![]() |
| Prof. DR. Hamzah |
KEGIATAN penegakan hukum yang dilakukan Kejati Lampung dengan menyita aset mantan Bupati Pesawaran, Dendi Ramadhona, -tersangka kasus tipikor proyek SPAM tahun 2022- dengan total Rp45,2 miliar, menjadi perbincangan publik.
Pasalnya, proyek SPAM nilai kontraknya hanya Rp8,2 miliar dengan kerugian keuangan negara Rp7 miliar.
Terungkapnya nilai aset Dendi yang disita Kejati itu dari pernyataan Aspidsus Armen Wijaya pada konperensi pers hari Rabu (10/12/2025) petang di Gedung Kejati, Telukbetung.
Seiring pernyataan transparan Kejati jika aset mantan Bupati Pesawaran yang telah disita sebanyak Rp45,2 miliar -dari beberapa jenis harta kekayaan; kendaraan, uang tunai, 40 pcs tas, hingga tanah dan bangunan dalam 26 SHM- memunculkan berbagai pertanyaan di publik.
"Bagaimana logikanya, proyek nilai kontrak Rp8,2 miliar, kerugian negara dibilang Rp7 miliar, kok Kejati sita aset tersangka Dendi sampai Rp45 miliar," kata seorang politisi dalam pesan WhatsApp ke redaksi inilampung.com, Rabu (10/12/2025) petang.
Karena banyaknya pertanyaan publik terkait langkah hukum Kejati Lampung itu, Fajrun Najah Ahmad Redaktur Pelaksana inilampung.com meminta waktu wawancara khusus dengan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Lampung (Unila), Prof. Dr. Hamzah, SH, MH, PIA, Kamis (11/12/2025) pagi.
Berikut petikannya:
Bagaimana Prof menilai penyitaan aset yang jauh lebih banyak dibanding kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi proyek SPAM Pesawaran?
Ada dua adagium yang mesti saya sampaikan terkait hal ini.
Apa dua adagium itu, Prof?
Salus populi suprema lex esto (Negara boleh mengambil langkah extraordinary measures untuk tindak pidana extraordinary seperti korupsi). Dan Corruptio Optimi Pessima (Kerusakan oleh mereka yang terbaik adalah kerusakan yang terburuk).
Jadi dengan adagium itu berarti penyitaan yang dilakukan Kejati sesuatu yang sewajarnya, begitu ya, Prof?
Begini, dari dua adagium hukum di atas, nampaknya bisa menjelaskan terhadap dua peristiwa hukum dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Provinsi Lampung yang menyita perhatian publik, yaitu terhadap langkah APH Jaksa yang melakukan penyitaan terhadap barang milik terduga tindak pidana korupsi dipandang publik melebihi dari nilai tindak pidana yang dilakukannya.
Jadi memang memungkinkan penyitaan aset melebihi estimasi kerugian negara?
Penyitaan aset oleh APH Kejati dalam kasus dugaan korupsi yang nilainya jauh melebihi kerugian negara (Rp45 M disita vs Rp8 M nilai kontrak) adalah hal yang dimungkinkan. Dan sering terjadi dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.
Dasarnya apa, Prof?
Hal ini didasarkan pada prinsip pemulihan aset (asset recovery) dan ketentuan mengenai tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang seringkali menyertai tindak pidana korupsi. Dan juga untuk pemiskinan koruptor.
Bisa dijelaskan bagaimana konsep penyitaan dalam perkara Tipikor?
Konsep penyitaan dalam tindak pidana korupsi atau beslag adalah tindakan penyidik untuk mengambil alih dan/atau menyimpan benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Itu ada di Pasal 1 angka 16 KUHAP.
Kalau tujuan penyitaan, Prof?
Tujuan penyitaan dalam kasus korupsi tidak hanya terbatas pada pembuktian tindak pidananya, tetapi juga sebagai langkah awal untuk mengamankan aset.
Tujuan mengamankan aset itu sendiri, Prof?
Banyak tujuannya. Pertama; pengembalian kerugian keuangan negara: Mengganti kerugian negara yang timbul. Kedua; pembayaran uang pengganti: Membayar pidana tambahan berupa uang pengganti yang akan diputuskan oleh Hakim.
Selain itu, Prof?
Yang ketiga; perampasan barang bukti/hasil kejahatan: Perampasan aset yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi.
Apa dasar hukum sita aset melebihi estimasi kerugian negara?
Dasar hukum yang membenarkan penyitaan aset nilainya melebihi kerugian negara berasal dari perluasan objek penyitaan dalam hukum pidana korupsi. Pasal 39 ayat (1) KUHAP mengatur benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan, termasuk:
Benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana (Pasal 39 ayat (1) KUHAP).
Selain itu, apalagi yang dapat disita?
Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Dan perlu diketahui, ketentuan dalam UU Tipikor memperkuat dan memperluas upaya penyitaan untuk pemulihan aset.
Jadi, penyitaan tidak harus selaras dengan nilai kerugian negara ya, Prof?
Penyitaan tidak hanya terikat pada nilai kerugian negara, tetapi juga pada seluruh harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Jelas soal ini di Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Tipikor.
Tapi kalau proyek hanya Rp8 M, yang disita sampai Rp45 M, kan menimbulkan pertanyaan juga, Prof?
Begini. Bisa jadi angka Rp45 M itu merupakan total akumulasi aset yang diduga berasal dari serangkaian tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang terkait.
Tindak pidana lain yang terkait itu seperti apa?
Seperti tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh tersangka.
Menurut Prof, adanya penyitaan di saat tersangka sudah ditahan hampir dua bulan ini bagian dari apa?
Prinsipnya, penyitaan pada tahap penyidikan adalah tindakan proaktif untuk memastikan aset tersebut tidak dipindahtangankan atau disembunyikan.
Tapi jumlah yang disita itu menjadi perbincangan publik, Prof?
Jumlah penyitaan yang lebih besar (oversized confiscation) merupakan antisipasi hukum terhadap kemungkinan aset tersebut merupakan hasil kejahatan atau untuk menutup potensi pembayaran uang pengganti di masa depan.
Jadi kasus tipikor proyek SPAM masuk juga ke TPPU ya, Prof?
Dalam banyak kasus korupsi besar, penyidikan juga mencakup dugaan TPPU. Itu hal yang sering terjadi.
Dengan dugaan TPPU berarti semua harta bisa disita, begitu ya, Prof?
Harta benda yang disita dapat berasal dari TPPU, di mana uang hasil korupsi dicuci sehingga nilainya bertambah atau diinvestasikan dalam aset bernilai tinggi, dalam hal ini hingga Rp45 M itu. Dan penyitaan berdasarkan UU TPPU memungkinkan penyidik menyita seluruh aset yang dicurigai berasal dari kejahatan, tanpa terikat pada besaran kerugian negara dari satu kasus korupsi.
Penguat penyitaan aset tersangka yang jauh di atas kerugian negara melalui mekanisme apa?
Dalam praktik, penyitaan aset yang melebihi kerugian negara sering terjadi dan diperkuat melalui putusan Pengadilan, terutama yang berkaitan dengan pidana tambahan uang pengganti.
Misalnya seperti apa, Prof?
Contoh praktik hukum yang mendukung adalah putusan-putusan yang menegaskan bahwa jumlah uang pengganti yang harus dibayar oleh terpidana adalah sebesar harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Meskipun sulit untuk menyebutkan satu yurisprudensi spesifik dengan angka Rp8 M dan Rp45 M, prinsip umum yang dianut Mahkamah Agung (MA) adalah:
MA cenderung mengutamakan pemulihan aset negara (Asset Recovery) dan pemiskinan koruptor, sehingga penyitaan dan perampasan aset -melalui uang pengganti- dapat mencakup seluruh harta benda yang terbukti berasal atau terkait dengan kejahatan korupsi, bahkan jika jumlahnya melebihi kerugian keuangan negara yang dihitung dalam dakwaan pokok.
Benarkah penyitaan harus dilengkapi surat izin dari Ketua Pengadilan?
Iya. Penting untuk dicatat bahwa penyitaan pada tahap penyidikan -Rp45 M- harus dilakukan berdasarkan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Bagaimana nanti jika putusan hakim uang pengganti dibawah nilai aset yang disita?
Jika pada akhirnya nilai uang pengganti dan aset yang dirampas untuk negara kurang dari Rp45 M, maka sisa aset sitaan tersebut wajib dikembalikan kepada tersangka atau terpidana. Dengan catatan; jika dia berhak atasnya.
Terakhir, Prof. Diperbolehkannya menyita aset di atas estimasi kerugian negara, konkretnya untuk apa?
Penyitaan senilai Rp45 M atas kasus korupsi dengan nilai kontrak Rp8 M dibolehkan dalam hukum pidana korupsi di Indonesia. Itu yang pasti. Hal ini didasarkan untuk tujuan:
1. Asas pemulihan aset yang berfokus pada penyitaan seluruh hasil kejahatan, bukan hanya kerugian negara dari satu proyek.
2. Kewenangan penyidik untuk mengamankan aset guna membayar uang pengganti yang mungkin jauh lebih besar dari kerugian negara yang didakwakan, terutama jika ada unsur TPPU. (kgm-1/inilampung)


