REDAKSI:
Berdasarkan hasil pemeriksaan tim BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung dengan metode reviu dokumen pertanggungjawaban, wawancara terhadap PPK, proyek penyedia jasa, observasi, dan pengujian fisik,--- paket pengadaan sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) --ditemukan berbagai praktik penyimpangan.
Berikut penelusuran inilampung.com yang ditulis dalam beberapa bagian:
BAGIAN III
INILAMPUNGCOM ------- Sebagaimana
diketahui, perangkat EWS adalah seperangkat alat sistem peringatan dini bencana
banjir yang terdiri atas perangkat pengukur curah hujan, flood logger, perangkat sirine, dan perangkat command center.
Perangkat
flood logger sendiri merupakan
perangkat yang berfungsi mencatat ketinggian muka air sungai untuk mendeteksi
potensi banjir akibat naiknya ketinggian air atau meluapnya air sungai, dan
mengirimkan data tersebut ke server serta perangkat sirine.
Sedangkan
perangkat curah hujan adalah seperangkat alat yang berfungsi mendeteksi tingkat
curah hujan untuk kemudian mendeteksi potensi banjir dan mengirimkan datanya ke
server dan perangkat sirine. Perangkat sirine sendiri merupakan seperangkat
alat peringatan dini yang terdiri atas komponen lampu rotary dan sirine yang berfungsi sebagai alarm peringatan potensi
banjir.
Berdasarkan
bagan flowchart mekanisme kerja
perangkat EWS diketahui bahwa sistem ini bekerja menggunakan jaringan GSM dan Long Range Wide Area Network (LORA). Dari
bagan itulah diketahui bila perangkat flood
logger dan perangkat pengukur curah hujan akan mengirimkan data ketinggian
air sungai dan curah hujan ke server untuk kemudian ditampilkan di perangkat command center pada laman http://ews.invix.id.
- BERITA SEBELUMNYA:
- Menyingkap Dugaan Korupsi Pengadaan Sistem Peringatan Dini (Bagian I)
- Menyingkap Dugaan Korupsi Pengadaan Sistem Peringatan Dini (Bagian II)
Jika
data di perangkat flood logger
ataupun perangkat curah hujan menunjukkan data potensi bahaya banjir, maka
perangkat tersebut akan mengirimkan data ke perangkat sirine untuk mengaktifkan
sistem alarm peringatan potensi banjir. Nah,
sinyal itulah yang dikirimkan melalui data sinyal GSM. Namun, bila terjadi
gangguan sinyal GSM, maka perangkat flood
logger dan perangkat pengukur curah hujan akan mengirimkan sinyal ke
perangkat sirine menggunakan jaringan LORA.
Bila
mengikuti dokumen KAK dan Laporan Akhir Perencanaan EWS, maka seharusnya
perangkat yang ada mampu untuk mendukung jaringan GSM maupun LORA, agar BPBD
Provinsi Lampung sebagai pengguna dapat tetap terhubung ke jaringan setiap
perangkat EWS. Lalu bagaimana faktanya?
Pemeriksaan
secara uji petik yang dilakukan tim BPK menemukan kenyataan, baik jaringan GSM
maupun LORA pada perangkat EWS yang terpasang di Kabupaten Tulang Bawang, belum
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal itu terungkap dalam uji coba fungsi
perangkat EWS pada tanggal 30 April 2025 lalu.
Saat
itu, diujicobakan pada perangkat sirine
dengan nomor perangkat GTW0024 dan GTW0019, dimana perangkat itu sama
sekali tidak memberikan peringatan potensi bencana banjir di saat perangkat flood logger telah mengirimkan data
ketinggian air sungai yang sudah menunjukkan kondisi berbahaya.
Tidak
hanya itu persoalan yang ditemukan di lapangan. Hasil pemeriksaan fisik juga
menunjukkan bahwa seluruh perangkat EWS belum memiliki jaringan GSM kartu
pasca-bayar sesuai spesifikasi teknis pada KAK Kontrak PT IVE.
Atas
hal tersebut, kembali PT IVE memainkan perkilahan. Apa? Bahwa jaringan GSM yang
dipakai di setiap perangkat EWS merupakan kartu pra-bayar, bukan pasca-bayar.
Langkah penyedia perangkat EWS ini bukan saja menyalahi KAK Kontrak, tetapi
juga menimbulkan persoalan krusial di lapangan.
Terbukti,
dari pemeriksaan fisik scara uji petik atas 14 perangkat EWS yang tersebar di
Kabupaten Lampung Selatan dan Tulang Bawang Barat terhadap perangkat curah
hujan, perangkat flood logger, dan
perangkat sirine, membuktikan bila kartu pra-bayar yang dipasang di setiap
perangkat EWS harus selalu dilakukan pengisian pulsa secara manual oleh
penyedia. Praktis, jika tidak diisi pulsanya maka secara otomatis alat-alat
sistem peringatan dini atas ancaman bencana itu akan berada pada posisi tanpa
jaringan.
Atas
kenyataan tersebut, BPK dengan tegas menyatakan bahwa kondisi itu tidak sesuai
dengan tujuan dari pengadaan EWS, yang seharusnya BPBD Provinsi Lampung sebagai
pengguna tetap dapat melakukan pemantauan secara daring tanpa perlu datang ke masing-masing lokasi EWS, dengan fakta
yang ada justru menyulitkan kinerja pengawasan atas potensi terjadinya bencana
alam.
BPK
juga menemukan fakta dari pmeriksaan terhadap laman http://ews.invix.id bahwa tidak seluruh –dari 62 unit- perangkat
EWS selain command center dalam
kondisi online. Benar begitu? Ini
data riilnya:
1.
Pada tanggal 17 April 2025. Hanya 2 unit yang online, yaitu perangkat dengan nomor: RFL0014 dan GTW0034. 60 unit
lainnya dalam kondisi offline.
2.
Pada 21 April 2025. Hanya 4 unit yang online,
yakni GTW0034, GTW0020, GTW0025LS, dan FLD0013. 58 perangkat lainnya dalam
kondisi offline.
3.
Pada tanggal 21 Mei 2025. Hanya 13 unit yang online. Yakni RFL0001, FLD0013, FLD0015, FLD0012, GTW003, GTW006,
GTW007, GTW008, GTW009, GTW0022LS, GTW0024, GTW0025, dan GTW034. 49 perangkat
EWS lainnya dalam kondisi offline
alias tidak aktif.
Secara
kasat mata dapat dinilai, bila saja BPK tidak menurunkan tim pemeriksaan ke
lapangan, maka perangkat EWS hanya sekadar pajangan. Padahal, masyarakat sangat
membutuhkan adanya sarana peringatan dini atas potensi bencana alam tersebut.
Dengan
beragam temuan terindikasi penyimpangan itu, apa sikap PT IVE sebagai penyedia
perangkat sistem peringatan dini atas datangnya bencana alam bagi masyarakat
Lampung? Besok lanjutanya. (bersambung/kgm-1/inilampung)