lapas narkotika, om? Beneran ini om?” tanya kap Yasin dengan nada terkejut, sehingga menghentikan makannya.


“Ya gitu kata Bos tadi, kap. Kata dia, napi kasus narkoba yang masa hukumannya masih di atas 18 bulan wajib pindah ke lapas narkotika. Ada aturan baru yang ngatur kayak gitu,” sahutku.


“Alhamdulillah. Berarti aku nggak harus pindah. Karena masa hukumanku bulan ini sudah lewat dari 18 bulan,” ujar kap Yasin. Wajahnya kembali semringah.


“Emang kap berapa lama lagi jalani hukuman?” tanya Teguh.


“Bulan ini masuk 17 bulan lagi, Guh. Berarti aku nggak kena aturan baru itu,” kata kap Yasin. Penuh nada bahagia dari suaranya.


“Emang kenapa kalau pindah ya, kap?” tanya Teguh lagi.


“Riweh pastinya, Guh. Memulai semuanya dari nol lagi. Iya kalau ketemu kawan sekamar yang sudah sadar, enak kita jalaninya. Kalau pas ketemu kawan yang masih ngasong, kan malah repot,” urai kap Yasin.


“Emang masih banyak ya yang ngasong di dalem, kap?” tanya Anton, menyela.


“Narkoba itu penyakit nggak ada obatnya, Anton. Buat bandar dan pengedar, itu bisnis yang janjiin keuntungan berlipet nggak karuan banyak keuntungannya. Buat pemakai, sensasinya sulit dilupain gitu aja karena kenikmatannya. Jadi, begitu ada celah, ya pasti main lagi. Ngasong narkoba di tempat kayak gini kan lebih aman. Yang penting lolos pemeriksaan aja. Kecuali emang sudah diincer, pasti polisi juga masuk,” tutur kap Yasin, panjang lebar.


“Kayak Teguh ini, bisa aja nanti setelah keluar, jadi pemain lagi dong, kap,” tanggap Anton.


“Bisa, Anton. Bahkan peluangnya buat dia jadi bandar besar, terbuka lebar. Itu kalau dia selama di dalem pelajari lika-liku peredaran narkoba dari banyak orang yang sama kasusnya. Makin mahir Teguh nantinya kendaliin dagangannya,” jawab kap Yasin dengan penuh percaya diri.


“Inshaallah, aku nggak terjun ke dunia itu lagi, kap,” kata Teguh, dengan cepat.


“Syukur kalau kamu sudah punya sikap gitu, Guh. Cuma inget, mertahanin sikap itu nggak gampang. Banyak bener godaan dan cobaannya. Apalagi yang kamu lakuin di usia semuda ini sudah bisnis narkoba dengan barang berkilo-kilo. Kuat-kuat aja kamu jaga dan pertahanin sikapmu,” ucap kap Yasin lagi.


“Inshaallah, aku kuat, kap. Makanya terus dibimbing dan diarahin ya. Anak muda ini bener-bener masih polos, perlu banyak tahu lika-liku dunia narkoba seperti kata kap tadi,” tanggap Teguh.


“Masak masih polos sudah bisa masuk ke jaringan peredaran narkoba berkilo-kilo, nggak masuk akalku, Guh,” pak Ramdan menyela dengan cepat.


Teguh tidak menjawab. Ia malah tertawa ngakak. Semakin aku memahami, betapa berbagai keunikan sikap, perilaku, dan perkataan warga binaan acapkali merupakan sebuah kamuflase kekuatan dalam memainkan gerakan tindak kriminalnya. Namun sebaliknya, saat ketulusan, kesadaran memperbaiki diri, dan kerendahan hati tercuatkan, ia akan sangat tampak di permukaan. Bak sekeping mata uang. (bersambung)

LIPSUS