![]() |
Kadis-Dikbud Eka Afriana |
INILAMPUNGCOM - Mangkirnya beberapa saksi atas undangan penyidik Polda Lampung terkait kasus dugaan pemalsuan identitas oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kota Bandarlampung, Eka Afriana, menjadi keprihatinan tersendiri bagi pelapor Sekjen LSM Trinusa diwakili kuasa hukumnya, Muhammad Latief, SH.
“Kami menyatakan keprihatinan mendalam atas sikap tidak kooperatif yang ditunjukkan para saksi atas undangan penyidik Polda Lampung. Menurut kami, ini adalah salah satu bentuk obstruction of justise atau menghalang-halangi penyelidikan atas suatu perkara,” kata Muhammad Latief, Jum’at (25/7/2025) kemarin.
Praktisi hukum dari LBH Masa Perubahan ini menegaskan, apa yang dilakukan para saksi dengan tidak menghadiri undangan penyidik Polda Lampung adalah penghinaan atau minimal menghalangi proses hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 224 KUHP, dan hal tersebut mempunyai konsekuensi hukum terhadap yang bersangkutan.
“Banyak pihak yang dinilai menghalangi proses hukum atau obstruction of justice akhirnya dijatuhi hukuman penjara. Seperti yang terbaru dialami oleh Sekjen DPP PDIP, divonis 3,5 tahun penjara,” ucap Latief.
Dikatakan, ada kemungkinan pihaknya mempelajari kemungkinan melaporkan para saksi yang tidak mengindahkan undangan penyidik Polda untuk memberi keterangan terkait perkara yang dilaporkannya, juga akan dilaporkan sebagai perbuatan menghalang-halangi proses hukum.
“Segala kemungkinan tentu akan kami lakukan, sepanjang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan demi tegaknya hukum yang berkeadilan, karena semua warga negara sama dimata hukum. Untuk saat ini, kami menyampaikan desakan kepada penyidik Polda Lampung untuk segera mengambil langkah hukum tegas, termasuk menerbitkan pemanggilan ulang atau pemanggilan paksa kepada pihak-pihak yang diduga mengetahui persoalan dugaan pemalsuan identitas Kadisdikbud Balam tersebut,” lanjut Latief.
Ditegaskan, sebagai pelapor resmi perkara ini LSM Trinusa akan terus mengawal proses penyelidikan hingga tuntas, demi menjunjung tinggi integritas administrasi kependudukan dan akuntabilitas pejabat publik.
Diberitakan sebelumnya, meski telah dilaporkan sejak 2 Juni 2025 silam, kasus dugaan pemalsuan identitas yang dilakukan Kadisdikbud Balam, Eka Afriana, sebagaimana yang diakuinya sendiri jika ia telah merubah identitas pribadi –KTP dan akta kelahiran- dengan alasan sering kesurupan, yang ditengarai untuk memenuhi persyaratan mendaftar CPNS tahun 2008 silam, hingga kini masih proses penyelidikan oleh aparat Polda Lampung
BERITA LAIN:
- Ubah Identitas 3 Tahun Lebih Muda, Kadisdikbud Balam Terus Jadi Sorotan
- APH Harus Segera Periksa Kadisdikbud Bandar Lampung
- Kadis Pendidikan Eka Afriana Ngaku Sering Kesurupan
- Akhirnya Kadisdikbud Balam Dilaporkan ke Polda
Ironisnya, terindikasi ada upaya “menghambat” proses hukum kasus ini. Dimana banyak saksi yang akan dimintai keterangan dan telah dilayangkan surat undangan oleh Polda Lampung tidak menanggapinya alias nyuekin panggilan APH.
![]() |
Eka Afriana dan Eva Dwiana |
Adanya aksi mangkir para saksi terkait kasus yang melibatkan kembaran Walikota Balam Eva Dwiana ini dibenarkan oleh Kompol Zaldi Kurniawan, Kasubdit III Jatanras Polda Lampung.
“Proses penyelidikan masih terus berjalan. Untuk saksi-saksi kemarin sudah kita undang, tapi banyak yang belum hadir. Direncanakan, mereka akan diundang lagi,” ucap Kompol Zaldi Kurniawan, Kamis (24/7/2025) siang.
Dijelaskan, pihaknya telah memeriksa pelapor juga perwakilan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) meski yang hadir hanya staf.
Kapan Kadisdikbud Balam Eka Afriana akan dimintai keterangan? “Kalau terlapor (Eka Afriana, red) memang belum dipanggil,” kata Kompol Zaldi.
Sebagaimana diketahui, setelah meruyaknya pengakuan Eka Afriana jika ia mengubah data identitas pribadinya dengan alasan sering kesurupan, pada hari Senin, 2 Juni 2025, LSM Trinusa resmi melaporkannya ke Polda Lampung.
Adalah Sekjen LSM Trinusa, Faqih Fakhroji, SPd, didampingi kuasa hukumnya dari LBH Masa Perubahan: Muhammad Latief, SH, dan Busroni, SH, MH, yang membawa persoalan dugaan pemalsuan identitas itu ke ranah hukum.
Usai membuat laporan, Faqih menjelaskan, pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti kepada penyidik Polda, termasuk dokumen asli, data pembanding, serta daftar saksi yang akan memperkuat laporannya.
“Kami berharap, laporan ini ditindaklanjuti secara profesional dan menyeluruh. Mengingat posisi terlapor yang masih aktif menjabat dan menerima gaji dari negara, proses hukum harus berjalan secara adil dan transparan,” ujar Faqih.
Kuasa hukum LSM Trinusa, Muhammad Latief, menyatakan laporan yang dilakukan kliennya sebagai bagian dari upaya menjaga integritas lembaga pemerintahan.
Apa saja yang dirubah Eka Afriana? Kadisdikbud Balam itu mengakui, telah mengubah identitas pribadinya, diantaranya adalah tanggal lahir, yang seharusnya 25 April 1970 menjadi 25 April 1973, atau lebih muda 3 tahun.
Terjerat Pidana Murni
Dimata advokat senior dari Peradi Bandarlampung, Alfian Suni, SH, MH, CPM, pemalsuan identitas yang dilakukan Eka Afriana merupakan tindak pidana murni, apalagi telah disampaikan secara terbuka.
“Jadi, seharusnya APH menindaklanjuti pengakuan tersebut dengan sesegera mungkin memeriksa yang bersangkutan,” kata Alfian Suni, Kamis, 29 Mei 2025 lalu.
Menurutnya, kasus pemalsuan yang diduga kuat dilakukan Eka Afriana –sebagaimana diakuinya sendiri- merupakan pidana murni, bukan delik aduan. Sehingga sudah seharusnya APH bergerak cepat menangani persoalan tersebut.
Sebelumnya, praktisi hukum senior, H. Abdullah Fadri Auli, SH, menilai, apa yang dilakukan kembaran Walikota Eva Dwiana tersebut merupakan pelanggaran serius.
“Apabila dokumen yang diubah itu digunakan untuk memberi keuntungan bagi pelaku, konsekuensi hukumnya jelas, yaitu pelanggaran terhadap UU Kependudukan dan UU Tindak Pidana Korupsi,” kata Bang Aab, panggilan akrab Ketua Harian IKA Unila itu, Rabu, 28 Mei 2025.
Dijelaskan, merubah identitas yakni tanggal lahir merupakan bentuk pelanggaran serius karena tanggal lahir tidak dapat diubah. Bila merubah nama, diperbolehkan sepanjang ada penetapan pengadilan.
Menurutnya, pemalsuan identitas adalah tindakan pidana yang dapat dijerat dengan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Diantaranya Pasal 263-264 KUHP, pemalsuan KTP-el Pasal 95B UU Nomor: 24 Tahun 2023, pemalsuan data pribadi melanggar UU Nomor: 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
“Selain itu, perbuatan mengubah atau memalsukan identitas dokumen elektronik melanggar UU Nomor: 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jadi, apa yang dilakukan Eka Afriana senyatanya merupakan pelanggaran hukum dan perbuatan pidana,” tutur Abdullah Fadri Auli. (kgm-1/inilampung)